Senin, 11 Juni 2012

Kisah Para Martir

I. PARA MARTIR KRISTEN MULA-MULA


* Yohanes 15:18-20
15:18 "Jikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku dari pada kamu.
15:19 Sekiranya kamu dari dunia, tentulah dunia mengasihi kamu sebagai miliknya. Tetapi karena kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu dari dunia, sebab itulah dunia membenci kamu.
15:20 Ingatlah apa yang telah Kukatakan kepadamu: Seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya. Jikalau mereka telah menganiaya Aku, mereka juga akan menganiaya kamu; jikalau mereka telah menuruti firman-Ku, mereka juga akan menuruti perkataanmu.



Saksi/ kesaksian, Ibrani 'ANA (harfiah,'menjawab'), Yunani 'martureo', dan kata-kata yg berakar padanya martus, marturia dan marturion. Saksi ialah orang yg memberi kesaksian tentang sesuatu yg ia sendiri telah melihatnya. Kesaksian adalah tanggung jawab berat, teristimewa dalam kasus yg diancam dengan hukuman mati. Apabila terbukti tertuduh bersalah, maka para saksi memimpin regu pelaksana hukuman mati itu (lihat Kisah 7:58 ).

Para rasul adalah saksi-saksi utama tentang hidup dan kebangkitan Kristus (Yohanes 21 :24; Kisah 1 :22; 2 Petra 1 :6). Dalam gereja purba kata Yunani "martus" menjadi terbatas, terutama untuk menyebut mereka yg setia kepada imannya kendati sampai mati sekalipun. Penggunaan kata itu dalam arti demikian dikenal di Indonesia sebagai martir. Dalam dunia Kristen modern, 'kesaksian' berarti cerita tentang apa yg dikerjakan Kristus atas hidup seseorang, menjadi pengalaman pribadi orang itu.

Sebagian besar dari kita mungkin telah menikmati keuntungan atau kenyamanan sebagai umat Kristiani sehingga kita seringkali melupakan orang-orang percaya yang penuh keberanian yang sedemikian banyak telah mempertaruhkan hidupnya demi Kekristenan. Darah para martir/saksi itu telah mengairi ladang, menghasilkan tuaian, dan mempercepat pertumbuhan kekristenan di seluruh dunia.

Dalam Matius 16:18 dicatat bahwa Yesus memberi tahu murid-murid, "Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut [Hades] tidak akan menguasainya." Tiga hal utama yang bisa dicatat dalam kata-kata Yesus ini:

1. Kristus akan mendirikan jemaat di dunia ini;
2. Jemaat-Nya akan diserang dengan dahsyat;
3. Tidak satu pun serangan si jahat yang akan menghancurkanjemaat-Nya.

Jika menengok ke be1akang sepanjang sejarah gereja, kita bisa melihat bahwa kata-kata Yesus telah digenapi di setiap abad - sejarah gereja yang mulia membuktikan firmanNya.


Pertama, tanpa diragukan ada gereja Kristus yang sejati dalam dunia ini. Kedua, setiap tingkat pemimpin keagamaan dan sekuler beserta bawahan mereka secara terbuka serta dengan kekuatan penuh dengan setiap sarana yang licik dan penuh tipu daya dalam tindakan mereka, mencela serta menganiaya gereja yang benar itu. Ketiga, gereja telah bertahan dan memegang kesaksian mereka tentang Kristus melalui setiap serangan yang dilakukan terhadapnya. Perjalanan gereja menembus badai yang disebabkan oleh kemarahan dan kebencian yang hebat sangat mulia untuk dilihat serta banyak kisah sejarahnya telah dicatat sehingga karya Allah yang ajaib hanya bagi kemuliaan Kristus dan pengetahuan tentang pengalaman para martir gereja bisa memberikan dampak yang positif bagi para pembacanya serta memperkuat iman mereka.


Image


Orang pertama yang menderita bagi gereja adalah Yesus sendiri – bukan sebagai martir, tentu saja, tetapi sebagai inspirasi dan sumber semua kemartiran. Kisah penderitaan dan penyaliban - Nya dikisahkan dalam Alkitab dengan sangat baik sehingga kita tidak perlu menuliskannya di sini. Cukup dikatakan bahwa kebangkitan-Nya setelah itu mengalahkan niat orang-orang Yahudi dan memberikan keberanian serta arah yang baru; dan menyegarkan bagi murid-rnurid-Nya. Dan setelah mereka menerima kuasa Roh Kudus pada hari Pentakosta, mereka selanjutnya dipenuhi dengan keyakinan dan keberanian yang mereka butuhkan untuk memberitakan nama-Nya. Keyakinan dan keberanian mereka yang baru, benar-benar membingungkan para pemimpin Yahudi serta mengejutkan semua orang yang mendengarnya.


1. Stefanus

Orang kedua yang menderita dan mati bagi gereja adalah Stefanus, yang namanya berarti "mahkota" (Kisah Para Rasul 6-8 ). Ia menjadi martir karena memberitakan Injil kepada orang-orang yang telah membunuh Yesus dengan setia. Mereka menjadi begitu marah mendengar hal yang ia katakan kepada mereka sehingga mereka mendorongnya keluar kota dan melemparinya dengan batu sampai mati. Kemartiran Stefanus terjadi 8 tahun setelah penyaliban Tuhannya. Itu berarti kematiannya terjadi pada tahun 35 M karena sesungguhnya Yesus dianggap lahir pada tahun 6 S.M. sekitar dua tahun sebelum Herodes Agung mati pada tahun 4 S.M. (lihat Matius 2:16).

Kebencian yang sama akibat kebencian mereka terhadap Stefanus menyebabkan timbulnya penganiayaan besar terhadap semua orang yang mengaku percaya kepada Kristus sebagai Mesias. Lukas mencatat, "Pada waktu itu mulailah penganiayaan yang hebat terhadap jemaat di Yerusalem. Mereka semua, kecuali rasul-rasul, tersebar ke seluruh daerah Yudea dan Samaria." (Kisah Para Rasul 8:1). Selama waktu itu, sekitar 2.000 orang Kristen menjadi martir, termasuk Nikanor, satu dari tujuh diaken yang diangkat gereja (Kisah Para RasuI6:5).

Image


2. Yakobus

Yakobus anak Zebedeus dan Salome merupakan kakak rasul Yohanes. Ia adalah rasul pertama yang menjadi martir dari antara 12 rasul (Kisah Para Rasul 12:2). Ia dihukum mati sekitar tahun 44 M oleh perintah Raja Herodes Agrippa I dari Yudea. Kemartirannya menjadi penggenapan dari hal yang di¬ramalkan Yesus ten tang ia dan saudaranya Yohanes (Markus 10:39).

Penulis terkenal, Clemens Alexandrinus, menulis bahwa ketika Yakobus dibawa menuju tempat eksekusinya, keberaniannya yang luar biasa menimbulkan kesan yang mendalam pada satu orang yang menangkapnya sehingga ia jatuh berte1ut di depan rasul itu, meminta ampun kepadanya, dan mengaku bahwa ia adalah orang Kristen juga. Ia berkata bahwa Yakobus jangan mati sendiri akibatnya mereka berdua dipenggal kepalanya.

Pada saat itu, Timon dan Parmenas, dua dari tujuh diaken, dihukum mati - yang satu di Filipi, yang lain di Makedonia.


3. Philipus

Ia lahir di Bethsaida, daerah Galilea. Tepat 10 tahun setelah kematian Yakobus, pada tahun 54 M Rasul Filipus dikatakan te1ah dihukum cambuk dan dilemparkan ke dalam penjara serta kemudian disalibkan di Hierapolis di Phrygia.


4. Matius

Hanya sedikit yang diketahui ten tang akhir hidup Rasul Matius, kapan dan bagaimana cara kematiannya, tetapi menurut legenda ia pergi ke Ethiopia dan bertemu dengan Kandake (lihat Kisah Para .Rasul 8:27). Beberapa tulisan mengatakan bahwa ia direbahkan di tanah dan dipancung kepalanya dengan halberd (atau halbert, senjata abad ke 15 atau ke-16 yang memiliki mata pisau seperti kapak dan ujung logam yang runcing pada ujung batangnya yang panjang) di kota Nadabah (atau Naddayar), Ethiopia, sekitar tahun 60 M.


5. Yakobus (Kecil)

Yakobus ini adalah saudara Yesus dan penulis surat Yakobus. Ia tampaknya menjadi pemimpin gereja di Yerusalem (lihat Kisah Para Rasul12:27; 15:13-29; 21:18-24). Waktu dan cara kematiannya, yang tepat, tidak diketahui dengan pasti meskipun dipercaya itu terjadi pada tahun 66 M. Menurut Flavius Josephus, ahli sejarah Yahudi, imam besar Ananus memerintahkan agar Yakobus dihukum mati dengan dirajam batu. Namun Hegesippus, penulis Kristen awal, mengutip ahli sejarah abad ke-3 Eusebius, berkata bahwa Yakobus dilemparkan dari menara Bait Allah. Versi tentang kematiannya lebih lanjut menyatakan bahwa ia tidak mati setelah dijatuhkan, jadi kepalanya dipukul dengan pentung yang lebih padat, yang mungkin adalah pentung yang digunakan untuk memukul pakaian, atau pukul besi yang digunakan oleh tukang besi.


6. Matias

Dipilih untuk menggantikan tempat Yudas Iskariot yang kosong, hampir tidak ada sesuatu yang diketahui tentangnya. Dikatakan bahwa ia dirajam batu di Yerusalem dan kemudian dipancung.


7. Andreas

Andreas adalah saudara Petrus (Matius 4,:18 ). Tradisi mengatakan bahwa ia memberitakan Injil kepada banyak bangsa Asia dan menjadi martir di Edessa dengan disalibkan pada kayu salib berbentuk X, yang kemudian dikenal sebagai Salib Santo Andreas.

Image


8. Markus

Hanya sedikit hal yang diketahui tentang Markus kecuali hal yang tertulis dalam Perjanjian Baru tentangnya. Setelah Paulus menyebutnya dalam 2 Timotius 4:11, ia menghilang dari pandangan. Tradisi mengatakan bahwa ia diseret sampai tubuhnya terkoyak-koyak oleh orang Alexandria ketika ia berbicara menentang perayaan yang khidmat untuk berhala Serapis mereka.


9. Petrus

Satu-satunya kisah yang kita miliki tentang kemartiran Rasul Petrus berasal dari penulis Kristen awal, Hegesippus. Kisahnya mencakup penampakan Kristus yang ajaib. Ketika Petrus sudah tua (Yohanes 21:18 ), Nero merencanakan untuk menghukum mati Petrus. Ketika murid-rnurid mendengarnya, mereka memohon kepada Petrus untuk melarikan did dad kota itu [yang diyakini Roma] dan ia melakukannya. Namun, ketika ia sampai di pintu gerbang kota, ia melihat Kristus yang berjalan ke arahnya. Petrus menjatuhkan diri bertelut dan berkata, "Tuhan, Engkau mau pergi ke mana?" Kristus menjawab, "Saya datang untuk disalibkan lagi." Melaluinya, Petrus tahu ini waktu untuk menderita dan mati bagi Yesus dan memuliakan Allah (Yohanes 21:19). Jadi, ia kembali ke kota. Setelah ditangkap dan dibawa ke tempat kemartiran. Menurut St. Jerome, ia meminta agar disalibkan dengan posisi terbalik karena ia memandang dirinya tidak layak untuk disalibkan dalam posisi yang sama dengan Tuhannya.

Image


10. Paulus

Rasul Paulus dipenjarakan di Roma pada tahun 61 M dan di sana ia menulis surat-surat dari penjara: surat Efesus, surat Filipi, dan surat Kolose. Pemenjaraannya berakhir sekitar tiga tahun kemudian pada saat Roma dibakar, yang terjadi pada bulan Mei tahun 64 M (lihat Kisah Para Rasul 28:30). Sela¬rna kebebasannya yang singkat, Paulus mungkin telah mengunjungi Eropa barat dan timur serta Asia Kecil- ia juga menulis su¬rat kiriman pertama kepada Timotius dan surat kiriman kepada Titus.

Semula Nero disalahkan karena ia membakar kota Roma.Jadi, untuk mengalihkan tuduhan itu darinya ia menyalahkan orang-orang Kristen. Akibatnya, penganiayaan yang kejam mulai berkobar terhadap mereka. Pada masa itu, Paulus ditangkap dan dimasukkan kembali ke dalam penjara Roma. Sementara berada di penjara untuk kedua kali, ia menulis surat kedua kepada Timotius. Itu adalah surat terakhirnya.

Tidak lama sesudahnya, ia diputuskan bersalah karena melakukan kejahatan melawan Kaisar dan dihukum mati. Ia dibawa ke tiang eksekusi dan dipancung. Hal itu terjadi pada tahun 66 M, tepat empat tahun sebelum Yerusalem jatuh.


11. Yudas

Ia adalah saudara Yakobus. Ia disalibkan di Edessa, kota kuno Mesopotamia, sekitar tahun 72 M.


12. Bartolomeus

Tradisi mengatakan bahwa ia berkhotbah di beberapa negara, kemudian menerjemahkan Injil Matius ke dalam bahasa India Timur dan mengajarkannya di negara itu. Musuh-musuhnya bangsa kafir dengan kejam memukuli dan menyalibkannya.


13. Tomas

Tomas memberitakan Injil ke Persia, Parthia, dan India. Di Calamina, India, ia disiksa oleh orang kafir yang marah, tubuhnya ditusuk tombak dan dilemparkan ke dalam nyala api oven.


14. Lukas

Lukas seorang non-Yahudi, mungkin orang Yunani. Tidak diketahui kapan atau bagaimana ia bertobat. Ia seorang tabib di Troas dan mungkin bertobat di sana melalui penginjilan Paulus, karena sejak di Troas ia menggabungkan diri dengan kelompok Paulus dan mulai menempuh perjalanan bersama mereka. Perhatikan dalam Kisah Para Rasul 16:8-10, di Troas itulah Lukas mengubah ungkapan "mereka" menjadi "kita" dalam teks - "Setelah melintasi Misia, mereka sampai di Troas. Pada malam harinya tampaklah oleh Paulus suatu penglihatan: ada seorang Makedonia berdiri di situ dan berseru kepadanya, katanya: Menyeberanglah ke mari dan tolonglah kami! Setelah Paulus melihat penglihatan itu, segeralah kami mencari kesempatan untuk berangkat ke Makedonia karen a dari penglihatan itu kami menarik kesimpulan, bahwa Allah telah memanggil kami untuk memberitakan Injil kepada orang-orang di sana."

Lukas pergi bersama Paulus ke Filipi, tetapi tidak dipenjarakan bersamanya dan tidak menempuh perjalanan bersama Paulus setelah ia dilepaskan. Ia tampaknya menjadikan Filipi sebagai rumahnya dan tinggal di sana beberapa lama. Setelah Paulus berkunjung kembali ke Filipi (Kisah Para Rasul 20:5-6) sekitar tujuh tahun kemudian, kita sekali lagi berjumpa Lukas. Sejak saat itu ia sekali lagi menempuh perjalanan bersama Paulus dan tinggal bersamanya selama perjalanannya ke Yerusalem (Kisah Para Rasul 20:6-21:18 ).

Namun, ia menghilang sekali lagi selama pemenjaraan Paulus di Yerusalem dan Kaisarea, serta hanya muncul kembali ketika Paulus mau menuju Roma (Kisah Para Rasul 27:1). Ia kemudian tinggal bersama Paulus selama pemenjaraannya yang pertama (Filemon 1:24; Kolose 4:14). Banyak ahli Alkitab percaya bahwa Lukas menulis Injilnya dan Kisah Para Rasul saat tinggal di Roma bersama Paulus pada masa itu. Se1ama pemenjaraan Paulus yang kedua, Lukas tampaknya tinggal di dekat atau bersama Paulus karena tepat sebelum kemartirannya, Paulus menulis surat kepada Timotius dan berkata, "Hanya Lukas yang tinggal dengan aku" (2 Timotius 4:11).

Sete1ah kematian Paulus, Lukas tampaknya meneruskan pemberitaan Injil seperti yang telah ia pe1ajari bersama Paulus. Kapan dan bagaimana persisnya ia mati tidak diketahui. Satu di antara sumber kuno menyatakan, "Ia melayani Tuhan tanpa gangguan karena ia tidak memiliki istri ataupun anak; dan pada saat ia berusia 84 ia jatuh tertidur di Boeatia (ternpat yang tidak dikenal), penuh dengan Roh Kudus." Sumber awal lainnya mengatakan bahwa ia pergi ke Yunani untuk memberitakan Injil dan di sana ia menjadi martir dengan digantung pada pohon zaitun di Atena pada tahun 93 M.


15. Simon orang Zelot

Simon Orang Zelot, menginjil di daerah Mauritania, Africa, dan juga di Britania, dimana akhirnya dia disalib pada tahun 74 M.


16 Barnabas

Rasul Barnabas, kematiannya diperkirakan tahun 73 melalui proses penganiayaan.


17. Yohanes

Rasul Yohanes, saudara Yakobus, dipercaya mendirikan tujuh jemaat di Kitab Wahyu:
Smirna, Pergamus, Sardis, Filade1phia, Laodikia, Tiatira, dan Efesus. Dikatakan ia ditangkap di Efesus dan dibawa ke Roma tempat ia dilemparkan ke dalam tempat penggorengan yang diisi minyak yang mendidih, tetapi tidak melukainya. Akibatnya ia dilepaskan dan dibuang oleh Kaisar Domitian ke Pulau Patmos, tempat ia menulis Kitab Wahyu. Setelah dilepaskan dari Patmos ia kembali ke Efesus, temp at ia meninggal sekitar tahun 98 M. Ia satu-satunya rasul yang tidak mengalami kematian yang mengerikan.



Meskipun ada penganiayaan terus-menerus dan kematian yang mengerikan, Tuhan setiap hari menambahkan jiwa-jiwa ke dalam gereja. Gereja sekarang berakar kuat dalam doktrin rasul-rasul serta diairi dengan limpah dengan darah orang-orang kudus. Gereja dipersiapkan untuk menghadapi penganiayaan yang kejam yang akan datang.




Sumber:
John Foxe, Foxe's Book of Martyrs, Kisah Para Martir tahun 35-2001, Andi, 2001.
http://www.hrionline.ac.uk/johnfoxe/intro.html
Online Version : http://www.ccel.org/f/foxe/martyrs/home.html
Atau di http://www.the-tribulation-network.com/ ... rs_toc.htm


Top
 Profile  
 
 Post subject:
PostPosted: Sun May 27, 2007 7:52 pm 
Offline
Merdeka dlm Kristus
Merdeka dlm Kristus
User avatar

Joined: Fri Jun 09, 2006 5:20 pm
Posts: 8003
KISAH PARA MARTIR



II. AWAL PENGANIAYAAN TERHADAP GEREJA (54-304 M)



Penganiayaan Pertama, di Bawah Kaisar Nero (54-68 M)


Nero adalah kaisar keenam Roma. Ia memerintah selama 15 tahun. Ia adalah sebuah paradoks - seorang yang sangat kreatif digabung dengan sifat yang jahat serta kekejaman yang luar biasa. Orang ban yak mengatakan bahwa Nero memerintahkan agar Roma
dibakar kemudian menyalahkannya pada orang-orang Kristen untuk mengalihkan kemarahan penduduk Roma dari dirinya sendiri. Orang lain mengatakan bahwa ia tidak berada di Roma ketika kota itu terbakar. Yang mana yang benar,faktanya orang-orang Kristen disalahkan atas kebakaran yang terjadi selama sembilan bari dan selama itu perburuan atas orang-orang Kristen mulai meningkat serta menjadi penganiayaan yang mengerikan yang berlangsung selama sisa pemerintahan Nero.

Tindakan barbar terhadap orang Kristen menjadi lebih buruk daripada yang telah mereka alami sebelumnya, terutama tindakan yang dilakukan Nero. Hanya imajinasi yang diilhami Iblis saja yang bisa merancang tindakan semacam itu. Beberapa orang Kristen dijahit dalam kulit binatang buas dan dirobek-robek oleh anjing ganas. Baju yang dibalut lilin dikenakan pada orang Kristen lain, dan mereka kemudian diikat di tiang-tiang di kebun Nero lalu dinyalakan untuk dijadikan obor penerang dalam pesta yang ia adakan.
Penganiayaan yang kejam ini menyebar di seluruh Kekaisaran Roma, tetapi justru lebih berhasil memperkuat semangat kekristenan daripada memadamkannya. Bersama dengan Paulus dan Petrus, beberapa dari 70 utusan yang diangkat Yesus (Lukas 10:1) menjadi martir juga. Di antara mereka adalah Erastus, bendahara di Korintus (Roma 16:23); Aristarkhus dari Makedonia (Kisah Para Rasul 19:29); Trofimus dari Efesus (Kisah Para RasuI21:29); Barsabas, yang disebut juga Yustus (Kisah Para Rasul 1 :23); dan Ananias, Uskup Damaskus, yang diutus Tuhan kepada Saulus (Kisah Para RasuI9:10).

Image Image



Penganiayaan Kedua, di Bawah Pemerintahan Domitian (81-96 M)


Domitian adalah orang yang kejam, yang membunuh saudaranya sendiri dan melakukan penganiayaan kedua terhadap orang-orang Kristen. Dalam kebenciannya, Domitian mengeluarkan perintah "Bahwa tidak ada orang Kristen, yang pernah dibawa ke depan pengadilan, yang boleh dibebaskan dari hukuman tanpa menyangkal agamanya."

Berbagai kebohongan dibuat selama masa ini untuk mencelakakan orang Kristen, beberapa darinya begitu kasar sehingga hanya kebencian tanpa pemikiran yang bisa mempercayainya - contohnya orang-orang dianggap bertanggungjawab atas setiap bencana kelaparan, wabah penyakit, atau gempa bumi yang terjadi di satu di antara bagian kekaisaran Romawi. Uang ditawarkan kepada orang-orang yang mau bersaksi melawan orang-orang Kristen serta banyak orang yang tak bersalah dibantai demi keuntungan finansial. Ketika orang-orang Kristen dibawa ke depan sidang Domitian, mereka diberi tahu bahwa jika mereka mengucapkan sumpah setia kepadanya, mereka akan dibebaskan. Orang-orang yang menolak untuk mengucapkan sumpah akan dibunuh.

Martir selama zaman ini yang sangat kita kenal adalah Timotius, yang merupakan murid Rasul Paulus terkenal serta penilik gereja di Efesus sampai tahun 97 M. Pada tahun itu, orang-orang kafir di Efesus sedang merayakan upacara yang disebut "Catagogion." Ketika Timotius melihat upacara kafir itu, ia menghalangi jalan mereka serta dengan tegas menegur mereka atas penyembahan berhala yang mereka lakukan. Keberaniannya yang kudus membuat marah orang-orang kafir itu, akibatnya mereka menyerangnya dengan pentung dan memukulinya dengan kejam sehingga ia mati karena luka-lukanya dua hari kemudian.



Penganiayaan Ketiga, di Bawah Kaisar Trajan (98-117 M)


Dalam penganiayaan yang ketiga, Pliny, yang dikenal sebagai "si kecil," seorang konsul dan penulis Romawi, merasa kasihan terhadap orang-orang Kristen yang dianiaya lalu menulis surat kepada Trajan, agar meyakinkannya bahwa ada ribuan orang Kristen yang telah dibantai setiap hari yang tidak melakukan apa pun yang bertentangan dengan hukum Romawi. Dalam surat itu, ia berkata:

Seluruh catatan yang mereka berikan ten tang kejahatan atau kesalahan mereka (yang mana pun sebutan yang dipilih) bisa diringkas menjadi satu: yaitu, bahwa mereka biasa berkumpul pada hari tertentu sebelum matahari terbit dan bersama-sama mengulang satu di antara bentuk doa tertentu kepada Kristus sebagai Allah serta untuk mengikatkan diri mereka sendiri pada satu kewajiban, bukan untuk melakukan kejahatan; sebaliknya, agar tidak pernah melakukan pencurian, perampokan, atau perzinaan, tidak pernah berdusta dalam kata-kara mereka, tidak pernah menipu orang lain: setelah itu ada kebia¬saan mereka untuk berpisah dan berkumpul kembali untuk ambil bagian dalam komuni makan makanan yang tidak berbahaya.

Seberapa besar dampak surat Pliny untuk mengurangi penganiayaan itu,jika ada, tidak dicatat.

Selama penganiayaan ini, pada tahun 110 M, Ignatius (lihat gambar 8), yang adalah penilik gereja di Antiokhia, ibukota Syria, tempat murid-murid pertama disebut orang Kristen (Kisah Para Rasul ll:26) dikirim ke Roma karena ia mengaku memereayai dan mengajarkan Kristus. Dikatakan bahwa ketika ia berjalan melewati Asia, sekalipun dijaga oleh para prajurit, ia menyampaikan firman Allah di setiap kota yang mereka lalui, dan mendorong serta meneguhkan gereja-gereja. Ketika berada di Smirna, ia menulis kepada gereja di Roma dan mengimbau kepada mereka untuk tidak berusaha melepaskannya dari kemartiran karena mereka akan menghilangkan hal yang sangat ia rindukan dan harapkan. Ia menulis:

Sekarang saya mulai menjadi murid. Saya tidak memedulikan hal-hal yang kelihatan atau tak kelihatan supaya saya bisa memenangkan Kristus. Biarlah api dan salib, biarlah kumpulan binatang buas, biarlah retaknya tulang, dan tercabiknya kaki tangan, biarlah kertakan seluruh tubuh, dan semua kebencian si Jahat, turun ke atas saya; hanya jika itu terjadi, saya bisa memenangkan Kristus Yesus.

Bahkan ketika ia dijatuhi hukuman dengan dijadikan mangsa singa, bahkan bisa mendengar auman mereka, ia begitu dipenuhi dengan keinginan untuk menderita bagi Kristus (lihat Kisah Para Rasul 5:41) sehingga ia berkata, ''Aku adalah gandum Kristus: aku akan diremukkan oleh gigi-gigi binatang-binatang buas supaya aku didapati sebagai roti yang murni."


Kaisar Adrian

Trajan digantikan oleh Adrian, yang mel an¬jutkan penganiayaan ketiga dengan kekejaman yang lebih besar daripada pendahulunya. Sekitar 10 ribu orang Kristen menjadi martir selama pemerintahannya. Banyak di an¬tara mereka yang dimahkotai duri, disalibkan, dan lambungnya ditusuk tombak dalam pe¬niruan kematian Kristus yang kejam.

Eustachius, komandan Romawi yang sukses dan pernberani, diperintahkan untuk bergabung dengan upacara penyembahan berhala untuk merayakan kemenangannya, tetapi imannya yang dalam kepada Kristus jauh lebih besar daripada kesia-siaan tindakan itu sehingga ia menolak. Karena marah, Adrian melupakan pengabdian Eustachius yang mulia kepada Romawi dan memerintahkannya serta seluruh ke1uarganya dibunuh sebagai martir.

Dua bersaudara, Fausines dan Jovita, menanggung siksaan dengan kesabaran yang luar biasa sehingga seorang kafir bernama Calocerius begitu terpukau dan kagum sehingga ia berseru dengan kegembiraan yang luar bias a, "Agunglah Allah orang-orang Kristen!" Oleh karena tindakannya itu, ia segera ditangkap dan disiksa dengan siksa¬an yang sarna.

Penganiayaan yang tanpa belas kasihan terhadap orang-orang Kristen terus berlanjut sampai Quadratus, yang adalah penilik Atena, me1akukan pembelaan ilmiah demi tnereka di depan Kaisar, yang berada di Atena untuk me1akukan kunjungan. Pada saat yang sarna, Aristides, seorang filosof di kota itu, menulis surat kiriman yang e1egan kepada Kaisar, juga demi membe1a orangorang Kristen. Hal itu secara bersama-sama membuat Adrian menjadi lebih lunak dan mengendurkan penganiayaannya.

Adrian meninggal pada 138 M, dan digantikan oleh Antoninus Pius. Kaisar Pius adalah seorang di antara penguasa yang paling ramah yang pernah memerintah dan menghentikan semua penganiayaan terhadap orang-orang Kristen.



Penganiayaan Keempat, di Bawah Kaisar Marcus Aurelius Antoninus (162-180 M)


Marcus Aurelius seorang filosof dan menulis Meditations, karya klasik stoikisme, yang bersikap acuh tak acuh terhadap kesenangan atau penderitaan. Ia juga kejam dan tidak berbelas kasihan terhadap orang-orang Kristen, dan bertanggung jawab atas penganiayaan keempat kepada mereka

Kekejaman terhadap orang-orang Kristen dalam penganiayaan ini begitu tidak manusiawi sehingga banyak orang yang menyaksikannya merasa muak dengan kekejaman itu dan merasa takjub me1ihat keberanian orang yang mengalami siksaan itu. Beberapa martir, kakinya dihancurkan dengan alat penjepit dan kemudian dipaksa berjalan di atas duri, paku, kerang yang tajam, dan benda-benda tajam lainnya. Orang lainnya dicambuk sampai otot dan pembuluh darah mereka pecah. Kemudian sete1ah mengalami penderitaan melalui siksaan yang paling mengerikan yang bisa dipikirkan, mereka dibunuh dengan cara yang mengerikan. Namun, hanya sedikit yang berpaling dari Kristus atau memohon kepada para penyik sa mereka untuk meringankan penderitaan mereka.

Ketika Germanicus, seorang Kristen sejati yang masih muda diserahkan kepada singa yang buas karen a kesaksian imannya, ia bersikap begitu penuh keberanian sehingga beberapa orang kafir bertobat pada iman yang memuneulkan keberanian semacam itu.

Polikarpus, seorang murid Rasul Yohanes dan penilik gereja di Smirna. Ia mendengar bahwa para prajurit menearinya lalu berusaha me1arikan diri, tetapi ia ditemukan oleh seorang anak. Sete1ah memberi makan para penjaga yang menangkapnya, ia meminta waktu satu jam untuk berdoa dan permintaannya dikabulkan mereka. Ia berdoa dengan begitu tekun sehingga para penjaga itu meminta maafkepadanya karena mereka ditugaskan untuk menangkapnya. Namun, ia akhirnya dibawa ke depan gubernur dan dihukum bakar di tengah pasar.

Setelah putusan hukumannya ditentukan, gubernur berkata kepadanya, "Celalah Kristus dan aku akan melepaskan kamu."

Polikarpus menjawab, "De1apan puluh enam tahun aku te1ah me1ayani Dia; Ia tidak pernah berbuat salah kepadaku. Bagaimana mungkin aku mengkhianati Rajaku yang telah menye1amatkan aku?"

Di tengah pasar, ia diikat di tonggak dan tidak dipaku seperti kebiasaan pada saat itu karena ia menjamin mereka bahwa ia akan berdiri tanpa bergerak dalam nyala api dan tidak akan me1awan mereka. Pada saat kayu-kayu kering yang diletakkan di sekitarnya dinyalakan, nyala api itu berkobar dan me nyelubungi tubuhnya tanpa membakarnya. Maka pelaksana hukuman diperintahkan untuk menusuknya dengan pedang. Ketika ia me1akukannya, darah yang sangat banyak menyembur ke1uar dan memadamkan api itu. Meskipun ternan-ternan Kristennya memohon agar tubuhnya diberikan kepada mereka supaya mereka dapat menguburkannya, musuh-musuh Injil bersikeras agar tubuhnya dibakar dengan api, dan itu dilaksanakan.

Felicitatis, seorang wanita kaya dari ke1uarga Romawi yang terkenal, seorang Kristen yang saleh dan setia. Ia memiliki tujuh anak yang juga adalah orang Kristen yang setia. Mereka semua menjadi martir.

Januarius, anaknya yang tertua, dicambuk, dan ditekan dengan beban yang berat sampai mati. Felix dan Philip, dua anak berikutnya, otaknya terlempar ke1uar ketika dipukul dengan pentung. Silvanus, anak keempat, dilemparkan dari tebing yang euram. Ketiga anak yang paling muda, Alexander, Vitalis, dan Martial, dipancung dengan pedang. Felieitatis kemudian dipancung dengan pedang yang sama.

Justinus, teolog Yunani yang mendirikan sekolah filsafat Kristen di Roma dan menulis Apology dan the Dialogue,juga menjadi martir se1ama masa penganiayaan ini. Ia adalah penduduk asli Neapolis, di Samaria, dan adalah peeinta kebenaran serta ilmuwan universal. Sete1ah pertobatannya pada kekristenan ketika berusia 30 tahun, ia menulis surat kiriman yang indah kepada orang-orang kafir dan menggunakan talentanya untuk meyakinkan orang-orang Yahudi terhadap kebenaran iman Kristen.

Ketika orang-orang kafir mulai memperlakukan orang-orang Kristen dengan sangat kejam, Justinus menulis pembelaan untuk membela mereka sehingga men¬dorong Kaisar untuk mengeluarkan keputusan untuk membela orang-orang Kristen.

Segera setelah itu, ia sering melakukan perdebatan dengan Crescens, seorang filosof sinis yang terkenal Argumen Justinus mengungguli Crescens dan itu mengganggunya sehingga ia berusaha menghancurkan Justinus. Pembelaan kedua yang ditulis Justinus untuk orang-orang Kristen memberikan kesempatan yang dibutuhkan Crescens dan ia meyakinkan Kaisar bahwa Justinus berbahaya baginya. Akibatnya ia dan keenam pengikutnya ditangkap lalu diperintahkan untuk memberikan persembahan kepada berhala kafir. Ketika mereka menolak, mereka dicambuk kemudian dipancung.

Segera setelah itu, penganiayaan mereda untuk sementara karena terjadinya pelepasan yang ajaib atas pasukan Kaisar dari kekalahan tertentu di peperangan di wilayah utara melalui doa-doa pasukan tentaranya yang semuanya adalah Kristen. Namun, penganiayaan dimulai lagi di Prancis dan siksaannya jauh melebihi kemampuan penggambaran melalui kata-kata.

Sanctus, diaken dari Vienna, bagian tubuhnya yang paling lunak ditempeli plat tembaga panas menyala dan dibiarkan di sana sampai seluruh tulangnya terbakar.

Blandina seorang wanita Kristen yang postur tubuhnya lemah sehingga ia dipandang tidak akan mampu menjalani siksaan, tetapi ketabahannya sangat luar biasa sehingga penyiksanya menjadi kecapaian dengan pekerjaan mereka yang jahat. Ia kemudian dibawa ke amphitheater dengan tiga orang lainnya lalu digantung pada sepotong kayu yang ditancapkan di tanah dan dibiarkan menjadi makanan singa yang buas. Sementara mengalami penderitaannya, ia berdoa dengan tekun untuk teman-temannya dan menguatkan mereka. Namun, tidak satu pun dari singa-singa itu yang menyentuhnya,jadi ia dimasukkan ke dalam penjara lagi - itu terjadi dua kali. Kali terakhir ia dibawa keluar, ia ditemani oleh seorang remaja berusia 15 tahun Ponticus. Ketabahan iman mereka membuat marah orang banyak itu sehingga sekalipun ia wanita dan temannya masih muda, tidak dipandang sama sekali; dan mereka diserahkan pada hukuman dan siksaan yang paling kejam. Blandina dicabik-cabik oleh singa itu, dicambuk dan dimasukkan dalam jaring lalu diseruduk ke sana kemari oleh seekor banteng liar kemudian diletakkan di kursi logam yang merah menyala dalam keadaan telanjang. Ketika ia bisa berbicara, ia menasihati semua orang yang berada di dekatnya untuk berpaut kuat-kuat pada iman mereka. Ponticus bertahan sampai mati. Ketika penyiksa Blandina tidak mampu membuatnya mencabut imannya, mereka membunuhnya dengan pedang.



Penganiayaan Kelima, Dimulai Kaisar Lucius Septimus Severus (193-211 M)


Untuk masa yang singkat, Severus bersikap baik kepada orang-orang Kristen karena dikatakan bahwa ia te1ah disembuhkan dari sakit yang parah sete1ah dilayani oleh seorang Kristen, tetapi tidak lama kemudian prasangka dan kemarahan penduduk Romawi memuncak sehingga hukum kuno dihidupkan kembali dan digunakan untuk melawan orang-orang Kristen. Dan sekali lagi, mereka disalahkan serta dihukum atas setiap bencana alam yang terjadi.

Sekalipun penganiayaan berlangsung lagi, gereja dan Injil tetap berdiri teguh, pun menyala terang me1aluinya; dan Tuhan terus menambahkan jumlah anggota tubuh-Nya di seluruh kekaisaran Romawi. Tertullian, teo log dari Kartago yang bertobat menjadi Kristen pada tahun 193 M, berkata bahwa jika semua orang Kristen meninggalkan provinsi Romawi, kekaisaran itu hampir-hampir kosong.

Selama penganiayaan, Victor, Uskup Roma, menjadi martir pada tahun 201 M Leonidus, ayah Origen, filosof Kristen Yunani yang terkenal atas penafsirannya terhadap Perjanjian Lama, dipancung. Banyak pendengar Origen juga menjadi martir:

Plutarchus, Serenus, Heron, dan Herac1ides dipancung. Seorang wanita bernama Rhais dituangi aspal yang mendidih di atas kepalanya dan kemudian dibakar, seperti juga ibunya, Marcella. Saudaranya, Potainiena, mengalami nasib yang sama se perti yang dialaminya, tetapi se1ama penyiksaannya, Basilides, kepala pasukan yang diperintahkan untuk menyaksikan eksekusinya, bertobat pada Kristus. Tidak lama sesudahnya, ketika ia diminta untuk bersumpah pada berhala Romawi, ia menolak karena ia sudah menjadi Kristen. Pertama-tama orangorang yang bersamanya tidak percaya hal yang mereka dengar, tetapi ketika ia mengulangnya, ia diseret di depan hakim, dikutuk dan dipancung.

Irenaeus (130-202 M), bapa Gereja Yunani dan Uskup Lyons, dilahirkan di Yunani dan menerima pendidikan sekuler maupun Kristen. Dipercaya bahwa ia menulis kisah penganiayaan di Lyons. Ia dipancung pada202 M.

Sekarang penganiayaan berkembang ke Afrika Utara, yang merupakan satu di antara provinsi Romawi. Banyakorang menjadi martir di wilayah itu. Berikut beberapa orang di antaranya.

Perpetua, seorang wanita yang te1ah menikah yang masih menyusui bayinya; Felicitas, yang pada saat itu sedang hamil, dan Revocatus dari Kartago, seorang budak yang sedang diajar prinsip-prinsip kekristenan. Tahanan lainnya yang menderita pada saat yang sama adalah Saturninus, Secundulus, dan Satur. Ketiga orang terakhir ini disuruh berlari di antara dua baris laki-laki yang dengan kejam mencambuk mereka ketika mereka lewat.

Setelah muncul di depan prokonsul Minutius dan ia ditawari kebebasan jika ia mau mempersembahkan kurban kepada berhala, bayi Perpetua yang masih menyusu dirampas darinya dan ia dilemparkan ke dalam penjara. Saat menje1askan iman dan kehidupannya kepada ayahnya di penjara, ia memberi tahu ayahnya, "Lubang penjara ini bagi saya adalah istana." Be1akangan ia dan tahanan 1ainnya muncul di depan hakim Hilarianus. Ia juga menawarkan untuk membebaskannya jika ia mau mempersembahkan kurban. Ayahnya berada di sana dengan bayinya dan memohon kepadanya untuk me¬lakukan pengurbanan. la menjawab, "Saya tidak akan memberikan kurban."

"Apakah kamu seorang Kristen?" tanya Hilarianus.

"Saya seorang Kristen,"Perpetua menjawab.

Semua orang Kristen yang bersamanya berdiri teguh bagi Kristus dan mereka diperintahkan untuk dibunuh binatang buas untuk memberi hiburan bagi orang banyak pada hari libur kafir berikutnya. Laki-laki dicabik-cabik oleh singa-singa dan macan tutul serta orang perempuan diserang oleh sapi jantan.

Pada hari pelaksanaan hukuman, Perpetua dan Felicitas pertama-tama ditelanjangi lalu digantung di jala-jala, tetapi kemudian dilepaskan dan diberi pakaian lagi karena orang banyakkeberatan. Ketika kembali ke arena, Perpetua diseruduk ke sana kemari oleh sapi gila dan hampir jatuh pingsan, tetapi tidak terluka parah; namun Felicitas terluka parah terkena tanduk-tanduk sapi itu. Perpetua bergegas lari ke sisinya dan memegangnya sementara mereka menunggu sapi jantan itu menyerang mereka lagi, tetapi sapi itu menolak untuk me lakukannya dan mereka diseret keluar dari arena. Hal ini membuat orang banyak kecewa.

Setelah sesaat, mereka dimasukkan ke arena lagi dan dibunuh oleh gladiator. Felicitas terbunuh dengan cepat, tetapi gladiator muda dan belum berpengalaman yang ditugasi untuk membunuh Perpetua gemetar dengan hebat dan hanya bisa menikamnya dengan lemah beberapa kali. Melihat bagaimana ia gemetar, Perpetua memegang mata pedangnya lalu mengarahkan itu pada bagian vital tubuhnya.

Nasib orang laki-1aki juga sarna. Satur dan Revocatus dibunuh oleh binatang-binatang buas. Saturninus dipancung dan Secundu1us mati karena luka-lukanya di penjara.



Penganiayaan Keenam, di Bawah Kaisar Marcus Clodius Pupienus Maximus (164-238 M)


Maximus seorang raja lalim yang memerintahkan semua orang Kristen diburu dan dibunuh. Begitu banyaknya orang yang dibunuh sehingga kadang-kadang mereka mengubur mayat orang-orang itu 50 atau 60 orang sekaligus dalam satu lubang besar.

Di antara mereka yang dibunuh adalah Pontianus, Uskup Roma, yang diasingkan ke Sardinia karena berkhotbah menentang penyembahan berhala dan dibunuh di sana. Penerusnya, Anteros, juga menjadi martir setelah menduduki jabatannya selama 40 hari saja karena mengusik pemerintah dengan mengumpulkan sejarah para martir. Senator Roma, Pammachius dan keluarganya serta 42 orang Kristen lainnya dipancung pada hari yang sama lalu kepala mereka dipertontonkan di pintu gerbang kota. Imam Kristen, Calepodius, diseret sepanjang jalan-jalan Roma kemudian dilemparkan ke dalam Sungai Tiber dengan digantungi batu yang diikatkan pada lehernya. Seorang perawan muda yang cantik juga berbudi halus bernama Martina dipancung dan Hippolitus, imam Kristen diikatkan pada kuda liar lalu diseret sepanjang jalan sampai ia mati.

Maximus meninggal pada 238 M dan digantikan oleh Gordian, yang kemudian digantikan oleh Philip. Se1ama kedua orang itu memerintah, gereja terbebas dari penganiayaan se1ama se1ang mas a 6-10 tahun. Namun, pada tahun 249 M penganiayaan yang hebat di Alexandria dikobarkan lagi oleh imam kafir tanpa sepengetahuan Kaisar. Se1ama penganiayaan itu, penatua Kristen, Metrus, dipukuli dengan pentung, ditusuk dengan jarum, dan dirajam dengan batu sampai mati karena menolak untuk menyembah berhala. Seorang perempuan Kristen, Quinta, dicambuki, kemudian diseret di atas batu-batu api dalam keadaan berdiri lalu dirajam dengan batu sampai mati. Seorang perempuan berusia 70 tahun, Appolonia, yang mengaku bahwa ia adalah orang Kristen, diikat pada tiang dan dibakar. Setelah api disiapkan, ia memohon untuk dibebaskan. Orang banyak menyangka bahwa ia akan menyangkal Kristus. Namun, mereka terkejut ketika ia me1emparkan dirinya sendiri ke dalam nyala api dan mati.



Penganiayaan Ketujuh, di Bawah Kaisar Decius (249-251 M)


Penganiayaan ini dimulai oleh Decius karena kebenciannya kepada pendahulunya Philip, yang dipercaya adalah seorang Kristen, dan oleh kemarahannya karena kekristenan berkembang dengan sangat cepat dan dewa-dewa kafir mulai ditinggalkan. Oleh karena itu ia memutuskan untuk menyingkirkan agama Kristen beserta semua pengikutnya. Penduduk Roma yang kafir sangat antusias untuk mendukung keputusan Decius dan memandang bahwa pembunuhan orang-orang Kristen akan bermanfaat bagi kekaisaran. Se1ama penganiayaan ini,jumlah para martir begitu banyak sehingga tidak bisa dicatat oleh seorang pun juga. Di bawah ini ada beberapa nama mereka.

St. Chrysostomus, bapa gereja Kenstantinope1 pada tahun 398, menulis bahwa Julian, seorang Sisilia, ditangkap karena menjadi orang Kristen, dimasukkan ke dalam tas kulit dengan beberapa ekor ular dan kalajengking kemudian dilemparkan ke dalam laut.

Seorang laki-laki muda, Peter, yang terkenal karena memiliki kualitas mental dan tubuh yang kuat, menolak untuk mempersembahkan kurban bagi Dewi Venus ketika ia disuruh melakukannya. Dalam pembelaannya, ia berkata, "Saya heran bahwa kamu mempersembahkan kurban kepada perempuan yang terkenal jahat, yang penyelewengannya dicatat dalam tulisan-tulisanmu sendiri dan yang kehidupannya dipenuhi dengan tindakan yang menyimpang, yang seharusnya dihukum oleh undang-undangmu. Tidak, saya akan mempersembahkan kurban puji-pujian dan doa yang berkenan kepada Allah." Ketika gubernur Asia, Optimus, mendengar hal ini, ia rnemerintahkan agar Peter ditarik di atas roda sampai semua tulangnya patah kemudian dipancung.

Seorang Kristen yang lemah, Nichomachus, dibawa ke hadapan Optimus dan disuruh memberikan kurban kepada berhala kafir. Nichomachus menjawab, "Saya tidak bisa memberikan penghormatan yang seharusnya hanya saya berikan kepada Yang Mahatinggi, kepada roh-roh jahat." Ia segera diletakkan di tempat penyiksaan dan setelah menderita siksaan sesaat, ia menyangkal imannya kepada Kristus. Segera setelah ia dilepaskan dari tempat penyiksaan, ia dikuasai kesakitan yang hebat, jatuh ke tanah, dan mati.

Ketika melihat hal yang tampaknya merupakan penghukuman yang mengerikan, Denisa, seorang gadis berusia 16 tahun yang berada di antara para penonton berseru, "Oh, orang berdoa yang malang, mengapa kamu membeli kelegaan yang hanya sesaat dengan membayar kekekalan yang menyedihkan!" Ketika Optimus mendengar ini, ia memanggilnya datang kepadanya. Dan ketika Denisa mengaku bahwa ia seorang Kristen, Optimus memerintahkan ia dipancung.

Andrew dan Paul, dua orang Kristen yang menjadi ternan Nichomachus, berpegang erat pada Kristus dan dirajam dengan batu sampai mati ketika mereka berseru kepada Penebus mereka yang diberkati.

Di Alexandria, Alexander dan Epimachus ditangkap karena mereka adalah orang Kristen. Ketika mereka mengaku bahwa mereka benar orang Kristen, mereka dipukuli dengan tongkat yang tebal, dicabik dengan pengait kemudian dibakar sampai mati. Pad a hari yang sama, empat martir perempuan dipancung kepalanya; nama mereka tidak dikenal.

Di Nice, Trypho, dan Respisius, laki-laki yang terkenal, orang Kristen, ditangkap, dan disiksa. Kaki mereka dipaku, mereka dicambuki dan diseret sepanjangjalan, dicabik dengan pengait dari besi, dibakar dengan obor kemudian dipancung.

Quintain, gubernur Sicily, bernafsu terhadap seorang perempuan dari Silisia, Agatha, yang terkenal karena kesalehannya maupun kecantikannya yang luar biasa. Ketika ia menolak semua rayuan Quintain, sang gubernur menyerahkan ia ke tangan perempuan yang jahat, Aphrodica, yang menjalankan temp at pelacuran. Namun, perempuan yang jahat ini tidak bisa menjadikan Agatha seorang pelacur supaya Quintain bisa memuaskan nafsunya dengannya. Ketika mendengar ini, nafsu Quintain berubah menjadi kemarahan dan ia memanggil Agatha ke hadapannya lalu menanyainya. Ketika ia mengaku bahwa ia adalah orang Kristen, Quintain memerintahkan agar ia dicambuki, dicabik dengan kaitan yang tajam lalu dibaringkan telanjang di at as kayu arang yang menyala yang dicampur dengan pecahan kaca. Agatha menanggung siksaan ini dengan keberanian yang luar bias a dan dikembalikan lagi ke penjara tempat ia meninggal karena luka -lukanya pada tanggal 5 Februari 251.

Lucius, gubernur Kreta, memerintahkan Cyril, penilik gereja di Gortyna yang berusia 84 tahun, agar ditangkap karena menolak untuk menaati keputusan Kaisar untuk melakukan pengurbanan kepada berhala. Ketika Cyril muncul ke hadapannya, Lucius menasihatinya untuk melakukan pengurbanan dan dengan begitu menyelamatkan dirinya sendiri dari kematian yang mengerikan. Orang yang saleh itu menjawab bahwa ia telah lama mengajar orang-orang lain jalan untuk mengalami hidup kekal dalam Kristus dan sekarang ia harus berdiri teguh demi jiwanya sendiri. Ia tidak menunjukkan rasa takut ketika Lucius memutuskan ia untuk dibakar di tiang dan menderita di tengah kuburan api dengan sukacita dan keberanian yang luar biasa.

Pada tahun 251 M, Kaisar Decius mendirikan kuil kafir di Efesus dan memerintahkan kepada semua orang di kota itu untuk memberikan kurban kepada berhala-berhala. Tujuh prajuritnya yang adalah orang Kristen menolak untuk me1akukannya dan dimasukkan ke dalam penjara. Mereka adalah: Konstantinus, Dionysius, Joannes, Malchus, Martianus, Maximianus, dan Seraion. Decius mencoba memalingkan mereka dari iman mereka dengan menunjukkan kemurahan hati lalu memberi kesempatan kepada mereka sampai ia kembali dari ekspedisi untuk mengubah pikiran mereka. Se1ama kepergiannya ketujuh orang itu melarikan diri dan menyembunyikan diri di gua di bukit-bukit yang dekat dari situ. Namun, ketika Decius pulang, tempat persembunyian mereka ditemukan dan ia memerintahkan agar gua itu dimeteraikan sehingga mereka mati karena kehausan dan kelaparan.

Pada masa penganiayaan di bawah Decius itulah Origen yang berusia 64 tahun, filosof Kristen yang terkenal, yang ayahnya, Leonidus, menjadi martir selama penganiayaan kelima, ditangkap, dan dilemparkan ke dalam penjara yang buruk di Alexandria. Kakinya diikat dengan rantai dan dimasukkan ke dalam pasungan lalu kakinya direntangkan sejauh mungkin. Ia terus-menerus diancam dengan hukuman bakar dan disiksa dengan segala alat yang membuatnya tetap hidup dalam keadaan sekarat un¬tuk beberapa saat sebe1um mati.

Untungnya, pada waktu itu Decius mati dan penerusnya Gallus segera terlibat perang untuk memukul mundur penyerbuan Goth, pasukan Jerman dari utara. Hal ini untuk sementara menghentikan penganiayaan terhadap orang-orang Kristen dan Origen mendapatkan kebebasannya lalu pergi ke Tirus, serta tinggal di sana sampai ia mati lima tahun sesudahnya pada tahun 254 M.



Penganiayaan Kedelapan, di Bawah Kaisar Valerian (253-260 M)


Penganiayaan ini dimulai pada bulan keempat pada tahun 257 M dan berlangsung se1ama tiga setengah tahun. Jumlah martir dan tingkat penyiksaannya sarna seperti penganiayaan sebelumnya. Kita tidak dapat menceritakan semua kisah mereka, jadi kita memilih beberapa orang untuk mewakili yang lainnya.

Rufina dan Secunda, anak-anak perempuan yang cantik dan berpendidikan tinggi dari seorang yang terkenal di Roma, bertunangan dengan dua orang laki-laki yang kaya, Armentarius dan Verinus. Keempat orang itu semuanya mengaku Kristen. N amun, ketika penganiayaan dimulai dan kedua laki-laki muda itu menyadari bahaya bahwa mereka akan kehilangan uang mereka, mereka menyangkal iman mereka, dan berusaha membujuk perempuan-perempuan muda itu untuk me1akukan hal yang sarna. Oleh karena mereka tidak mau, laki-laki itu memberikan informasi yang menentang mereka, dan mereka ditangkap karena menjadi orang Kristen dan dibawa ke depan gubernur Roma, Junius Donatus, dan dijatuhi hukuman dengan cara dipancung. Penilik gereja di Roma, Stephen, juga dipancung.

Pada waktu yang sama, di Toulouse, yang merupakan bagian dari Gaul Romawi, Saturninus, penilik gereja yang saleh, menolak untuk mempersembahkan kurban kepada berhala di kuil mereka ketika ia diperintahkan untuk me1akukannya. la dibawa ke puncak tangga kuil dan diikat kakinya pada ekor sapi jantan yang buas. Binatang itu kemudian didorong ke bawah dari tangga kuil itu dengan menyeret Saturninus di be1akangnya. Pada saat mereka sampai di tangga dasar, kepala orang yang saleh itu terbe1ah lalu ia mati.

Di Roma, Sixtus menggantikan Stephen sebagai penilik gereja, tetapi masa jabatannya hanya singkat. Pada tahun 258 M, setahun setelah Stephen menjadi martir, Marcianus, gubernur Roma, mendapatkan perintah dari Kaisar Valerian yang memberi wewenang kepadanya untuk membunuh semua imam di Roma. Sixtus lalu keenam diakennya segera dibunuh.

Di gereja di Roma juga ada seorang laki-laki saleh bernama Lawrence, yang adalah pe1ayan Injil, dan bertanggung jawab untuk membagikan barang-barang gereja (lihat Kisah Para Rasul 6:3). Marcianus dengan tamak menuntut agar Lawrence memberi tahu tempat kekayaan gereja disembunyikan. Ia berpikir bahwa ia bisa meramp as barang-barang itu untuk dirinya sendiri. Lawrence meminta waktu tiga hari untuk mengumpulkan kekayaan itu lalu menyerahkannya kepada gubernur.

Ketika hari ketiga tiba, Marcianus menuntut agar Lawrence menepati janjinya. Lawrence merentangkan tangannya pada beberapa orang Kristen yang miskin yang te1ah ia kumpulkan di tempat itu bersamanya lalu berkata, "lnilah kekayaan gereja yang paling berharga. Mereka adalah hart a benda tempat iman kepada Kristus memerintah, temp at Kristus memiliki tempat kediamanNya. Perhiasan apakah yang dimiliki gereja yang lebih berharga daripada orang-orang tempat Kristus berjanji untuk mendiaminya?"

Ketika mendengarnya, Marcianus sangat marah dan menjadi setengah gila karena pengaruh lblis. la berteriak dalam kemarahannya: "Nyalakan api, jangan sisakan kayunya! Penjahat ini telah berusaha menipu Kaisar. Singkirkan ia, singkirkan ia! Cambuk ia dengan cemeti, sentak ia dengan kaitan, pukul ia dengan kepalan tangan, pukul ia dengan pentung. Apakah pengkhianat bergurau dengan Kaisar? Jepit ia dengan tang yang kuat, tempe1kan batang logam yang menyala ke tubuhnya. Keluarkan rantai yang paling kuat, garpu api, dan tempat tidur berparut. Taruh temp at tidur itu dalam api; dan ketika sudah menyala merah, ikat tangan dan kaki pengkhianat itu, lalu panggang ia, bakar ia, ayunkan ia, bolak-balik ia. Siksa ia dengan cara apa pun yang bisa kamu pikirkan atau kamu sendiri akan disiksa."

Sebe1um ia selesai berteriak-teriak, siksaan itu segera dimulai. Sete1ah mengalami banyak siksaan yang kejam, hamba Kristus yang rendah hati itu mulai dibaringkan di temp at tidur yang menyala. Namun, karena pemeliharaan Allah, tempat tidur itu teras a seperti bulu-bulu yang lembut dan Lawrence yang saleh terbaring di sana lalu mati seolah-olah sedang beristirahat dengan pulas.

Di Afrika, penganiayaan yang sangat hebat mulai berkobar. Ribuan orang menjadi martir bagi Kristus. Sekali lagi, kita hanya bisa mengisahkan beberapa cerita saja dari mereka.

Di Utica, tepat di barat daya Kartago, gubernur provinsi memerintahkan agar 300 orang Kristen ditempatkan di sekeliling pinggiran lubang pembakaran kapur yang sedang menyala. Sepanci batu arang dan dupa untuk menyembah berhala disiapkan lalu orang-orang Kristen diberi tahu bahwa mereka harus memilih: memberikan persembahan kepada dewa Jupiter atau dilemparkan ke dalam lubang. Semua menolak kemudian bersama-sama melompat ke dalam lubang yang membuat napas mereka tercekik, terbakar dalam asap, dan nyala api yang mengerikan.

Tidak jauh dari sana, tiga orang perawan Kristen, Maxima, Donatilla, dan Secunda, dijatuhi hukuman karena menolak untuk menyangkal Kristus. Mereka diberi empedu dan cuka untuk diminum, mungkin untuk meringankan penderitaan mereka, atau untuk meniru Yesus (lihat Matius 27:34). Mereka kemudian dicambuk dengan kejam dan luka-lukanya digosok dengan jeruk limau. Setelah itu mereka digantung dan disiksa di gantungan lalu dihanguskan dengan batang logam menyala, dicabik-cabik oleh binatang buas dan akhirnya dipenggal kepalanya.

Di Spanyol, Fructuosus, penilik gereja di Tarragona dan dua diakennya, Augurius dan Eulogius, dijadikan martir dalam kobaran api.

Di Palestina, Alexander, Malchus, Priscus, dan seorang perempuan yang tidak diketahui namanya dihukum dengan cara diumpankan kepada singa-singa sete1ah dinyatakan di depan umum bahwa mereka adalah orang Kristen. Hukuman mereka dilaksanakan segera.

Pada tahun 260 M, anak Valerian, Gallienus, menggantikannya. Selama pemerintahan Gallienus gereja terbebas dari penganiayaan secara umum selama beberapa tahun.



Penganiayaan Kesembilan di Bawah Aurelian (Lucius Domitius Aurelianus) (270-275 M)


Ahli sejarah mengenal Aurelian sebagai Kaisar Roma yang mengendalikan kaum barbar di seberang Sungai Rhine ke bawah pengawasan kekaisaran dan merebut kem¬bali Inggris, Prancis, Spanyol, Syria, dan Mesir menjadi bagian kekaisaran. Orang-orang Kristen mengenalnya sebagai seorang barbar lain dan penganiaya gereja Yesus Kristus.

Penilik gereja di Roma, Felix, merupakan martir pertama selama pemerintahan Aurelian. Felix dipancung di tahun 274 M.

Di Praeneste, kota yang berjarak sekitar 48 km dari Roma, seorang muda yang kaya bernama Agapetus menjual semua yang ia miliki dan memberikan uangnya kepada orang miskin. Akibatnya, sebagai orang Kristen ia ditangkap, disiksa, dan dipancung.

Aurelian dibunuh oleh pegawainya sendiri dan digantikan oleh Tacitus. Beberapa Kaisar lainnya berturut-turut memerintah: Propus, Carns, dan anak-anaknya Carnious dan Numerian. Selama pemerintahan mereka gereja aman.



Penganiayaan Kesepuluh, di Bawah Diocletian (284-305 M)


Penganiayaan sebelumnya hanya merupakan pendahuluan untuk penganiayaan di bawah Diocletian - ini adalah yang terburuk dari semuanya. Keinginannya untuk menghidupkan kembali agama kafir Roma kuno bukan hanya menuntun pada penganiayaan orang-orang Kristen, melainkan juga merupakan penganiayaan yang paling utama di kekaisaran Romawi.

Pada awal pemerintahannya, Diocletian bersikap lunak kepada orang-orang Kristen. Namun, beberapa orang dibunuh sebelum penganiayaan yang besar meledak. Di bawah ini ada beberapa contoh.

Di Roma, si kembar Marcus dan Marcellianus dibesarkan sebagai orang Kristen oleh tutor mereka meskipun orangtua mereka masih kafir. Kesetiaan mereka kepada Kristus membungkam argumen orang-orang yang ingin menjadikan mereka kafir dan akhirnya berakibat pada pertobatan seluruh keluarga mereka. Oleh karena iman mereka, tangan mereka diikat di atas kepala mereka di tiang dan kaki mereka dipaku di tiang. Mereka dibiarkan tetap seperti itu selama satu hari satu malam kemudian ditusuk dengan tombak.

Oleh karena keteguhan iman mereka, Zoe, istri kepala penjara, juga bertobat kepada Kristus. Tidak lama sesudahnya, ia dibunuh dengan digantung di pohon dan dibakar dengan kobaran api jerami di bawahnya. Setelah ia mati karena terbakar, banyak batu diikatkan ke sekeliling tubuhnya dan ia dilemparkan ke dalam sungai terdekat.

Faith, seorang perempuan Kristen, di Aquitaine [atau Aquitania], sebuah wilayah di Prancis selatan, diletakkan di atas batang logam menyala dan dipanggang kemudian dipancung.

Di Roma pada 287 M, Quintin dan Lucian diutus untuk memberitakan Injil ke daerah Gaul. Untuk beberapa saat mereka memberitakan Injil bersama-sama di Amiens di Prancis Utara. Kemudian Lucian pergi ke kota lain dan di sana ia menjadi martir. Quintin pergi ke Picardy dan sangat tekun dalam penginjilannya. Namun, tidak lama setelah pergi ke sana, ia ditangkap dan dijatuhi hukuman. Ia mati sebagai orang Kristen. Untuk membuat kematiannya menyedihkan, tali diikatkan pada tang an dan kakinya lalu ia direntangkan dengan kerekan sampai sendi-sendinya terlepas, kemudian ia dicambuki dengan cemeti dari kawat, dituangi minyak, dan aspal mendidih di tubuhnya yang telanjang lalu api dinyalakan pada rusuk dan ketiaknya. Setelah semua siksaan ini, ia dikembalikan ke dalam penjara dan ia segera meninggal karena luka-lukanya. Batu yang berat diikatkan ke tubuhnya dan ia dilernparkan ke dalam Sungai Somme.

Pada tanggal 22 Juni 287, seorang Kristen bernama Alban menjadi martir pertama di Inggris. Kota St. Alban di daerah Hertfordshire diberi nama sesuai namanya. Alban sebe1umnya adalah orang kafir, tetapi pelayan Kristen yang bernama Amphibalus meyakinkannya tentang kebenaran Kristus. Ketika Amphibalus dicari penguasa karena agamanya, Alban menyembunyikannya di rumahnya. Ketika para prajurit di sana mencari-carinya, Alban berkata bahwa ia adalah Amphibalus untuk memberi waktu baginya untuk melepaskan diri. Kebohongan itu diketahui dan gubernur memerintahkan agar Alban dicambuki kemudian dipancung.

Bede yang Dimuliakan, teolog dan ahli sejarah Anglo-Saxon yang menulis the Ecclesiastical History of English Nation pada tahun 731 M menyatakan bahwa pelaksana hukuman Alban tiba-tiba bertobat menjadi Kristen dan memohon kepada Alban supaya diizinkan mati baginya atau bersamanya. Ia diberi izin untuk mati bersamanya dan mereka berdua dipancung oleh prajurit yang dengan suka re1a bertindak sebagai pelaksana hukuman.

Selama pemerintahan Diocletian, Galerius, anak angkat dan penerusnya, di¬hasut oleh ibunya yang adalah orang kafir yang fanatik agar meyakinkan Kaisar agar menyingkirkan kekristenan dari kekaisaran Romawi.

Hari yang dijadwalkan untuk memulai pekerjaan berdarah adalah 23 Februari 303. Hal itu dimulai di Nicomedia, ibukota Kekaisaran Romawi Timur pada zaman Diocletian. Pad a pagi-pagi hari itu, kepala polisi, sejumlah besar petugas, dan asisten mereka berjalan menuju gereja utama Kristen lalu memaksa membuka pintunya dan merobohkan bangunan itu kemudian mem¬bakar semua buku-buku kudusnya.

Diocletian dan Galerius menyertai mereka untuk menyaksikan awal dari akhir agama Kristen. Oleh karena tidak puas dengan pembakaran buku-buku itu, mereka meratakan bangunan itu dengan tanah. Setelah itu, Diocletian mengeluarkan keputusan bahwa semua gereja dan buku Kristen harus dihancurkan serta semua orang Kristen ditangkap sebagai pengkhianat terhadap kekaisaran.

Ketika keputusan itu ditempelkan di tempat-tempat umum, seorang Kristen yang berani segera merobeknya dan mence1a nama Kaisar karena sikapnya yang tidak adil. Oleh karena sikap kebenciannya yang terbuka kepada Kaisar, ia ditangkap, disiksa, dan dibakar sampai mati.

Setiap orang Kristen di Nicomedia ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara. Untuk menentukan kepastian dan kekerasan hukuman mereka, Galerius dengan diam-diam memerintahkan agar istana kaisar dibakar dan orang-orang Kristen disalahkan sebagai pe1akunya. Sejak itu penganiayaan secara umum dimulai di seluruh kekaisaran dan berlangsung se1ama 10 tahun. Selama itu ribuan orang Kristen menjadi martir. Tidak peduli berapa pun umur dan jenis kelamin mereka, tidak ada seorang pun yang dikecualikan. Pad a tahun 286 M, Diocletian membagi kerajaan menjadi dua Timur dan Barat sebagai tindakan untuk menguasai wilayah itu dengan lebih efektif dan penganiayaan yang hebat terjadi di Timur, yaitu di bawah kekuasaannya. Pada tahun 293 M, ia menjadikan Aurelius Valerius Constantius, ayah Konstantinus, sebagai kaisar di wilayah Barat atas Gaul dan Inggris.

Nama "Kristen" menjadi nama yang dibenci di antara orang-orang kafir dan siapa pun yang memikul nama itu tidak menerima be1as kasihan dari mereka. Mereka sekali lagi disalahkan atas setiap bencana dan nasib buruk yang dialami orang-orang kafir. Kebohongan terburuk dan cerita yang paling tidak masuk akal bisa dikisahkan ten tang mereka, dan dengan cepat dipercayai. Bentuk siksaan yang mereka rancang jauh melampaui imajinasi.

Banyak rumah orang Kristen yang dibakar api dan se1uruh keluarga mereka ikut terbakar di dalamnya. Batu-batu yang be rat digantungkan di leher banyak orang dan mereka diikat bersama-sama lalu dimasukkan ke dalam Laut Marmara. Alat perentang, cambuk, api, pedang, belati, salib, racun, dan kelaparan sering kali digunakan secara individual maupun kolektif. Di daerah Phrygia, sebuah kota yang semua penduduknya Kristen dibakar lalu semua penduduknya didorong ke dalam kobaran api sehingga binasa.

Akhirnya sete1ah capai dengan pembantaian, beberapa gubernur provinsi memohon kepada Kaisar agar kekejaman itu dihentikan karena tindakan di beberapa wilayah Romawi itu tidak tepat. Jadi, banyak orang Kristen yang diselamatkan dari kematian, tetapi dipotong tangan atau kakinya sedemikian rupa untuk membuat hidup mereka memilukan. Banyak orang yang dipotong te1inganya, dikerat hidungnya, dicungkil satu atau kedua matanya, dilepaskan tulangnya dari sendinya, dan dibakar dagingnya di tempat-tempat yang mencolok sehingga mereka ditandai se1amanya sebagai orang Kristen.

Seperti halnya semua penganiayaan umum, hanya beberapa cerita yang bisa dikisahkan, tetapi mewakili ribuan orang yang dianiaya tanpa belas kasihan dan mati dengan cara yang mengerikan.

Sebastian adalah kepala penjaga Kaisar di Roma. Selama masa penganiayaan karena ia menolak untuk menyangkal imannya kepada Kristus dan menyembah berhala, Diocletian memerintahkan agar ia ditembak dengan panah, yang dilakukan sampai ia dianggap sudah mati. Ketika beberapa orang Kristen muncul untuk mengambil tubuhnya dan menguburkannya, mereka melihat tanda-tanda kehidupan padaaya dan segera membawanya ke tempat yang aman lalu ia pulih dari luka -lukanya. Terlepasnya dari kematian hanya berlangsung singkat. Segera sete1ah bisa berjalan, ia mendekati Dioc1etian di jalan-jalan, menegurnya atas kekejaman, dan ketidakadilannya terhadap orang-orang Kristen. Meskipun eerkejut karena melihat Sebastian masih hidup, Kaisar segera memerintahkan agar ia ditangkap lalu dibawa ke temp at eksekusi dan dipukuli sampai mati. Untuk mencegah agar orang-orang Kristen tidak menemukan tubuhnya kali ini, ia memerintahkan agar tubuhnya dilemparkan ke saluran pem¬buangan di Roma. Namun Lucinda, seorang perempuan yang saleh, menemukan cara untuk mengambilnya dari saluran pembuangan dan menguburkannya di katakombe di antara tubuh-tubuh para martir lainnya.

Vitus diajar prinsip-prinsip kekristenan oleh seorang perawat yang mernbesarkannya. Ketika ayahnya, Hylas, yang kafir menemukan hal ini, ia berusaha mempertobatkan ia ke kepercayaan kafir, tetapi gagal untuk meredakan kemarahan dewa-dewanya atas penghinaan yang dilakukan anaknya kepada dewa mereka, ia mengurbankan Virus kepada mereka pada tanggal 14 Juni 303.

Orang Kristen yang baik, Victor, menghabiskan banyak waktu mengunjungi orang-orang sakit dan lemah lalu memberi banyak uang kepada orang-orang miskin. Oleh karena dikenalluas sebagai orang Kristen yang senang beramal, ia segera mendapat perhatian Kaisar dan ditangkap lalu diperintahkan untuk diikat, diseret sepanjang jalan, dicambuki, dan dilempari batu oleh orang-orang kafir sepanjangjalan. Keteguhan imannya dicela sebagai kebande1an dan ia diperintahkan untuk direntang dengan alat perentang lalu ia terus disiksa sementara perentangan dilakukan. Victor menahan siksaan itu dengan keberanian yang besar dan ketika para penyiksanya merasa kecapaian dengan tindakan mereka, mereka mernasukkan ia ke dalam sel, Di sana, ia memberitakan Kristus kepada sipir penjara dan tiga di antara mereka, Alexander, Longinus, dan Felician menerima Kristus.

Ketika berita ini sampai pada Kaisar, ia memerintahkan ketiga sipir penjara itu pergi ke blok pe1aksana hukuman. Di sana mereka dipancung. Victor dibawa kembali ke alat perentang dan dipukuli dengan pen tung kemudian dikembalikan ke penjara. Kali ketiga ia diperiksa, mezbah kafir dengan berhala di atasnya dibawa masuk dan ia diberi dupa lalu diperintahkan untuk mempersembahkan kurban kepada berhala itu. Oleh karena marah, Victor menghentakkan kakinya ke mezbah itu dan menggulingkannya. Hal ini membuat marah sang Kaisar, yang hadir di situ sehingga ia memerintahkan agar kaki Victor dipotong. Ia kemudian dilemparkan ke dalam gilingan gandum dan diremukkan di bawah batu penggilingan itu.

Suatu kali ketika Maximus, gubernur provinsi Silisia, berada di Tarsus, tiga orang Kristen, Tarchus, Probus, dan Andronicus dibawa ke hadapannya dan berulang-ulang disiksa dan dinasihati untuk menyangkal iman mereka kepada Kristus. Ketika mereka tidak mau, mereka dikirimkan ke amphitheater untuk dieksekusi. Di sana beberapa binatang yang kelaparan dilepaskan untuk menyerang orang-orang Kristen, tetapi tidak satu pun yang mau menyerang. Penjaga hewan itu kemudian memasukkan singa betina yang ganas dan beruang yang besar yang telah membunuh tiga orang pada hari yang sarna, tetapi kedua binatang itu menolak menyerang mereka. Oleh karena frustrasi dalam usahanya menyiksa mereka sampai mati dengan gigi dan eakar binatang buas, Maximus menyuruh membunuh mereka dengan pedang.

Romanus adalah diaken gereja di Kaisarea. Ditangkap di sana, ia dibawa ke Antiokhia dan ia dijatuhi hukuman karena imannya, dieambuki, direntang tubuhnya, dieabik dengan kaitan, dipotong dengan pisau di tubuh, dan wajahnya, giginya dicacbut, rambutnya dicabut dari kepalanya kemudian dicekik sampai mati.

Susanna yang saleh, yang adalah keponakan Caius, penilik gereja di Roma, diperintahkan oleh Diocletian untuk menikah dengan saudaranya yang kafir yang terhormat. Oleh karena menolak, ia dihukum paneung.

Peter, sida-sida dan budak Kaisar, menjadi orang Kristen dengan kesopanan dan kerendah-hatian yang besar. Ketika Kaisar mendengar hal ini, ia memerintahkan Peter untuk diikat ke batang logam menyala lalu dipanggang di atas api yang keeil sampai mati. Hal itu membutuhkan waktu beberapa jam.

Eulalia adalah perempuan muda yang sangat manis dari keluarga Kristen Spanyol. Ketika ia ditangkap karena menjadi orang Kristen, petugas sipil berusaha mempertobatkan ia pada paganisme, tetapi ia begitu merendahkan dewa -dewa kafir sehingga ia sangat marah lalu memerintahkan agar ia disiksa dengan siksaan yang sangat berat. Selama penyiksaannya, kaitannya disisipkan ke dalam rusuknya kemudian ditarik menembus dagingnya dan dadanya dibakar sampai hangus. Penderitaannya sangat hebat; akhirnya ia mati. Ini terjadi pada bulan Desember 303.

Pada tahun 304, gubernur Tarragona, di Spanyol, memerintahkan Valerius, seorang penilik, dan Vincent, ditangkap, dijepit dengan rantai, dan dipenjara. Kedua orang itu berpegang erat pada iman mereka, tetapi karena alasan yang tidak diketahui penilik itu hanya dibuang dari Tarragona sementara diakennya menjalani siksaan yang mengerikan. Ia diikat pada alat perentang dan direntang sampai sendi-sendinya terlepas, kaitan disisipkan ke bagian dagingnya yang lunak kemudian ditarik, kemudian ia diikat pada batang logam menyala yang memiliki paku besar pada ujungnya, yang ditusukkan ke dalam dagingnya sementara api dinyalakan di bawahnya. Oleh karena tidak satu pun siksaan itu yang bisa mem¬bunuhnya atau mengubah imannya yang teguh, ia dimasukkan ke dalam se1 penjara yang kotor yang memiliki banyak batu api yang tajam dan pecahan kaca yang menutupi lantainya. Oleh karena siksaan itu ia meninggal pada 22 J anuari 304.

Kedahsyatan dan kekejaman pengani¬ayaan orang Kristen mencapai puncaknya pada tahun 304 M, tahun sebe1um Dioc1etian mundur sebagai Kaisar Romawi. Seolah-olah orang kafir merasakan bahwa perubahan akan terjadi dan mereka ditentukan untuk menimbulkan kesusahan sehebat mungkin pada orang-orang Kristen semampu mereka sebe1um waktu penganiayaan se1esai. Sekali lagi, kita hanya bisa mengisahkan beberapa cerita tentang orang-orang yang menjadi martir pada tahun itu.

Di Afrika, seorang imam Kristen bernama Saturninus disiksa, dimasukkan ke dalam penjara dan menderita ke1aparan sampai mati. Keempat anaknya mengalami nasib yang sama.

Di Tesalonika, di wilayah yang kemudian menjadi provinsi Makedonia di Romawi, tiga bersaudara Agrape, Chionia, dan Irene, ditangkap dan dibakar sampai mati pada 25 Maret 304. Irene diberi perlakuan khusus oleh gubernur yang tertarik pada kecantikannya. Ketika ia menegur rayuannya, ia memerintahkan agar ia ditelanjangi dan dipertontonkan di jalan-jalan kota, lalu dalam keadaan itu, ia digantung di tembok kota dan dibakar .

Empat bersaudara, Victorius, Carpophorus, Severus, dan Severianus, dipekerjakan di kantor tinggi di kota Roma. N amun, ketika terdengar bahwa mereka adalah orang-orang Kristen dan berbicara menentang penyembahan berhala, mereka ditangkap dan dicambuki dengan cemeti seperti sembilan ekor kucing yang memiliki bola timah yang diikatkan pada bagian ujungnya. Pencambukan itu begitu dahsyat sehingga keempat bersaudara itu mati di tempat pencambukan.

Timothy, seorang diaken gereja di provinsi Mauritania di Romawi, dan Maura, baru saja menikah selama beberapa minggu ketika penganiayaan menimpa mereka dan mereka ditangkap karena mereka adalah orang Kristen. Segera sete1ah mereka ditangkap, mereka dibawa ke depan gubernur provinsi, Arrianus, yang menyadari bahwa Timothy bertanggung jawab meme1ihara Kitab Suci di gerejanya. Ia memerintahkan kepada Timothy untuk menyerahkan Alkitab kepadanya untuk dibakar. Kepada perintah itu Timothy menjawab, "[ika saya memiliki anak, saya akan menyerahkan mereka kepadamu lebih dahulu untuk dipersembahkan daripada saya harus menyerahkan firman Allah."

Marah karena mendengar jawaban ini, Arrianus memerintahkan agar mata Timothy dibakar dengan besi yang panas menyala dan berkata, "Buku itu tidak akan berguna bagimu sebab kamu akan tidak memiliki mata untuk membaca buku itu."

Keberanian Timothy dalam menjalani penderitaan yang mengerikan membuat Arrianus begitu marah sehingga ia memerintahkan agar ia digantung kakinya dengan gantungan beban pada lehernya dan mulutnya disumbat, sambil berpikir bahwa itu akan menaklukkan keteguhan imannya.

Istri Timothy, Maura, yang dipaksa untuk melihat semua ini, meminta kepadanya untuk menyangkal, demi istrinya, supaya ia tidak hams menyaksikan siksaan seperti itu. Namun, ketika sumbat itu dilepaskan dari mulut Timothy sehingga ia bisa menjawab permohonan istrinya yang mendesak, bukannya menyetujui permintaannya, ia justru menuduh istrinya memiliki cinta yang salah dan menyatakan tekadnya untuk mati demi imannya kepada Kristus. Akibatnya, Maura memutuskan untuk mengikuti keberanian suaminya dan bersedia menyertai atau mengikutinya masuk dalam kemuliaan. Oleh karena gagal menghentikan keputusan bam Maura, Arrianus memerintahkan agar ia diberi siksaan yang berat. Timothy dan Maura disalibkan bersebelahan.

Sabinus, Uskup Assisium di provinsi Tuscany, menolak memberikan kurban kepada Jupiter, dewa tertinggi Romawi, dan menyingkirkan berhala itu darinya. Melihat itu, gubernur menyuruh tangannya yang mendorong berhala itu untuk dipotong. Namun, ketika berada di penjara, Sabinus mempertobatkan gubernur itu dan keluarganya menjadi Kristen. Oleh karena pengakuan atas iman kepada Allah yang sejati yang bam mereka temukan, mereka semua dieksekusi. Segera setelah itu, Sabinus dicambuki sampai ia mati. Hal itu terjadi pada bulan Desember 304.

Di Phoenicia, tempat ia dilahirkan, Pamphilus terkenal sebagai seorang yang sangat cerdas dan berpendidikan tinggi sehingga ia disebut Origen kedua. Ia menjadi anggota imam di Kaisarea, ibukota Yudea Romawi, yang ditetapkan sebagai perpustakaan umum, mengabdikan dirinya untuk setiap amal dan pelayanan Kristen. Sebagai bagian dari pekerjaannya, ia menyalin bagian terbesar dari tulisan Origen dengan tangannya sendiri yang dibantu oleh imam lain, Eusebius, menghasilkan salinan Perjanjian Lama yang benar, yang sebelumnya mengalami banyak kesalahan fatal karena keteledoran atau ketidaktahuan ahli kitab sebelumnya. Oleh karena melakukan pekerjaan semacam itu, ia ditangkap, disiksa, dan dihukum mati.

Pada tahun 305 M, Diocletian mengundurkan diri sebagai kaisar tertinggi Romawi dan menyerahkan kekaisaran kepada Aurelius Valerius Constantius, yang telah ia jadikan kaisar di Barat pada tahun 293 M dan Gaius Galerius Valerius Maximianus, yang adalah menantunya dan yang sudah memerintah sebagai kaisar bersamanya di Timur. Constantius seorang yang sikapnya lembut; watak dan karakternya baik. Di bawah pemerintahannya, orang-orang Kristen di Barat mengalami masa kelegaan untuk pertama kalinya dari penganiayaan yang telah mereka alami selama bertahun-tahun. Namun di Timur, penganiayaan yang kejam masih berlanjut di bawah kekuasaan Galerius sebab dialah yang menghasut Diocletian untuk melakukan penganiayaan besar yang akan menghapus gereja Kristen dari muka bumi. Namun, ia gagal melakukannya, seperti juga semua penganiayaan lainnya sebab Kristus akan mendirikan gereja-Nya di atas bumi sampai Dia datang kembali.

Kegagalan orang-orang kafir untuk menghancurkan gereja Kristus merupakan awal dari berakhirnya penganiayaan di Kekaisaran Romawi sebab Allah memiliki pemenang yang segera akan Dia tempatkan sebagai kaisar atas seluruh Romawi.


Disalin dari :

John Foxe, Foxe's Book of Martyrs, Kisah Para Martir tahun 35-2001, Andi, 2001.
http://www.hrionline.ac.uk/johnfoxe/intro.html
Online Version : http://www.ccel.org/f/foxe/martyrs/home.html
Atau di http://www.the-tribulation-network.com/ ... rs_toc.htm


Top
 Profile  
 
 Post subject:
PostPosted: Mon May 28, 2007 6:57 am 
Offline
Merdeka dlm Kristus
Merdeka dlm Kristus
User avatar

Joined: Fri Jun 09, 2006 5:20 pm
Posts: 8003
KISAH PARA MARTIR



III. KONSTANTINUS AGUNG (Kaisar Romawi : 306-337 M



Pada tahun 293 M, ketika Kaisar Diocletian menjadikan Constantius kaisar atas Gaul dan Inggris, anak Constantius, Konstantinus, ditahan di pengadilan Galerius, Kaisar Timur sebagai sandera. Pada tahun 305 M, ia melepaskan diri dan bergabung dengan
ayahnya di Barat.

Ketika Diocletian mundur sebagai kaisar Romawi pada tahun yang sama, Galerius, yang menggantikannya, memilih Maximian dan Severus sebagai kaisar di bawahnya. Constantius memilih anaknya, Konstantinus, sebagai kaisar di bawahnya. Meskipun Italia dan Afrika merupakan bagian dari kekaisaran di Barat, Constantius menolak untuk memerintah di sana karena kesulitan untuk mengatur mereka. Ia memilih untuk berkuasa hanya di Prancis, Spanyol, dan Inggris. Jadi, Italia dan Afrika masuk di bawah kekuasaan Maximian di Timur. Meskipun penganiayaan berlanjut di Timur untuk beberapa saat, di Barat di bawah kekuasaan Constantius dan Konstantinus penganiayaan itu sudah berhenti secara jelas.

Kedua orang itu antusias untuk menjaga hubungan yang baik dengan warga negara mereka, mendukung dan memperlakukan sernua sama.

Constantius seorang sipil, yang penuh perhatian, lemah lembut, lunak dan memberi kebebasan, yang ingin rnelakukan kebaikan kepada sernua orang yang berada di bawah kekuasaannya. Cyrus "Muda" (424? - 401 S.M.) suatu kali berkata bahwa ia mendapat kekayaan bagi dirinya sendiri jika ia membuat teman-temannya kaya, dan Constantius sering kali berkata bahwa lebih baik bawahannya memiliki kekayaan bersama daripada menimbunnya dalam gudang perbendaharaannya sendiri. Pada dasarnya ia seorang yang puas dengan kehidupan yang sederhana, makan dan minum dari peralatan yang terbuat dari tanah liat daripada dengan bahan-bahan yang mewah. Akibat kebaikannya yang luar biasa, ada kedamaian dan ketenangan di provinsi yang ia perintah.

Sebagai tambahan untuk sikap-sikap baiknya, dikatakan bahwa ia mengasihi dan menghargai firrnan Allah; mengarahkan hidupnya dan berkuasa berdasarkan prinsip-prinsip firman Allah. Oleh karena itu, ia tidak terlibat dalarn perang yang bertentangan dengan kesalehan dan doktrin Kristen; pun ia rnenolak untuk mernbantu para pemimpin lain yang terlibat dalam perang yang tidak adil, ia menghentikan perusakan gereja-gereja dan memerintahkan agar orang-orang Kristen dipelihara, dilindungi dan diamankan dari semua luka-luka yang disebabkan oleh penganiayaan. Namun, di bagian lain kekaisaran itu, penganiayaan masih berlan jut tanpa berkurang - hanya Constantius yang mengizinkan orang-orang Kristen mempraktikkan iman mereka tanpa dihalangi.

Pad a satu di antara kesempatan Constantius memutuskan untuk menguji apakah anggota pengadilannya adalah orang Kristen yang baik dan tulus. Ia memanggil semua pejabat dan pelayannya bersama-sama lalu rnernberi tahu rnereka bahwa hanya orang-orang yang bersedia melakukan pengurbanan kepada roh-roh jahat yang akan menyertainya dan tetap menduduki jabatannya serta bahwa orang-orang yang menolak melakukannya akan disingkirkan dan dibuang dari pengadilannya. Ketika mendengarnya, para hadirin di sidangnya mernisahkan diri mereka sendiri menjadi kelompok-kelompok, yang darinya Kaisar memisahkan orang-orang yang ia ketahui kuat imannya dan saleh.

Kaisar dengan tajam menegur orang-orang yang mau mempersembahkan kurban; ia rnenyebut mereka pengkhianat terhadap Allah dan tidak layak untuk menjadi anggota pengadilannya lalu memerintahkan agar mereka dibuang. Ia memuji orang-orang yang menolak untuk mempersembahkan kurban kepada roh-roh jahat dan mengakui Allah serta menyatakan bahwa mereka sendiri yang layak untuk berada di hadapannya. Ia memerintahkan agar mereka ditempatkan sebagai penasihat kepercayaannya dan pembela pribadi dan kerajaannya. Ia berkata bahwa mereka bukan hanya layak berada di kantornya, tetapi ia memandang mereka sebagai teman-temannya yang sejati dan menghargai mereka lebih dari kekayaan harta bendanya.

Constantius meninggal pada tahun 306 M dan tentara mengelu-elukan Konstantinus sebagai Kaisar. Banyak orang Kristen percaya bahwa Konstantinus sebagai Musa kedua yang dikirimkan Allah untuk me1epaskan umat-Nya dari pembuangan menuju kebebasan yang penuh sukacita.

Flavius Valerius Constantinus (Konstaninus), yang dilahirkan sekitar tahun 280 M, di kota Naissus di provinsi Moesia Romawi, sebuah wilayah kuno di Eropa Tenggara yang belakangan disebut Serbia. Ayahnya, Constantius, adalah anggota keluarga Romawi yang penting. Ibunya, Helena, adalah anak perempuan pemilik losmen.

Sebelum tahun 312 M, Konstantinus tampak seperti seorang kafir yang bersikap toleran yang bersedia mengumpulkan pe1indung surgawi untuk menolongnya, tetapi tidak mengikatkan diri pada satu dewa apa pun. Namun se1ama mas a 312-324 M, ia mulai menerima Allah yang sejati dan beberapa kali memberikan sumbangan kepada gereja dan penilik (uskup) secara individual. Setelah kekalahan rival politiknya, Kaisar Lisinius, di Chrysopolis pada 18 September 324, Konstantinus secara terbuka mengaku sebagai orang Kristen.

Meskipun ia bersikap sebagai penguasa yang murah hati seperti ayahnya, Konstantinus memerintah dengan kekuasaan yang absolut, menekan, dan tirani. Dan meskipun ia memasukkan Uskup sebagai dewan penasihatnya, dan hukum-hukumnya tentang perlakuan terhadap budak dan tahanan me nunjukkan pengaruh ajaran Kristen, ia menyuruh anak laki-lakinya yang tertua, Crispus dan istrinya yang kedua, Fausta, dihukum mati. Seperti banyak orang selama zamannya, kehidupan dan kelakuan Konstantinus merupakan campuran antara kekristenan dengan kekafiran.

Tiga peristiwa penting menandai pemerintahan Konstantinus. Ia merupakan kaisar Romawi Kristen pertama, ia membuat agama Kristen sebagai agama resmi dan ia mendirikan kota Konstantinopel. Konstantinopel menjadi ibukota Kekaisaran Romawi Timur dan menjadi simbol kemenangan Kristen. Konstantinus mati pada tanggal22 Mei 327. Sebe1um kematiannya, ia membagi kekaisaran Romawi di an tara ketiga anaknya yang masih hidup.

Ketika Konstantinus pertama kali menjadi kaisar di Barat, ia menghadapi banyak masalah dengan orang-orang lain yang juga merasa berhak atas takhtanya. Maximian telah mundur sebagai kaisar dan anaknya, Maxentius, dipilih menjadi kaisar Romawi oleh tentara. Oleh karena Italia adalah wilayah kekaisaran Barat, ia juga merasa dirinya sebagai kaisar yang paling tinggi di seluruh kekaisaran Romawi. Kekuasaan militernya berlanjut selama pemerintahan Konstantinus. Senat Romawi sangat takut terhadap Maxentius dan mereka ragu-ragu untuk melawannya. Oleh karena desakan mereka, ayahnya, Maximian, yang sebelumnya menjadi kaisar, mulai merancang cara agar ia bisa mengendalikan wilayah yang jauh dari anaknya. Ia berusaha mengajak Diocletian untuk bergabung dengannya dalam usaha untuk menggulingkan Maxentius, tetapi Diocletian menolak untuk membantu. Para prajurit yang telah memilih Maxentius menjadi kaisar tahu tentang rencana ayahnya untuk memberhentikannya dan mengatakan kepada Maximian bahwa mereka tidak akan membiarkan gerakan semacam itu.

Ketika ia tidak bisa melakukan gerakan melawan Maxentius, Maximian mengalihkan perhatiannya pada Prancis tempat Konstantinus memerintah. Ia pergi menemui Konstantinus dan pura-pura mengeluh kepada Kaisar ten tang anaknya, tetapi maksudnya sebenarnya adalah untuk membunuh Konstantinus, dan merebut kekaisaran Barat. Namun, Konstantinus telah menikah dengan anak perempuan Maximian, Fausta; dan ketika ia menemukan rencana ayahnya, ia menyampaikan berita itu kepada Konstantinus. Maximian ditangkap ketika ia berusaha melarikan diri ke Prancis dan dieksekusi.

Sementara itu, Maxentius memerintah di Roma dengan kejahatan yang tidak bisa ditolerir. Ia bersikap seperti itu sehingga banyak orang memandangnya sebagai Firaun atau Nero lainnya karena ia menghukum mati banyak orang terhormat dan merampas harta mereka. Sering kali ia meledak-ledak kemarahannya dan memerintahkan kepada para prajuritnya untuk membunuh sejumlah besar penduduk Romawi. Ia tidak membiarkan tindakan yang ambisius dan dahsyat tanpa diperiksa. Ia juga keranjingan seni sihir. Ia sering kali memanggil roh-roh jahat untuk membantu kejahatannya dan mencari hikmat dari mereka sehing ga ia bisa melawan perang yang ia yakini dipersiapkan Konstantinus terhadapnya.

Maxentius juga pura-pura bersikap lunak terhadap orang-orang Kristen. Berharap untuk membuat penduduk Romawi sebagai temannya, ia memerintahkan mereka untuk tidak lagi menganiaya orang Kristen dan ia sendiri menghentikan tuduhannya yang arogan terhadap mereka. Namun, hal ini hanya berlangsung sesaat, dan ia sekali lagi menjadi penganiaya secara terbuka.

Oleh karena bosan dengan pencurahan darah dan kekuasaan Maxentius yang tirani, penduduk Romawi mengeluh kepada Konstantinus. Mereka memohon dengan sangat kepadanya untuk turut campur melepaskan kota dan negara mereka dari Maxentius. Konstantinus mendengarkan permohonan mereka dan bersimpati pada mereka. Ia menulis surat kepada Maxentius dan memohon kepadanya untuk menghentikan tindakannya yang jahat dan kekejamannya. N amun, suratnya tidak menghasilkan apa-apa. Oleh karena itu ia mengumpulkan tentaranya di Inggris dan Prancis lalu bersiap memasuki Roma pada tahun 313 M

Maxentius bersiap-siap menyambut kedatangan tentara Konstantinus. Oleh karena ia tidak ingin bertemu Konstantinus di peperangan terbuka, ia mendirikan garnisun yang bersembunyi di sepanjang jalan menuju kota untuk menyergap pasukan Konstantinus secara tiba-tiba. Meskipun mengalami banyak pertempuran kecil, Konstantinus memenangkan setiap peperangan itu.

Konstantinus karena masih dikuasai oleh takhayul kafir, merasa khawatir dengan kekuatan sihir yang ia dug a dimiliki Maxentius dan berusaha memikirkan jalan untuk mengalahkan sihirnya. Dikisahkan bahwa ketika ia mendekat ke Roma, Konstantinus me1ihat ke atas berkali-kali ke langit dan berharap untuk mendapatkan tanda pertolongan. Sekitar senja hari pada suatu hari ia menatap ke langit se1atan dan melihat cahaya yang sangat terang dalam bentuk salib, dan di kayu itu ada tulisan: In hoc vince, yang berarti "Dengan ini mendapat kemenangan." Eusebius Pamphilus, seorang petugas di ten tara Konstantinus, berkata bahwa ia sering kali mendengar Konstantinus menceritakan visinya tentang salib itu dan bersumpah bahwa ia juga me1ihat tanda salib serta tulisan itu. Banyak prajurit yang meneguhkan penglihatan Konstantinus juga.

Konstantinus tidak tahu apa arti penglihatan itu dan berkonsultasi dengan banyak pasukannya tentangnya, tetapi tidak seorang pun yang memiliki jawaban. Malam itu Kristus menampakkan diri kepadanya dalam mimpi dengan memegang salib dan memberi tahu bahwa jika ia mau membuat salib semacam itu dan membawa ke dalam pertempuran bersamanya ia akan selalu menang.

Salib itu tidak diberikan kepada Konstantinus sebagai simbol takhayul yang memiliki kuasa dalamnya untuk memenangkan peperangan, melainkan sebagai pengingat terus-menerus baginya dan tentaranya untuk mencari hikmat dan iman kepada Pribadi yang nama-Nya akan mereka bela bagi kemuliaan-Nya; dan untuk menyebarkan kerajaan-Nya.

Keesokan harinya, Konstantinus menyuruh membuat salib dari em as dan batu berharga yang mereka bawa ke tempat pangkalannya. Dengan salib di depan mereka dan pengharapan serta keyakinan yang diperbarui bersama mereka, Konstantinus dan tentaranya bergegas menuju Roma.

Maxentius sekarang tahu bahwa ia harus menemui pasukan Konstantinus dalam peperangan terbuka,jadi ia menggerakkan pasukannya ke lapangan di seberang Sungai Tiber. Ia kemudian menghancurkan jembatan yang mereka seberangi dan membuat jembatan lain yang terbuat dari kapal dayung dalam berbagai ukuran yang mereka tutupi dengan papan dan balok sehingga bangunan itu tampak seperti jembatan. Rencananya adalah untuk menjebak pasukan Konstantinus agar berusaha menyeberang melalui jembatan tiruan itu kemudian menyerang mereka pada saat mereka jatuh ke bawah.



* Matius 7:16-17
7:16 Ia membuat lobang dan menggalinya, tetapi ia sendiri jatuh ke dalam pelubang yang dibuatnya.
7:17 Kelaliman yang dilakukannya kembali menimpa kepalanya, dan kekerasannya turun menimpa batu kepalanya.



Ketika kedua pasukan terlibat peperangan, ten tara Maxentius tidak mampu menahan kekuatan yang baru ditemukan tentara yang berperang di bawah panji-panji salib itu, dan ia dan tentaranya terdesak masuk ke kota. Dalam ketergesaan mereka untuk melarikan diri dari kehebatan serangan Konstantinus, mereka berusaha menyeberang jembatan yang mereka buat untuk menjebak tentara Konstantinus dan mereka terperangkap sendiri. Jembatan sementara itu jatuh, terguling, dan menjatuhkan banyak tentara; Maxentius dan kudanya ke dalam sungai dan persenjataannya yang berat menariknya ke bawah lalu membenamkannya. Seolah-olah kejadian tentara Firaun yang terbenam di Laut Merah menjadi simbol nubuat ten tang Maxentius dan tentaranya.

Seperti halnya umat Israel menderita dalam tawanan Mesir selama 400 tahun, orang-orang Kristen telah menderita penganiayaan di bawah tumit kekaisaran Romawi selama 300 tahun. Darah anak domba telah menyelamatkan orang Israel ketika malaikat maut berjalan melalui Mesir untuk melepaskan mereka dari cengkeraman Firaun yang sekuat besi dan sekarang Salib Anak Domba Allah telah memimpin ten tara pembebasan ke dalam kubu tirani Romawi yang terakhir dan membebaskan umat Allah. Hampir 1.600 tahun berlalu dan Tuhan yang sama mengawasi umat- Nya.

Konstantinus menjadi kaisar atas seluruh kekaisaran Romawi, dan pada tahun 324 ia memindahkan takhta pemerintahannya dari Romawi ke Timur. Sebagai ibukotanya, ia memilih kota Yunani kuno Byzantium di Bosporus, yang merupakan selat yang terbentang antara Laut Hitam, di sebelah utara dan laut Marmara. Tempat itu menjadi rute perdagangan yang penting sejak zaman kuno. Konstantinus memperbesar dan memperkaya kota itu secara luar biasa. Pada tahun 330, ia menamainya sebagai "Roma Baru", tetapi kota itu biasanya disebut Konstantinopel, "kota Konstantin."

Konstantinus adalah kaisar Kristen pertama dari kekaisaran Romawi dan Konstantinopel menjadi ibukota kekristenan di Barat, tetapi Romawi mendominasi kekristenan di Timur. Kekaisaran Romawi Timur yang didirikan Konstantinus tetap bertahan sampai lebih dari seribu tahun dan selama tahun-tahun itu orang-orang Kristen secara relatif hidup damai.
Meskipun tidak ada lagi penganiayaan yang umum dan sistematis terhadap orang-orang Kristen, seperti yang terjadi di bawah kaisar- kaisar Romawi, orang-orang Kristen masih menderita penganiayaan di wilayah dunia yang terasing, seperti yang akan selalu mereka alami. Seperti tulisan Rasul Paulus yang banyak mengalami kesusahan kepada muridnya Timotius dari penjara di Roma tepat sebelum ia dipancung kepalanya, "Setiap orang yang mau hidup beribadah dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya" (2 Timotius 3:12).




Disalin dari :

John Foxe, Foxe's Book of Martyrs, Kisah Para Martir tahun 35-2001, Andi, 2001.
http://www.hrionline.ac.uk/johnfoxe/intro.html
Online Version : http://www.ccel.org/f/foxe/martyrs/home.html
Atau di http://www.the-tribulation-network.com/ ... rs_toc.htm


Top
 Profile  
 
 Post subject:
PostPosted: Fri Jun 01, 2007 6:17 pm 
Offline
Merdeka dlm Kristus
Merdeka dlm Kristus
User avatar

Joined: Fri Jun 09, 2006 5:20 pm
Posts: 8003
KISAH PARA MARTIR



IV. Penganiayaan Selama Seribu Tahun Masa Damai (Sekitar 320-1079 M)


Oleh karena penganiayaan selama seribu tahun ini terpisah dan tersebar luas, kita hanya memiliki sedikit catatan tentang orang-orangyang menjadi martir bagi Kristus. Namun, masing-masing menceritakan kisah penderitaan dan kesengsaraan yang sama, dan pada akhirnya kematian karena kasih mereka kepada Tuhan dan iman kepada-Nya. Tentu saja Dia tetap menyertai mereka tidak peduli di mana pun mereka menderita, memberikan kekuatan dan kesabaran kepada mereka untuk bertahan sampai mereka masuk kemuliaan yang kekal, seperti halnya Dia bertahan dan sekarang menunggu semua orang yang mati dalam nama-Nya dengan tangan terbuka. Di bawah ini ada beberapa kisah dan tempat mereka meninggal.



Persia: Sekitar 320 M


Banyak orang di Persia adalah penyembah dewa matahari dan ketika Injil mulai disebarkan ke negara itu, imam kafir mereka menjadi khawatir bahwa mereka akan kehilangan pengaruh yang telah mereka miliki atas kehidupan orang-orang. Jadi, mereka mengeluh kepada raja mereka, Sapores, bahwa orang-orang Kristen adalah musuh-musuh negara dan berkomunikasi dengan orang-orang Romawi, yang merupakan musuh Per¬sia yang dibenci. Hampir setiap perang dengan Romawi selalu berakhir dengan tragis bagi orang-orang Persia. Sapores segera memerintahkan agar orang-orang Kristen dianiaya di seluruh kekaisarannya. Jadi, banyak tokoh di gereja dan pemerintahan di Persia yang saleh segera ditangkap dan dibunuh sebagai martir.

Ketika Kaisar Konstantinus diberi tahu ten tang penganiayaan di Persia, ia me¬nulis surat kepada Sapores dan memberi tahu bahwa orang yang menganiaya orang-orang Kristen akan selalu mengalami tragedi dan orang-orang yang memperlakukan mereka dengan baik akan mengalami kesuksesan besar. Ia menceritakan kemenangan-kemenangannya sendiri atas pesaingnya sesama kaisar Romawi dan berkata, "Saya mengalahkan mereka dengan iman kepada Kristus semata, dan karena iman ini, Allah menolong saya dalam setiap peperangan dan membuat saya berkemenangan. Ia juga memperluas kekaisaran saya dari Laut Barat sampai bagian terjauh di Timur. Untuk mendapatkan semua ini, saya tidak pernah mempersembahkan kurban kepada ilah-ilah kuno atau menggunakan seni sihir apa pun. Saya hanya berdoa kepada Allah yang Mahatinggi dan mengikuti salib Kristus yang diberikan kepada saya sebagai panji saya. Perhatikan semua ini sebab saya akan bersukacita jika kamu juga berlimpah dalam kemuliaan karena kamu memperlakukan orang-orang Kristen dengan baik; dan kamu dan saya serta kamu dan mereka, bisa menikmati kedamaian yang langgeng."

Akibat imbauan Konstantinus, penganiayaan di Persia berakhir untuk sementara, tetapi diulangi bertahun-tahun sesudahnya ketika penguasa yang tidak bersimpati terhadap kekristenan menjadi raja di Persia.



Mesir: Sekitar 325-340 M


Sekitar tahun 318 M, Arius, seorang imam Kristen di Alexandria, Mesir, menerbitkan doktrin yang menyatakan bahwa Yesus Kristus hanya ciptaan semata yang tidak ada dari kekekalan dan karena itu tidak sejajar dengan Allah. Untuk mengatasi doktrin ini, Konstantinus mengimbau diadakan Konsili Ekumenikal (dari kata Yunani 'oikumenos', keluarga Allah) di Nicaea. Konsili mengutuk Arius dan pengajarannya, yang sekarang disebutArianisme serta menyatakan kesetaraan yang sempurna antara Bapa dengan Anak; dan Bapa dan Anak terdiri dari "satu zat."

Meskipun sudah ada keputusan konsili, masalah Arianisme belum terselesaikan. Kaisar Konstantinus II, anak Konstantinus, mendukung Arianisme setelah kematian ayahnya, demikian juga Valens, satu di antara penerusnya, yang berbagi kekuasaan kekaisaran dengan saudaranya, Valentinian I, yang mengangkatnya menjadi kaisar di Timur. Dengan bertakhtanya Konstantinus II, kaum Arian meningkat kekuasaannya dan mulai menganiaya orang-orang Kristen Ortodoks; maksudnya, orang-orang Kristen yang berpegang pada iman ten tang keilahian Kristus. Athanasius, bapa Yunani dari Alexandria, yang adalah pembela ortodoksi Kristen terhadap Arianisme dan banyak Uskupnya dibuang dari Alexandria dan posisi mereka diisi oleh kaum Arian.

Komandan pasukan Romawi di Mesir, Artemius, yang mengaku sebagai seorang Kristen, dicopot jabatannya, kemudian harta miliknya kemudian kepalanya.



Romawi: 361 M


Pada tahun 361 M, Konstantinus II mati, digantikan oleh Julian, yang memerintah sebagai kaisar Romawi selama dua tahun. Meskipun dibesarkan dalam iman Kristen, Kaisar Julian menyangkal kekristenan dan menyatakan bahwa ia seorang kafir, ia akan menghidupkan kembali agama Romawi. Ia tidak membuat keputusan publik menentang kekristenan, tetapi memulihkan penyembahan berhala dan memanggil kembali semua orang kafir yang diasingkan. Meskipun ia mengizinkan kebebasan praktik agama kepada siapa pun, ia melarang orang-orang Kristen memegangjabatan pemerintah atau militer dan mencabut kembali hak-hak yang diberikan Konstantinus kepada imam.

Uskup Arezzo di Italia, Donatus, pertapa, Hilarinus, dan hakim Romawi, Gordian disiksa dan dieksekusi.



Ancyra atau Ankara, Turki: 362 M


Di kota bagian timur Ancyra, Uskup Basil dimasukkan ke dalam penjara karena menentang kekafiran dengan gigih. Ketika ia berada di penjara, Kaisar Julian datang ke Ancyra lalu menyuruh Basil diperhadapkan kepadanya, memutuskan bahwa ia akan memeriksa Basil sendiri. Selama pemeriksaan, Julian melakukan segala sesuatu yang bisa ia lakukan untuk meyakinkan uskup itu untuk menghentikan kegiatan menentang orang-orang kafir, tetapi Basil tidak menjadi lunak kemudian menubuatkan kematian Kaisar dan berkata bahwa ia akan disiksa dalam kekekalan. Julian menjadi marah ketika mendengar hal ini dan memerintahkan agar daging Basil dicabik setiap hari di tujuh temp at berbeda sampai kulit dan dagingnya tidak memiliki temp at yang tidak robek. Namun sebelum hal itu terjadi, Basil sudah mening¬gal karena luka-lukanya yang sangat parah. Hal itu terjadi pada 28 Juni 362.



Palestina: 363 M


Tidak ada catatan yang tertinggal tentang orang-orang yang menjadi martir di Palestina. Kita hanya tahu secara umum bagaimana cara mereka menyerahkan hidup mereka kepada Kristus. Banyak orang yang dibakar hidup-hidup, beberapa orang diseret di jalan-jalan dalam keadaan telanjang sampai mereka mati karena kehilangan darah atau sakit yang hebat, yang lain direbus sampai mati atau dilempari batu dan banyak orang yang dipukuli kepalanya sampai otaknya keluar.



Alexandria: Sekitar 363 M


Di Alexandria orang-orang Kristen yang menjadi martir begitu banyak jumlahnya sehingga sulit dihitung. Mereka dibunuh dengan pedang, dibakar, disalibkan, dan dilempari batu. Beberapa orang perutnya dibe1ah terbuka dan dimasuki butir-butir gandum. Babi-babi kemudian dilepaskan ke arah mereka supaya makan butir-butir gandum itu dan usus mereka. Berapa lama martir itu hidup selama penyiksaan tentu saja tergantung pada rasa lapar babi-babi itu.



Thrace: Sekitar 363 M


Seorang Kristen bernama Emilianus dibakar di tiang dan seorang yang bernama Domitius, disembelih dengan pedang di gua tempat ia berusaha bersembunyi dari para penganiaya.

Kaisar Julian mati pada tahun 363 M karena luka-luka dalam peperangan di Persia, dan digantikan oleh Jovian, yang melaku¬kan perdamaian dengan Persia dengan memberikan semua wilayah Romawi di seberang Sungai Tigris. Jovian hanya memerintah selama satu tahun dan memulihkan kedamaian sementara kepada gereja. Pada tahun 364 M Valentian I menjadi kaisar Romawi di Barat dan memerintah bersama saudaranya Valens di Timur. Valens adalah penganut Arian dan sekali lagi gereja yang sejati mengalami penganiayaan. Valenti an I memerintah di Barat dari 364 sampai 375 dan Valens memerintah di Timur dari 364 sampai 378. Ia terbunuh pada tahun 378 M dalam peperangan me1awan Visigoth (Goth Timur) de kat kota Adrianople.

Dicatat bahwa banyak orang Goth adalah orang Kristen; kekristenan te1ah tersebar di antara mereka me1alui seorang Goth yang bertobat, seorang sarjana saleh bernama Ulfilas. Se1ama lebih dari 40 tahun ia bekerja, pertama-tama membuat abjad Gothik sehingga ia bisa menerjemahkan Alkitab kemudian mengajar umatnya iman kepada Kristus.



Alexandria: 386 M



Kaisar memberi otoritas kepada George, Uskup Alexandria yang menganut Arianisme untuk menganiaya orang Kristen sejati di kota itu. Uskup mulai melakukannya dengan kekejaman yang luar biasa. Beberapa pemimpin pemerintahan, jenderal pasukan Mesir dan pejabat Romawi tingkat tinggi ikut membantunya.

Selama penganiayaan, imam ortodoks diusir dari Alexandria dan gereja-gereja mereka ditutup. Kedahsyatan hukuman yang dikenakan pada orang-orang Kristen sarna besarnya seperti hal yang dilakukan oleh orang-orang kafir, jika orang Kristen melarikan diri dari penganiayaan, se1uruh keluarganya dieksekusi dan harta bendanya dirampas.



Spanyol: 586 M


Hermenigildus adalah anak laki -laki tertua Leovigildus, Raja Goth. Awalnya ia seorang Arian, tetapi kemudian bertobat pada iman ortodoks karena istrinya yang saleh, Ingonda. Ketika ayahnya mendengar ten tang pertobatannya, ia memindahkannya sebagai gubernur Seville di barat daya Spanyol dan mengancam untuk mengeksekusinya kecuali ia menyangkal imannya kepada Kristus.

Untuk mencegah eksekusinya, Hermenigildus mengumpulkan tentara orang-orang percaya ortodoks di seke1ilingnya, yang akan berperang baginya. Oleh karena pemberontakan Hermenigildus, raja memulai penganiayaan terhadap orang percaya yang sejati dan memimpin tentara yang kuat ke Seville. Hermenigildus pertama bersernbu¬nyi di Seville sendiri kemudian ketika peperangan bertambah hebat, ia me1arikan diri ke Asieta [kota yang tidak dikenal], tempat ia ditangkap sete1ah dikepung untuk sesaat.

Dikurung dalam kurungan dan dirantai, Hermenigildus dibawa kembali ke Seville yang pada perayaan Paskah ia menolak untuk menerima hosti komuni dari Uskup Arian dan dengan perintah dari ayahnya ia segera dicincang oleh penjaganya. Hal ini terjadi pada 13 April 586.



Lombardy (Italia): 683 M


Uskup kota Bergamo di wilayah Lombardy, yang bernama John, menggabungkan pasu¬kannya dengan pasukan Uskup Milan untuk menghapuskan kesalahan Arianisme dari gereja. Mereka bersama-sama semakin sukses dalam me1awan bidat sampai john dibunuh pada 11 Juli 683.



Jerman: 689 M


Kiffien, seorang Uskup Romawi yang saleh, yang berkhotbah kepada orang-orang kafir di Franconia, Jerman. Di Wurzburg ia mempertobatkan gubernur, Gozbert, yang kesaksiannya begitu saleh sehingga dalam selang waktu dua tahun hal itu mengilhami sebagian besar penduduk kota itu untuk bertobat. Pada 689 M, Kiffien meyakinkan gubernur bahwa pernikahannya dengan janda saudaranya adalah berdosa. Oleh karena itu janda itu menyuruh ia dipenggal kepalanya.



Spanyol: 850 M


Lahir di Corduba, Spanyol, dan dibesarkan dalam iman Kristen, Perfectus menjadi orang yang sangat cerdas dan membaca semua buku yang bisa ia baca. Ia juga terkenal karena kesalehannya yang luar biasa. Ketika ia masih muda, ia ditetapkan sebagai imam dan me1akukan tugasnya dengan gaya yang sangat mengagumkan. Pada tahun 850 M, ia dengan terbuka menyatakan bahwa seorang nabi daerah Asia Barat Daya adalah penipu ulung. Oleh karena itu ia segera dipenggal kepalanya sebab sebagian besar Spanyol te1ah dikuasai pengikutnya sejak 711 M, setelah mereka mengalahkan orang Visigoth.



Persia: 997 M


Uskup Prague, Adalbert makin terbeban untuk mempertobatkan orang kafir, jadi ia pergi ke Persia kemudian mempertobatkan dan membaptis banyak orang. Hal ini membuat imam-imam kafir sangat marah sehingga mereka menyerangnya dan membunuhnya dengan anak panah yang panjang.



Polandia: 1079


Bolislaus, yang adalah raja Polandia kedua, seorang yang ramah, tetapi memiliki hati yang kejam. Ia segera dikenal atas tindakannya yang sadis. Stanislus, Uskup Cracow di Sungai Vistula, dengan berani menceritakan kesalahan raja dalam percakapan pribadinya dengan sang raja dengan harapan bahwa ia dapat menghentikan kekejamannya terhadap rakyatnya. Meskipun dengan sukarela mengakui besarnya kejahatannya, Bolislaus menjadi marah karena Uskup itu berulang-ulang mencari kesempatan untuk menegurnya. Bolislaus tidak memiliki niat untuk berubah, ia justru berusaha mencari kesempatan untuk menyingkirkan Uskup yang setia kepada tugas-tugas Kristennya.

Suatu hari Bolislaus mendengar bahwa Uskup itu berada sendirian di gereja yang terdekat dan mengirim prajurit untuk membunuhnya. Mereka menemukan Uskup ini sendirian, tetapi mereka takiub melihat hadirat ilahi pada dirinya dan takut untuk membunuhnya. Ketika mereka melaporkannya kepada raja, ia sangat marah dan merenggut sebilah pisau dari satu prajuritnya, bergegas ke kapel; dan di sana menusuk Stanislus beberapa kali ketika orang yang baik itu berlutut di mezbah. Stanislus mati seketika.

Penganiayaan terhadap orang-orang Kristen terjadi secara tak teratur selama hampir seribu tahun, tetapi kemudian Iblis sekali lagi mengikatkan dirinya di Romawi dan mengirim para pekerjanya keluar dalam us aha sistematis lainnya untuk menghancurkan gereja. Hanya kali ini penganiayaan tidak datang dari orang-orang kafir, melainkan dari orang-orang yang menyebut diri mereka sendiri sebagai orang Kristen dan yang tindakannya yang penuh kemarahan dan sadis terhadap orang-orang yang berpaut pada iman kepada Kristus, jauh lebih hebat daripada imajinasi orang-orang kafir yang paling liar.




Disalin dari :

John Foxe, Foxe's Book of Martyrs, Kisah Para Martir tahun 35-2001, Andi, 2001.
http://www.hrionline.ac.uk/johnfoxe/intro.html
Online Version : http://www.ccel.org/f/foxe/martyrs/home.html
Atau di http://www.the-tribulation-network.com/ ... rs_toc.htm


Top
 Profile  
 
 Post subject:
PostPosted: Tue Jun 05, 2007 7:18 am 
Offline
Merdeka dlm Kristus
Merdeka dlm Kristus
User avatar

Joined: Fri Jun 09, 2006 5:20 pm
Posts: 8003
KISAH PARA MARTIR



V. Penganiayaan oleh Paus & Inkuisisi (1208-1834)


Image


Penganiayaan oleh Paus


Sampai sekitar abad ke-12, sebagian besar penganiayaan terhadap orang-orangyang percaya kepada Kristus yang sejati datang dari dunia kafir, tetapi sekarang gereja di Roma membuang kebenaran Alkitab, perintah untuk mengasihi, dan mengambil pedang untuk melawan semua orang yang menentang doktrin dan tradisi palsu yang makin menjadi bagian darinya sejak zaman Konstantinus. Selama masa itu Gereja Roma menyimpangjauh dari kepercayaan ortodoks yang menyebabkan banyak orang menjadi martir. Gereja mulai menyingkirkan kekudusan, kesalehan, kerendahhatian, kemurahan, dan belas kasihan; mengambil tradisi dan doktrin yang secara material, fisik, serta sosial menguntungkan bagi para imam dan memberi mereka dominasi total dalam semua masalah gereja. Orang yang tidak setuju dengan mereka atau doktrin mereka dicap bidat yang harus dibawa masuk pada kesepakatan dengan Gereja Roma dengan kekuatan apa pun yang dibutuhkan; dan jika bidat itu tidak bertobat serta bersumpah setia kepada paus dan wakil gereja, mereka harus dihukum mati. Mereka membenarkan tindakan horor yang mereka lakukan dengan mengutip secara paksa ayat-ayat Perjanjian Lama dan dengan mengacu pada Augustinus, yang telah menafsirkan Lukas 14:23 sebagai ayat pendukung penggunaan kekuatan terhadap bidat. "Lalu kata tuan itu kepada hambanya: Pergilah ke semua jalan dan lintasan dan paksalah orang-orang, yang ada di situ, masuk karena rumahku harus penuh. "


Selama beberapa abad Gereja Roma mengamuk di seluruh dunia seperti binatang buas yang kelaparan dan membunuh ribuan orang yang percaya kepada Kristus yang sejati, menyiksa, dan memotong tangan atau kaki ribuan orang lagi. Ini merupakan "Zaman Kegelapan" gereja. Kelompok Waldenses di Prancis merupakan korban pertama amukan penganiayaan Paus.

Image

Sekitar tahun 1000 M, ketika cahaya Injil yang sejati hampir padam oleh kegelapan dan takhayul, beberapa orang yang melihat dengan jelas bahaya besar yang sedang mengancam gereja, mengambil keputusan untuk menunjukkan cahaya Injil dalam kemurniannya yang nyata dan untuk menghalau awan-awan yang ditimbulkan oleh imam-imam yang penuh tipu daya untuk membutakan orang-orang dan menyembunyikan terangnya yang sejati. Usaha ini dimulai dengan seorang yang bernama Berengarius, yang dengan berani memberitakan Injil yang kudus, sejelas yang ditunjukkan dalam Alkitab. Sepanjang bertahun-tahun berikutnya orang-orang lain membawa obor kebenaran dan membawa terang kepada ribuan orang sampai pada tahun 1140 M, ada begitu banyak orang percaya yang mengalami reformasi sehingga Paus merasa khawatir dan menulis kepada banyak pangeran bahwa mereka harus menyingkirkan orang-orang itu dari kerajaan mereka. Ia juga menyuruh banyak pejabatnya yang berpendidikan paling tinggi untuk menulis surat menentang mereka.



Kelompok Waldenses


Sekitar tahun 1173, Peter Waldo, atau Valdes, seorang pedagang Lyon yang kaya, yang terkenal karena kesalehan dan pengetahuannya, memberikan hartanya kepada orang-orang miskin dan menjadi pengkhotbah keliling. Ia adalah penentang yang kuat terhadap kemakmuran dan penindasan paus. Tak berapa lama sejumlah besar orang yang telah mengalami pembaruan di Prancis bergabung dengannya - mereka kemudian dikenal sebagai kelompok Waldenses. Pertama -tama, Waldo berusaha menyadarkan paus karena ia berpikir bahwa paus bisa memengaruhi gereja di Roma, tetapi ia justru dikucilkan karena dianggap bidat pada 1184.

Waldo dan para pengikutnya kemudian mengembangkan gereja yang terpisah dengan imamnya sendiri. Mereka mengkhotbahkan disiplin keagamaan dan kemurnian moral, berbicara keras menentang imam yang tidak pantas dan penyelewengan di gereja, dan menolak pengambilan nyawa manusia dalam kondisi apa pun. Namun, Gereja Roma tidak mengizinkan bidat semacam itu untuk diajarkan maka pemisahan dari Roma tidak bisa dicegah lagi. Jadi pada 1208 M, Paus mengesahkan perang terhadap ke1ompok Waldenses dan kelompok reformed lainnya, terutama Albigenses.

Pada tahun 1211, delapan puluh pengikut Waldo ditangkap di kota Strasbourg, diperiksa oleh penyidik yang ditunjuk oleh Paus dan dibakar di tiang. Tidak lama sesudahnya, sebagian besar ke1ompok Waldenses menarik diri ke lembah Alpine di Italia utara dan tinggal di sana. Waldo meninggal tahun 1218; masih mengkhotbahkan Injil Kristus yang sejati.



Penganiayaan Kelompok Albigenses


Ke1ompok Albigenses adalah orang-orang yang menganut ajaran dualistis, yang tinggal di Prancis bagian se1atan pada abad ke-12 dan ke-13. Mereka mendapatkan nama itu dari kota Prancis, Albi, yang merupakan pusat gerakan mereka. Mereka tinggal dengan peraturan etika yang ketat dan banyak tokoh menonjol di an tara anggota mereka, seperti The Count of Toulouse, The Count of Foix, The Count of Beziers, dan yang lain yang memiliki pendidikan serta tingkat yang setara. Untuk menekan mereka, Roma pertama-tama mengirim biarawan Cistercian dan Dominikan ke wilayah mereka untuk meneguhkan kembali ajaran paus, tetapi tidak berguna karena ke1ompok Albigenses tetap setia dengan doktrin reformed.

Bahkan an cam an Konsili Lateran yang kedua, ketiga, dan keempat (1139,1179, 1215) - yang memutuskan pemenjaraan dan penyitaan harta benda sebagai hukuman atas bidat dan untuk mengucilkan para pangeran yang gagal menghukum penganut bidat - tidak menyebabkan ke1ompok Albigenses kembali ke pangkuan Roma. Dalam Konsili Lateran III, pada 1179, mereka dikutuk sebagai bidat oleh perintah Paus Alexander III. Ini adalah paus yang sama yang mengucilkan Frederick I, Kaisar Romawi yang Kudus, RajaJerman dan Italia, pada 1165. Kaisar se1anjutnya gagal menaklukkan otoritas paus di Italia dan dengan demikian mengakui supremasi paus pada tahun 1177.

Pada tahun 1209, Paus Innocentius III menggunakan pembunuhan biarawan di wilayah Pangeran Raymond dari Toulouse sebagai pembenaran untuk memulai pengobaran penganiayaan terhadap pangeran dan ke1ompok Albigenses. Pada Konsili Lateran IV, tahun 1215, kutukan terhadap ke1ompok ini disertai dengan tindakan keras. Untuk melaksanakannya, ia mengirim agen di seluruh Eropa untuk membangkitkan pasukan untuk bertindak bersama-sama melawan Albigenses dan menjanjikan surga kepada semua yang mau bergabung serta berperang se1ama 40 hari dalam hal yang ia sebut Perang Kudus.

Selama perang yang paling tidak kudus ini, yang berlangsung antara 1209 sampai 1229, Pangeran Raymond membela kota Toulouse serta tempat-tempat lainnya di wilayahnya dengan keberanian yang besar dan kesuksesan melawan tentara Simon de Montfort, Panger an Monfort dan bangsawan Gereja Roma yang fanatik. Ketika pasukan paus tidak mampu mengalahkan Pangeran Raymond seeara terbuka, raja dan ratu Praneis serta tiga Uskup Agung mengerahkan tentara yang lebih besar, dan dengan kekuatan militer mereka, mereka membujuk pangeran itu untuk datang ke konferensi perdamaian serta menjanjikan jaminan keamanan kepadanya. Namun ketika ia tiba, secara ia ditangkap, dan dipenjara, dan dipaksa untuk muncul dengan kepala telanjang dan kaki telanjang di depan musuh-musuhnya untuk menghinanya, dan dengan berbagai siksaan yang dilakukan untuk menangkal sikap oposisinya terhadap doktrin Paus.

Pada awal penganiayaan tahun 1209, Simon de Montfort membantai penduduk Beziers. Ini merupakan contoh kecil kekejaman yang ditimbulkan tentara paus terhadap Albigenses selama 20 tahun. Selama pembantaian itu, seorang prajurit bertanya bagaimana ia bisa membedakan antara orang Kristen dengan bidat. Pemimpinnya dikatakan menjawab, "Bunuh mereka semua. Allah tahu siapa milik-Nya."

Setelah penangkapan Pangeran Raymond, Paus menyatakan bahwa kaum awam tidak diperbolehkan untuk membaea Kitab Suci dan selama sisa abad ke-13 berikutnya, kelompok Albigenses bersama dengan Waldenses dan kelompok reformed lainnya, merupakan target utama Inkuisisi di seluruh Eropa.

Image



Inkuisisi


Inkuisisi adalah pengadilan Gereja abad pertengahan yang ditunjuk untuk mengusut bidat, yang disebut demikian karena menentang kesalahan dan tradisi Gereja Roma. Nama yang tidak terkenal ini digunakan dalam arti lembaga itu sendiri, yang adalah episkopal (diperintah oleh Uskup atau uskup-uskup) atau Paus, secara regional atau lokal; anggota pengadilan; dan cara kerja pengadilan.

Dalam perang melawan Albigenses, Paus Innocentius III menunjuk penyidik khusus seperti biarawan Dominikan, yang selama perang mendirikan ordo Dominikan, pada tahun 1215. Namun, masih belum ada kantor khusus untuklnkuisisi itu. Pada tahun 1231, Paus Gregorius IX seeara resmi mendirikan Inkuisisi Roma. Meniru hukum yang diberlakukan Kaisar Romawi yang Kudus Frederick II terhadap Lombardy, Italia, pada tahun 1224, dan diperluas mencakup seluruh kerajaannya pada 1232, Gregorius memerintahkan agar bidat yang sudah diputuskan bersalah ditangkap oleh penguasa sekuler, dan dibakar. Ia juga memerintahkan agar para bidat dikejar-kejar dan diperiksa di depan sidang gereja.

Paus Gregorius IX memercayakan tugas yang keji itu kepada ordo biarawan Dominikan dan Fransiskan; memberi mereka hak eksklusif untuk memimpin berbagai sidang pengadilan Inkuisisi, yang memiliki kekuasaan yang tak terbatas sebagai hakim di tempatnya dan kuasa untuk mengucilkan, menyiksa atau mengeksekusi banyak orang yang dituduh melakukan kebidatan atau oposisi terhadap pemerintahan paus yang terkecil sekalipun. Ia lebih jauh memberi mereka otoritas untuk menyatakan perang terhadap orang yang diputuskan sebagai bidat dan melakukan kesepakatan dengan pangeran yang berkuasa serta menggabung tentara mereka dengan pasukan pangeran. Mereka juga diberi kuasa untuk bertindak terlepas dari petugas gereja lokal apa pun dan untuk melibatkan mereka dalam pemeriksaan Inkuisisi mereka jika mereka terlibat dengan pekerjaan mereka dalam cara apa pun. Secara alamiah, kekuasaan Inkuisisi yang independen ini sering kali menjadi penyebab perpecahan dengan imam dan uskup lokal.

Image

Dikatakan bahwa semangat mereka untuk mengeksekusi musuh-musuh Gereja Roma diilhami oleh isu yang beredar di seluruh Eropa bahwa Gregorius bermaksud untuk menyangkal kekristenan. Untuk menangkal isu itu, Gregorius memulai perang yang kejam terhadap musuh-musuh Roma, yang mencakup orang-orang Protestan, Yahudi, dan Muslim.

Setiap Inkuisisi terdiri dari sekitar 20 petugas: penyidik agung; tiga penyidik atau hakim utama; pengawas keuangan; petugas sipil; petugas untuk menerima dan mempertanggungjawabkan uang denda; petugas yang serupa untuk harta benda yang disita; beberapa orang penilai untuk menilai harta benda; sipir penjara; konselor untuk mewawancarai dan menasihati tertuduh; pelaksana hukuman untuk melakukan penyiksaan, penahanan, dan pembakaran; dokter untuk mengawasi siksaan; ahli bedah untuk memperbaiki kerusakan tubuh yang disebabkan oleh penyiksaan; petugas untuk mencatat pelaksanaan dan pengakuan dalam bahasa Latin; penjaga pintu; dan kenalan yang menyelinap masuk untuk mendapatkan kepercayaan orang-orang yang dicurigai bidat kemudian memberi kesaksian untuk menentang mereka. Setiap pengadilan juga memiliki saksi atau pemberi informasi yang menentang tertuduh, dan pengunjung istimewa, yang disumpah untuk menjaga rahasia prosedur serta pelaksanaan hukuman yang mereka saksikan.

Pertama Inkuisisi itu hanya menangani tuduhan tentang bidat, tetapi kekuasaannya segera meluas hingga mencakup tuduhan seperti tenung, alkimia, penghujatan, penyimpangan seksual, pembunuhan anak, pembacaan Alkitab dalam bahasa umum, atau pembacaan Talmud oleh bangsa Yahudi atau Alquran oleh orang-orang Muslim. [Pada saat tuduhan ten tang bidat menjadi kurang popular pada akhir abad ke-15, jumlah penyihir dan ahli tenung yang dibakar makin meningkat; hal ini membenarkan dan memperpanjang keberadaan Inkuisisi. ]

Tidak peduli apa pun tuduhannya, pelaksana Inkuisisi melakukan pemeriksaan mereka dengan kekejaman yang luar biasa, tanpa memiliki belas kasihan kepada siapa pun tidak peduli berapa usia, apa jenis kelamin, suku bangsa, keturunan bangsawan, posisi atau tingkat sosial yang istimewa, atau bagaimana kondisi fisik atau mental mereka. Dan mereka terutama bersikap kejam terhadap orang-orang yang menentang doktrin dan otoritas paus, terutama orang-orang yang sebelumnya adalah penganut Gereja Roma dan sekarang menjadi Protestan.

Ada sebagian tokoh Gereja yang berusaha melakukan pembelaan (apologetic). Tentang upaya apologetik dalam soal Inquisisi itu, Peter de Rosa, dalam bukunya, Vicars of Christ: The dark Side of the Papacy, mencatat, bahwa sikap itu hanya menambah kemunafikan menjadi kejahatan. (it merely added hypocricy to wickedness). Yang sangat mengherankan dalam soal ini adalah penggunaan cara siksaan dan pembakaran terhadap korban. Dan itu bukan dilakukan oleh musuh-musuh Gereja, tetapi dilakukan sendiri oleh orang-orang tersuci yang bertindak atas perintah "wakil Kristus" (Vicar of Christ).

Peter de Rosa mencatat: How ever, the Inquisition was not only evil compared with the twentieth century, it was evil compared with the tenth and elevent when torture was outlawed andmen and women were guaranteed a fair trial. It was evil compared with the age of Diocletian, for no one was thentortured and killed in the name of Jesus crucified. (Betapa pun, inquisisi tersebut bukan hanya jahat saat dibandingkan dengan (nilai-nilai) abad ke-20, tetapi ini juga jahat dibandingkan dengan (nilai-nilai) abad ke-10 dan ke-11,saat dimana penyiksaan tidak disahkan dan laki-laki serta wanita dijamin dengan pengadilan yang fair. Ini juga jahat dibandingkan dengan zaman Diocletian, dimana tidak seorang pun disiksa dan dibunuh atas nama Jesus yang tersalib). [1]

Pembelaan di depan Inkuisisi hampir tidak ada gunanya karena tuduhan yang dikenakan pada mereka sudah menjadi bukti yang cukup untuk menyatakan kesalahan, dan makin besar kekayaan tertuduh, makin besar bahaya yang ia tanggung. Sering kali seseorang dieksekusi bukan karena ia bidat, melainkan karena ia memiliki harta benda yang banyak. Sering kali tanah dan rumah yang luas atau bahkan provinsi atau wilayah kekuasaan dirampas oleh Gereja Roma atau oleh penguasa yang bekerja sarna dengan Inkuisisi dalam pekerjaan mereka.

Orang-orang yang dituduh oleh Inkuisisi tidak pernah diizinkan untuk mengetahui nama penuduh mereka dan dua orang pemberi informasi biasanya sudah cukup untuk memberikan tuduhan. Setiap metode pembujukan digunakan oleh pelaku Inkuisisi untuk membuat tertuduh mengakui tuduhan itu dan karena itu membuktikan tuduhan terhadap mereka, dan meyakinkan diri mereka sendiri. Untuk melakukannya, setiap cara penyiksaan fisik yang dikenal atau yang bisa dibayangkan digunakan - seperti merentangkan kaki tangan mereka pada alat perentang; membakar mereka dengan arang panas atau logam yang dipanaskan; mematahkan jari-jari tangan dan kaki; meremukkan kaki dan tangan; mencabut gigi; meremas daging dengan penjepit; menusukkan pengait ke bagian tubuh yang lunak dan menarik pengait itu menembus dagingnya; menyayat daging mereka menjadi potongan kecil-kecil; menancapkan jarum ke dalam daging; menancapkan jarum di bawah kuku jari tangan atau kaki; mengencangkan tali pengikat di sekeliling daging sampai menembus tulang; memukuli dengan tongkat dan pentung; memelintir kaki dan tangan serta melepaskan sendi mereka. Cara yang digunakan oleh para pelaksana Inkuisisi yang kejam terlalu banyak jumlahnya, dan terlalu mengerikan untuk dicatat.

Pada awal penyidikan, yang dicatat dalam bahasa Latin oleh petugas, orang yang dicurigai dan saksi harus bersumpah bahwa mereka akan menyingkapkan segala sesuatu. jika mereka tidak mau bersumpah, hal itu ditafsirkan sebagai tanda persetujuan dengan tuduhan. Jika mereka menyangkal tuduhan tanpa bukti bahwa mereka tidak bersalah, atau jika mereka dengan bandel menyangkal untuk mengakui, atau bertahan dalam kebidatan mereka; mereka akan diberi hukuman yang paling kejam, harta benda mereka disita dan, hampir tanpa perkecualian, mereka dihukum mati dengan cara dibakar. Sayang, beberapa oknum yang terlibat di dalamnya sangat licik. Oleh karena Gereja Roma berkata bahwa kita tidak diperbolehkan mencurahkan darah, jadi bidat yang bersalah diserahkan kepada penguasa sekuler yang menjalin kerja sama dengan mereka untuk dihukum dan dieksekusi.

Setelah Inkuisisi selesai menghakimi, upacara yang khidmat diadakan di tempat eksekusi; yang dikenal sebagai sermo generalis ("khotbah umum") atau, di Spanyol, sebagai auto-de-fe (tindakan iman), Acara itu dihadiri oleh pejabat lokal, para imam, dan semua, entah musuh atau ternan bidat itu, yang ingin melihat hukuman atau eksekusi. Jika bidat yang dikutuk mengakui tindakan.

bidat mereka, dan menyangkalnya, mereka akan diberi hukuman, yang berkisar dari hukuman cambuk yang berat atau dibuang ke kapal dagang. Dalam kasus mana pun, semua harta benda dan barang-barang mereka disita untuk digunakan oleh Gereja Roma atau oleh penguasa lokal.

Jika tertuduh terus-menerus berpaut pada kebidatan mereka, dengan sikap khidmat, mereka dikutuk dan diserahkan kepada pe1aksana hukuman untuk dibakar segera agar dilihat semua orang. Dengan pertunjukan kepada umum ini, para pejabat gereja berharap agar ketakutan terhadap Inkuisisi akan membara dalam pikiran dan hati orang-orang yang melihat nyala api membakar bidat yang menentang Gereja Roma. Namun, orang-orang yang memiliki iman yang sejati kepada Kristus sesungguhnya justru semakin teguh imannya ketika melihat keberanian para martir, dan kasih karunia Allah yang memelihara mereka melalui siksaan, dan nyala api.

Dari semua petugas Inkuisisi di seluruh dunia, Inkuisisi di Spanyol adalah yang paling aktif dan sadis; itu merupakan contoh dari bahaya yang luar biasa dari pemberian kekuasaan yang tak terbatas atas tubuh dan kehidupan orang-orang yang tidak kudus yang menyatakan diri kudus.

Image



Inkuisisi di Spanyol


Meskipun hampir tidak ada catatan tentang jumlah orang yang terbunuh atau disiksa di seluruh dunia oleh Inkuisisi, beberapa catatan tentang Inkuisisi di Spanyol telah sampai kepada kami.

Ada tujuh belas pengadilan di Spanyol dan masing-masing membakar rata-rata 10 bidat setahun serta menyiksa dan memotong kaki atau tangan ribuan orang lain yang hampir tidak bisa pulih dari luka-lukanya. Selama masa Inkuisisi di Spanyol diperkirakan ada sekitar 32.000 orang, yang kesalahannya tidak lebih dari tidak sepaham dengan doktrin paus, atau yang te1ah dituduh melakukan kejahatan takhayul, yang disiksa di luar imajinasi kemudian dibakar hidup-hidup.

Sebagai tambahan, jumlah orang yang gambarnya dibakar atau dihukum untuk menebus dosa, yang biasanya berarti pengasingan, penyitaan seluruh harta benda, hukuman fisik sampai pencucuran darah dan perusakan total segala sesuatu dalam hidup mereka, berjumlah total 339.000. Namun, tidak ada catatan tentang berapa banyak orang yang mati di tahanan bawah tanah karena disiksa; karena dikurung di lubang yang kotor, penuh penyakit, yang penuh tikus, dan kutu; karena tubuh yang hancur atau hati yang hancur; atau jutaan orang yang tergantung hidupnya pada mereka untuk kelangsungan hidup mereka atau yang tergesa-gesa ke liang kubur karena kematian korbannya. Itu adalah catatan yang hanya diketahui di surga pada Hari Penghakiman.

Pada tahun 1479 karena desakan penguasa Gereja Roma di Spanyol, Ferdinand II dari Aragon, dan Isabella I dari Castile, Paus Sixtus IV membentuk Inkuisisi Spanyol yang independen yang dipimpin oleh dewan tinggi dan pelaksana Inkuisisi Agung.

Pad a 1487 Paus Innocentius VIII menunjuk rahib Dominikan Spanyol, Tomas de Torquemada, sebagai pelaksana Inkuisisi Agung. Di bawah kekuasaannya, ribuan orang Kristen, Yahudi, Muslim, penyihir yang dicurigai, dan orang-orang lainnya terbunuh dan disiksa. Orang-orang yang berada dalam bahaya terbesar karena Inkuisisi adalah kaum Protestan dan Alumbrados (penganut mistik di Spanyol).

Nama Torquemada menjadi sinonim dengan kekejaman, kefanatikan, sikap tidak toleran, dan kebencian. Ia adalah orang yang paling ditakuti di Spanyol; dan selama pemerintahan terornya dari 1487 sampai 1498l ia secara pribadi memerintahkan lebih dari 2.000 orang untuk dibakar di tiang. Ini berarti 181 orang setahun, sementara pengadilan Spanyol rata -rata hanya membakar 10 orang setahun.

Dengan dukungan penguasa Gereja Roma, pelaksana awal Inkuisisi Spanyol begitu sadis dalam cara penyiksaan dan teror mereka sehingga Paus Sixtus IV merasa ngeri mendengar laporan mereka, tetapi tidak mampu mengurangi kengerian yang telah dilepaskan di Spanyol. Ketika Torquemada dijadikan pe1aksana Inkuisisi Agung, akibatnya lebih parah dan ia melakukan Inkuisisi seolah-olah ia adalah dewa di Spanyol. Apa pun yang bisa ia kelompokkan sebagai pe1anggaran rohani diberi perhatian oleh pe1aksana Inkuisisi. Inkuisisi yang kejam di Spanyol belum mengenal kekejaman yang sebenarnya sampai Torquemada menjadi pemimpinnya.

Pada 1492 Inkuisisi digunakan untuk mengusir semua orang Yahudi dan bangsa Moors dari Spanyol atau untuk memaksakan pertobatan mereka kepada kekristenan Roma. Dengan desakan Torquemada, Ferdinand dan Isabella mengusir lebih dari 160.000 orang Yahudi yang tidak mau bertobat pada Gereja Roma.

Dari tujuan politis, pelaksana Inkuisisi juga melakukan penyelidikan yang kejam di antara penduduk baru dan orang-orang Indian yang bertobat di koloni Spanyol di Amerika.

Meskipun akhirnya ada penurunan dalam kekejamannya, Inkuisisi masih tetap bekerja dalam satu bentuk atau bentuk lainnya sampai awal abad ke-19 - 1834 di Spanyol, dan 1821 di Portugal - yaitu saat kelompok ini diganti namanya, tetapi tidak dihapuskan. Pada 1908, Inkuisisi direorganisir di bawah nama Congregation if the Holy Office dan didefinisikan ulang selama Konsili Vatikan II oleh Paus Paulus VI sebagai Congregation of the Doctrine if the Faith. Pada saat ini dikatakan, kelompok ini memiliki tugas yang lebih positif, yaitu memajukan doktrin yang benar daripada sekadar "menyensor" bidat.

Ketika pasukan Napoleon menaklukkan Spanyol tahun 1808, seorang komandan pasukannya, Kolonel Lemanouski, melaporkan bahwa pastor-pastor Dominikan mengurung diri dalam biara mereka di Madrid. Ketika pasukan Lemanouski memaksa masuk, para inquisitors itu tidak mengakui adanya ruang-ruang penyiksaan dalam biara mereka. Tetapi, setelah digeledah, pasukan Lemanouski menemukan tempat-tempat penyiksaan di ruang bawah tanah. Tempat-tempatitu penuh dengan tawanan, semuanya dalam keadaan telanjang, dan beberapa diantaranya gila.

Pasukan Perancis yang sudah terbiasa dengan kekejaman dan darah, sampai-sampai merasa muak dengan pemandangan seperti itu. Mereka lalu mengosongkan ruang-ruang penyiksaan itu, dan selanjutnya meledakkan biara tersebut. [2]

Henry Charles Lea,seorang sejarawan Amerika, menulis kejahatan Inquisisi di Spanyol dalam empat volume bukunya: A History of theInquisition of Spain, (New York: AMS Press Inc., 1988). Dalam bukunya ini, Lea membantah bahwa Gereja tidak dapat dipersalahkan dalam kasus Inquisisi, sebagaimana misalnya dikatakan oleh seorang tokoh Kristen, Father Gam, yang menyatakan: "The inquisition is an institution for which the Church has no responsibility." (Inquisisi adalahsatu institusi dimana Gereja tidak memiliki tanggung jawab untuk itu). Ini adalah salah satu bentuk apologi di kalangan pemimpin Kristen Katolik Roma.

Lea menunjuk bukti sebagai contoh bahwa dalam kasus bentuk hukuman terhadap korban inquisisi, otoritas gereja mengabaikan pendapat bahwa menghukum kaum "heretics" (kaum yang dicap menyimpang dari doktrin resmi gereja) dengan membakar hidup-hidup adalah bertentangan dengan semangat Kristus.Tapi, sikap gereja ketika itu menyatakan, bahwa membakar hidup-hidup kaum heretics adalah suatu tindakan yang mulia.


Image Image

Image Image


Ada Film bagus yang mengkisahkan Inkuisisi di Spanyol, diambil dari catatan seorang pelukis Francisco Goya (March 30, 1746 – April 16, 1828) yang ingin menyelamatkan seorang gadis model lukisannya dari jeratan pengadilan/hukuman inkuisisi. Upaya ini tak berhasil karena wewenang mutlak yang diberikan Kerajaan Spanyol bagi 'Gereja'. Tuduhannya sepele saja karena didasarkan si gadis tidak memakan babi maka divonis gadis itu adalah pengikut Yudaisme, dalam penjara inkuisisi ia disiksa dengan kejam, mendapat perlakuan tak senonoh dari seorang rohaniawan sampai melahirkan anak, suatu hal yang ironis dimana Gereja menghalau segala macam "dosa" bidat/heresy tetapi mereka juga melakukan perbuatan asusila kepada pesakitannya.

Image
http://www.imdb.com/title/tt0455957/

Film ini disutradarai oleh Milos Forman dan diproduseri oleh Saul Zaentz, 2 nama ini jaminan film-film berbobot, mereka menyajikan kisah pilu ini dengan baik sekali. Mungkin saja film ini akan membuat marah beberapa pihak, namun harus diakui bahwa memang sejarah mencatat, pernah ada kekejaman di kalangan Gereja. Ini terjadi ketika Gereja mendapat wewenang mutlak dan hak membunuh dan menyiksa atas orang-orang yang dianggap bidat dan diduga melawan doktrin-doktrin Gereja, akhirnya Gereja itu sendiri yang melakukan "penganiayaan" dan justru menjadi miskin kasih, suatu hal yang bertolak belakang dengan ajaran Kristus yang penuh kasih.


Image


Review Film ini, dapat Anda baca di http://portal.sarapanpagi.org/sosial-po ... agama.html


-----

[1], Peter deRosa, Vicars of Christ: The Dark Side of the Papacy, (London: Bantam Press, 1991), hal. 246-247.

[2], Peter de Rosa, Vicars of Christ: The Dark Side of the Papacy, hal. 239.
(Robert Held, dalam bukunya, "Inquisition", memuat foto-foto dan lukisan-lukisan yang sangat mengerikan tentang kejahatan Inquisisi yang dilakukan tokoh-tokoh Gereja ketika itu. Dia paparkan lebih dari 50 jenis dan model alat-alat siksaan yang sangat brutal, seperti pembakaran hidup-hidup, pencungkilan mata, gergaji pembelah tubuh manusia, pemotongan lidah, alat penghancur kepala, pengebor vagina, dan berbagai alat dan model siksaan lain yang sangat brutal. Ironisnya lagi, sekitar 85 persen korban penyiksaandan pembunuhan adalah wanita. Antara tahun 1450-1800, diperkirakan antara dua-empat juta wanita dibakar hidup-hidup di dataran Katolik maupun Protestan Eropa.)


Disalin dari :

John Foxe, Foxe's Book of Martyrs, Kisah Para Martir tahun 35-2001, Andi, 2001.
http://www.hrionline.ac.uk/johnfoxe/intro.html
Online Version : http://www.ccel.org/f/foxe/martyrs/home.html
Atau di http://www.the-tribulation-network.com/ ... rs_toc.htm



Catatan :

Ternyata "INKUISISI" bukan mutlak milik kalangan Katolik saja, yang memproklamirkan dirinya sebagai "REFORMED" ternyata juga "meniru kelakukan boss lama", baca di Artikel : [b]INKUISISI - ALA PROTESTAN, di inkuisisi-dalam-sejarah-gereja-vt1554.html#p5508

[/b]


Top
 Profile  
 
 Post subject:
PostPosted: Thu Jun 07, 2007 7:00 pm 
Offline
Merdeka dlm Kristus
Merdeka dlm Kristus
User avatar

Joined: Fri Jun 09, 2006 5:20 pm
Posts: 8003
KISAH PARA MARTIR



VI. Karya & Penganiayaan Terhadap John Wycliffe
(Sekitar 1377-1384)




Image
John Wycliffe (?1330-1384)


John Wycliffe adalah penduduk asli Yorkshire, Inggris. Ia belajar di Universitas Oxford tempat ia mengambil jurusan utama dalam filsafat skolastik dan teologi; belakangan mengajar di sana dan menjadi terkenal sebagai teolog skolastik yang cerdas serta ahli debat yang paling dihormati pada zamannya. Pada 1374, ia memasuki pelayanan kerajaan dan dikirim ke Bruges, sebuah kota di Belgia barat laut, agar bernegosiasi dengan Wakil Paus tentang masalah pembayaran upeti kepada Roma, yang harus dibayar oleh semua kerajaan yang berafiliasi kepada Gereja Roma.


Untuk beberapa saat ia dikaitkan dengan John of Gaunt, Duke of Lancaster, dalam oposisinya terhadap pengaruh gereja atau imam dalam masalah politik. Selama waktu itu, Wycliffe menentang hak-hak yang diklaim oleh gereja dan mengimbau diadakan reformasi atas kekayaan, korupsi, dan penyelewengan gereja. Ia memandang raja sebagai penguasa yang sah untuk memurnikan gereja di Inggris. Pandangannya bertentangan keras dengan praktik dan pengajaran Gereja Roma. Oleh karena alasan inilah wali gereja, biarawan, dan imam bangkit meawan ia serta para pengikutnya, yang saat itu disebut Lollard [1].

Wycliffe adalah sarjana dan filosof Oxford yang terkenal. Bahkan orang-orang yang menjadi musuh doktrin-doktrinnya menyadari hal ini dan terkesan dengan argumennya yang kuat dan logis. Bertahun-tahun setelah kematian Wycliffe, satu dari mereka, seorang yang bernama Walden, menulis surat kepada Paus Martin V dan berkata, "Saya sangat kagum mendengar argumennya yang sangat kuat dengan sumber kuasa yang ia kumpulkan dan dengan intensitas emosional serta kekuatan logikanya."

Pengaruh Wycliffe sampai pada saat agama yang terorganisir rusak dan bejat akhlaknya. Orang-orang memberikan pelayanan hanya di mulut untuk hal-hal dari Tuhan, tetapi mereka menyangkal kuasa-Nya yang mempertobatkan dengan cara hidup mereka. Tradisi dan upacara buatan manusia sangat penting bagi banyak orang, tetapi hanya sedikit orang yang memiliki hubungan dengan Yesus Kristus yang menyelamatkan. Itu merupakan masa kebutaan rohani. Oleh karena mereka tidak memiliki cara untuk mendapatkan pengetahuan langsung tentang Alkitab, kebanyakan orang dituntun masuk ke dalam wilayah kege1apan dan keraguan serta diajar oleh imam bahwa upacara dan praktik gereja akan menyelamatkan mereka.

Orang-orang Kristen awal dianiaya oleh orang dunia dan sering kali menjadi martir, tetapi John Wycliffe harus menghadapi penganiayaan dari orang-orang yang menyanjung nama Kristus yang kudus. Pejabat gereja sangat marah mendengar ajarannya. Mereka menentangnya dengan segala cara yang mungkin. Pertama, hanya biarawan dan rahib yang menentang Wycliffe. Kemudian mereka bergabung dengan imam, uskup, dan uskup agung. Seorang uskup agung, Simon Sudbury, memindahkan Wycliffe dari kedudukannya di Oxford. Akhirnya, Paus ikut ambil bagian menentang Wycliffe juga.

Selama beberapa saat, Wycliffe mampu menghindari kuasa Gereja Roma karena campur tangan dan perkenan yang ia peroleh dari John of Gaunt, Duke of Lancaster dan Lord Henry Percy, Earl of Northumberland pertama, yang dibunuh pada tanggal 20 Februari 1408, dalam pemberontakan me1awan Henry IV di Bramham Moor. Namun, akhirnya dukungan dari dua orang bangsawan ini terbukti tidak berbuah dan pada 1377 uskup-uskup berhasil menghasut Uskup Agung, Simon Sudbury agar mengambil tindakan melawan Wycliffe.

Sebelumnya Sudbury telah mencabut wewenang Wycliffe untuk mengajarkan "doktrinnya yang menyesatkan", dan sekarang ia memanggil Wycliffe untuk hadir di depan sidang uskup, Pemimpin sekuler yang mendukung Wycliffe menemukan empat biarawan yang bersedia mendukung Wycliffe di depan para uskup. Sidang itu dilaksanakan di Katedral St. Paul di London.

Para duke dan baron duduk bersama dengan Uskup Agung dan uskup-uskup di Kapel Our Lady. Wycliffe diminta untuk berdiri di depan mereka. Lord Percy menyuruh Wycliffe untuk duduk karena ia "memiliki banyak hal yang perlu dijawab" dan ia perlu duduk. Hal ini membuat marah Uskup London yang berkata bahwa Wycliffe harus tetap berdiri. Argumen sengit yang terjadi setelah itu berlangsung begitu lama, orang banyak menjadi gelisah, dan mulai menyuarakan ketidaksabaran mereka, terutama ketika argumen itu menyempit menjadi dua kubu yang saling mengancam kubu yang lain - kubu sekuler yang mengancam dengan tindakan sekuler terhadap imam dan kubu agama yang mengancam dengan tindakan rohani menentang kaum bangsawan. Argumen itu berakhir ketika Duke of Lancaster membisikkan penghinaan terhadap Uskup London ke orang yang berada di sebelahnya dengan cukup keras sehingga semua orang bisa mendengarnya. Hal ini menimbulkan kegaduhan dari banyak orang, yang berkata bahwa mereka tidak akan membiarkan Uskup mereka diperlakukan seperti itu sehingga rapat itu berakhir dengan saling cela dan cekcok lalu sidang dibubarkan sebelum pukul 9.00. Sidang itu tidak diadakan lagi.

Tidak lama setelah Richard II menggantikan kakeknya Edward III, menjadi raja Inggris pada 1377, Uskup Roma bergerak menentang Wycliffe lagi berdasarkan beberapa artikel yang mereka sarikan dari khotbahnya.

1. Roti Ekaristi Kudus, setelah penahbisan oleh imam, bukanlah tubuh Kristus yang aktual.

2. Gereja Roma bukanlah kepala seluruh gereja; demikian juga Petrus tidak memiliki kuasa yang lebih besar daripada yang diberikan oleh Kristus kepada rasul-rasul yang lain.

3. Pemimpin Gereja Roma tidak memiliki lebih banyak kunci gereja daripada yang lain dalam keimaman.

4. Injil pada dirinya sendiri sudah cukup untuk mengatur kehidupan setiap orang Kristen di bumi, tanpa peraturan lainnya.

5. Seperti memilih warna putih pada tembok gereja, semua peraturan yang dibuat untuk mengatur umat beragama tidak menambahkan kesempurnaan pada Injil Yesus Kristus.

6. Pemimpin Gereja Roma, maupun wali gereja lainnya, seharusnya tidak memiliki penjara untuk menghukum para pelanggar peraturan.



Wycliffe diperintahkan oleh uskup dan wali gereja untuk tidak berbicara serta mengajarkan doktrin-doktrinnya, tetapi ia justru menjadi lebih kuat dan lebih berani dalam tekadnya untuk mengajarkan kebenaran Alkitab. Ia terus menikmati dukungan banyak bangsawan dan berusaha sekali lagi untuk mengajarkan doktrinnya di antara rakyat jelata.

Pada tahun pertama pemerintahan Raja Richard II, Paus bereaksi dengan menerbitkan bulla [2] langsung ke Universitas Oxford dan menegur mereka dengan keras karena tidak "melarang doktrin Wycliffe" dan membiarkan doktrinnya diajarkan begitu lama sehingga bisa berakar. Pengawas mahasiswa dan master Universitas itu berunding apakah mereka akan menghormati bulla itu dengan menerimanya, atau menolak, dan menyangkalnya sebagai hal yang memalukan. Bulla itu menyatakan:

Seperti telah kita ketahui melalui banyak orang yang bisa dipercaya bahwa seorang John Wycliffe, rektor Lutterworth, di keuskupan London, profesor ilmu ketuhanan, telah melangkah sampai level kebodohan yang menjijikkan sehingga ia tidak takut mengajar dan berkhotbah di hadapan umum, atau lebih tepatnya memuntahkan isi perutnya yang kotor, dalil, dan kesimpulan tertentu yang salah pun menyesatkan, yang mengeluarkan kerusakan moral bidat, yang cenderung memperlemah dan menggulingkan status gereja secara keseluruhan, bahkan juga pemerintah sekuler.

Pendapatyang ia sebarkan di wilayah Inggris ini, negara yang begitu mulia dalam kekuatan yang berlimpah kekayaan dan yang kemurnian imannya bersinar, sejak dulu menghasilkan orang-orang termasyhur karena pengetahuan Alkitab mereka yang jelas dan sehat, matang dalam keseriusan tingkah laku, mencolok ibadahnya, dan pembela iman Gereja Roma yang berani. Beberapa dari kawanan domba Kristus ia cemari dengan doktrinnya dan ia sesatkan dari jalur iman murni yang lurus ke dalam lubang kebinasaan.

Oleh karena itu kita tidak bersedia mengabaikannya karena hal itu menyebab¬kan penyakit pes yang mematikan, kami dengan tegas memerintahkan agar dengan kuasa kami, kamu menangkap atau menyebabkan orang yang disebut John itu ditangkap dan mengirimnya dan dikawal orang yang bisa dipercaya ke saudara kita yang mulia, Uskup Agung Canterbury dan Uskup London, atau satu dari mereka.



Dua surat lain dari Paus menunjukkan perasaannya yang kuat yang menentang John Wycliffe. Satu surat itu menunjukkan bahwa Paus menghendaki Wyc1iffe muncul di hadapannya jika Uskup tidak mampu menye1esaikan kasus itu dalam waktu tiga bulan. Surat kedua ditujukan kepada Uskup Inggris dan mendesak mereka untuk memperingatkan penguasa sekuler, termasuk raja agar tidak menghormati doktrin Wycliffe. Kedua surat itu berfungsi untuk meneguhkan kasus menentang Wycliffe di antara para uskup dan mereka bertekad untuk membawa Wycliffe ke depan mereka untuk menerima keadilan yang mereka pandang sesuai untuknya karena kebidatannya.

Namun, ketika hari pemeriksaan Wycliffe tiba, seorang dari istana pangeran (Raja Richard II), yang bernama Lewis Clifford masuk ruangan tempat para uskup berada dan memerintahkan untuk tidak memproses pengadilan untuk John Wycliffe lebih lanjut. Kata-katanya begitu mengagetkan para uskup sehingga banyak dari mereka yang tidak bisa berkata apa-apa. Jadi dengan demikian, oleh karya pemeliharaan Allah yang ajaib, John Wycliffe terlepas dari kemarahan para uskup untuk kedua kalinya.

Wycliffe sangat senang karena memiliki waktu lebih banyak untuk mengajar dan berkhotbah. Namun makin banyak ia melakukannya, para uskup dan para penguasa gereja lainnya menjadi makin marah. Kemudian pada Maret 13 78, Paus Gregorius XI, pemimpin yang banyak menimbulkan masalah bagi Wycliffe, mati secara tak terduga. Hal ini memulai terjadinya "Skisma Roma yang Besar" di gereja barat di Roma. Saat itu merupakan masa kekacauan dan kebingungan Roma yang terus berlangsung sampai Konsili Constance memilih Martin V sebagai paus pada 1417.

Pada waktu yang hampir sarna, selama sekitar 3 tahun, perpecahan yang hebat terjadi di Inggris antara rakyat jelata dengan bangsawan. Selama kesulitan itu. Simon of Sudbury, Uskup Agung Canterbury, diculik oleh beberapa orang yang lebih kejam dan dipenggal kepalanya. Ia digantikan oleh William Courtney sebagai wakil gereja, Paus yang tidak kalah kerajinannya dalam mengikis bidat.

Meskipun demikian, sekte Lollard Wycliffe terus bertumbuh makin besar kekuatan dan pengaruhnya di Inggris sampai William Berton, Rektor Universitas Oxford, memanggil delapan doktor biara bersama-sama [rahib] dan empat orang lainnya lalu mengeluarkan keputusan yang menyatakan bahwa hukuman berat akan diberikan kepada siapa pun yang berhubungan dengan Wycliffe dan para pengikutnya. Berton mengancam Wycliffe sendiri dengan pengucilan dari gereja dan pemenjaraan. Keputusan itu memberi kesempatan tiga hari kepada Wycliffe dan para pengikutnya untuk ber tobat dari "penyelewengan dan ajaran mereka yang sesat."

Sebagai respons, Wycliffe berpikir untuk me1ewati paus dan para imam lalu membuat permohonan langsung kepada raja. Namun, Duke of Lancaster melarang ia untuk melakukannya dan berkata bahwa ia harus menundukkan dirinya sendiri pada kecaman dan hukuman Uskup dari keuskupan. Jadi, Wycliffe, yang dikelilingi masalah dan musuh, sekali lagi harus menyatakan doktrinnya secara terbuka di depan pejabat gereja.

Pada Hari St. Duncan pada 1382, sekitar pukul 2.00 siang hari, Uskup Agung Canterbury dan asistennya, beberapa doktor dalam ilmu ketuhanan, pengacara, profesor, dan imam lainnya berkumpul di Blackfriar di London untuk berkonsultasi satu dengan yang lain tentang buku-buku dan pengajaran Wycliffe. Pad a waktu itu, gempa bumi yang hebat terjadi di seluruh Inggris. Banyak orang yang hadir dalam pemeriksaan Wycliffe berkata bahwa itu adalah pertanda dan beberapa bahkan mengusulkan agar mereka membatalkan maksud mereka. Namun, Uskup Agung berkata bahwa mereka salah menafsirkan arti gempa bumi itu dan melanjutkan mendorong mereka untuk meneruskan misi mereka. Ia kemudian membacakan beberapa tulisan Wycliffe kepada kelompok itu dan dengan berani menyatakan bahwa doktrinnya jelas bidat sebab doktrin itu tidak segaris dengan tradisi dan pengajaran gereja. Bukan hanya pengajarannya yang menyesatkan, Uskup Agung menyatakan, tetapi mereka juga tidak beragama.

Oleh karena sejauh tertentu telah dilucuti oleh gempa bumi itu, para pemimpin tidak sepenuhnya bisa diyakinkan oleh Uskup Agung. Satu anggota melaporkan bahwa gejala alam yang sarna terjadi di gereja tertentu ketika percekcokan sebelumnya dengan Wycliffe terjadi. Ia berkata bahwa pintu gereja itu terbuka lebar karena sambaran kilat. Orang-orang yang berada di sana berusaha susah payah me1arikan diri dari api dari surga. Diskusi tentang Wycliffe dan ajarannya berlangsung selama beberapa jam.

Akibat pertemuan di Blackfriar, Uskup Agung Canterbury memberi mandat kepada Uskup London yang menentang John Wycliffe dan para pendukungnya:

Telah sampai pada pendengaran kita, bahwa meskipun, oleh hukum gereja, tidak seorang pun, yang sedang dilarang atau tidak diutus, bisa menempati posisi sebagai pengkhotbah, secara umum atau pribadi, tanpa otoritas kursi kerasulan atau uskup di tempat itu; namun meskipun demikian, orang-orang tertentu, yang adalah anak kebinasaan dengan bersembunyi di balik tirai kekudusan yang besar, dibawa pada satu di an tara kondisi pikiran bahwa mereka mengambil otoritas untuk diri mereka sendiri untuk berkhotbah, dan tidak takut untuk meneguhkan, lalu mengajar, secara umum seperti biasa dan terbuka berkhotbah di gereja-gereja dan di jalan-jalan, juga di banyak tempat umum lainnya di provinsi kita; tentang dalil dan kesimpulan tertentu yang bersifat bidat, salah, dan menyesatkan, serta dicela oleh gereja Allah yang menjijikkan bagi ketetapan gereja yang kudus; yang juga meracuni banyak orang Kristen yang baik; dan menyebabkan mereka secara menyedihkan menyeleweng dari iman Gereja Roma, yang tanpanya tidak ada keselamatan.

Oleh karena itu kami menegur dan memperingatkan bahwa tidak ada seorang pun, bagaimanapun keadaan dan kondisinya, boleh mengadakan, mengajar, berkhotbah atau membela bidat dan penyelewengan yang sudah disebutkan sebelumnya, atau apa pun darinya; ia juga jangan mendengar atau memerhatikan orang yang mengkhotbahkan kebidatan atau kesalahan yang dikatakan, atau satu pun darinya; dan jangan memberi perkenan atau dukungan kepadanya, entah secara umum atau pribadi; tetapi segera ia harus menjauhkan diri dan menghindar darinya, seperti ia menghindari ular yang menyemburkan bisa yang menular; di bawah penderitaan kutukan yang lebih besar.

Dan selain itu, kami memerintahkan saudara kami, mengenai pandangan yang mereka selidiki dengan teliti serta tekun; dan terus melawan hal yang sama dengan efektif.

Pada saat yang sama, Rektor baru Universitas Oxford adalah Master Robert Rygge, yang tampaknya mendukung John Wycliffe dan pengajaran Injil Yesus Kristus. Ia sering kali menahan gerakan tertentu yang menentang Wycliffe, oleh karena itu membantu memajukan Injil, yang pada saat itu berada dalam bahaya besar yang ditimbulkan oleh penguasa gereja. Selain itu, ketika khotbah perlu diberikan kepada orang-orang, ia mengutus imam yang ia ketahui sangat mendukung John Wycliffe. Dua dari mereka adalah John Huntman dan Walter Dish, yang secara terbuka menyetujui Wycliffe, pun menghargainya.

Belakangan pada tahun yang sarna (1382), Philip Reppyngdon dan Nicholas Hereford ditunjuk untuk berkhotbah kepada umat pada perayaan kenaikan Kristus ke surga dan Perayaan Corpus Christi. Mereka menyampaikan khotbah yang pro-Wycliffe di biara St. Fridewide [sekarang disebut gereja Kristus] di depan umat.

Hereford mengatakan bahwa Wycliffe adalah seorang yang setia, baik, dan tulus. Biarawan yang hadir merasa terkejut mendengar khotbahnya. Mereka berdiri untuk memprotes dengan keras dan vokal. Terutama ordo Carmelite gereja, yang dipimpin oleh Peter Stokes, yang ribut menentangnya.

Pada saat perayaan Corpus Christi mendekat, beberapa biarawan bertanya-tanya apakah Reppyngdon akan memberikan khotbah yang sarna dengan yang disampaikan Hereford. Mereka mengimbau kepada Uskup Canterbury untuk mencegah khotbah Reppyngdon. Peter Stokes, dari ordo Carmelite, ditunjuk untuk mencemarkan nama baik imam itu dan pengajaran Wycliffe secara terbuka, lalu Uskup Agung Canterbury menulis kepada Rektor Oxford dan mendesaknya untuk memikirkan ulang penunjukan Reppyngdon sebagai pengkhotbah di perayaan Corpus Christi.

Rektor makin berani menghadapi oposisi ini; ia menegur Uskup Agung dan Peter Stokes karena merongrong otoritas universitas serta mengacaukan keadaan yang damai. Ia menyatakan bahwa Uskup Agung tidak memiliki otoritas atas universitas dan universitas akan membuat keputusan sendiri mengenai masalah-masalah itu. Ia secara terbuka menyatakan bahwa ia tidak akan membantu ordo Carmelite dengan cara apa pun.
Oleh karena itu Reppyngdon tetap maju dengan khotbahnya pada hari perayaan. Ia berkata, "Dalam semua masalah moral saya akan membela Master Wyc1iffe sebagai doktor gereja yang sejati." Ia juga memuji dukungan yang diberikan Duke of Lancaster pada gerakan Injil. Ia menyimpulkan khotbahnya dengan memuji pekerjaan dan pelayanan John Wycliffe.

Ketika khotbahnya selesai, Reppyngdon masuk ke Gereja St. Frideswide disertai dengan banyak temannya, yang seperti dipikirkan musuh-musuhnya, membawa senjata yang disembunyikan di bawah pakaian mereka kalau-kalau ada serangan terhadap Reppyngdon. Biarawan Stokes, dari ordo Carmelites, menyembunyikan dirinya sendiri di tempat suci gereja dan berpikir bahwa mereka akan menyerangnya sehingga ia tidak berani pergi sampai Reppyngdon dan teman-temannya pergi. Di seluruh universitas ada sukacita besar atas keberanian rektor mereka dan mereka dikuatkan oleh khotbah Reppyngdon yang jelas.

Setelah masa pembuangan yang singkat, Wycliffe bisa kembali ke jemaat Lutterworth tempat ia menjadi pendeta [imam jemaat]. Ia meninggal dengan tenang pada 31 Desember 1384 dalam usia 56 tahun.

Dikatakan tentangnya: "hal yang sama menyukakannya pada masa tuanya seperti menyukakannya ketika ia masih muda."

Musuh terburuk Wycliffe adalah para anggota imam. Namun, ia juga menikrnati dukungan banyak rakyat jelata dan bangsawan, di antara mereka John Clenbon, Lewis Clifford, Richard Stury, Thomas Latimer, William Nevil, dan John Montague. Setelah kematian Wycliffe, orang-orang ini menyingkirkan patung dan ikon dari gereja mereka sebagai penghormatan terhadap doktrin-doktrin dan pengajarannya.

Oposisi terhadap Wycliffe dan ajarannya berlanjut selama bertahun-tahun setelah kematiannya. Pada 14 Mei 1415, Konsili Constance menyatakan:

Konsili yang kudus ini menyatakan, memutuskan dan memberikan hukuman, bahwa John Wycliffe adalah bidat yang buruk dan ia mati dalam kebidatannya secara keras kepala. Konsili juga mengutuk orang yang seperti ia dan mengutuk orang yang mengenangnya. Konsili ini juga menyatakan dan memerintahkan agar tubuh serta tulangnya,jika itu bisa dibedakan dari tubuh orang yang setia lainnya, harus dike1uarkan dari tanah, dan dilemparkan jauh dari penguburan gereja mana pun, sesuai petunjuk peraturan dan hukum.

Tiga puluh satu tahun setelah kematian Wycliffe, Konsili Constance memindahkan jenazahnya dari tempat penguburan, membakarnya, dan melemparkan abunya ke dalam sungai. Pelaksana eksekusinya berpikir bahwa mereka akan mematikan pengaruhnya yang terus-menerus melalui tindakan semacam itu, tetapi tidak demikian halnya. Sama seperti yang dipikirkan orang Farisi ketika mereka membunuh Kristus dan menempatkan tubuh-Nya dalam kuburan yang gelap serta berpikir bahwa Dia telah lenyap untuk selama-lamanya, konsili yang menentang John Wycliffe itu berpikir bahwa tindakan simbolis mereka menggali kubur "bidat" itu dan melemparkan abunya akan membunuh ingatan akan ia di antara para pengikutnya. Namun, seperti yang dialami orang-orang Farisi dengan hati cemas, tidak ada satu pun yang bisa menghentikan Yesus Kristus dan tidak ada sesuatu pun yang bisa menghentikan kebenaran.

Meskipun mereka membakar tubuh Wycliffe dan melemparkan abunya ke dalam sungai, firman Allah dan kebenaran doktrin Wycliffe tidak bisa dihancurkan, dan orang-orang lain segera meneruskan pekerjaan yang sudah ia mulai.


-----


[1] Lollard, kata Inggris abad pertengahan, diambi dari kata Belanda abad pertengahan, Lollaerd, yang berarti berkomat-kamit, mengucapkan sesuatu terus menerus tanpa suara, bidat.

[2] Bull, dokumen resmi, seringkali merupakan keputusan, yang dikeluarkan oleh paus, dan dimateraikan dengan bulla.
Bulla, Meterai bulat yang dicapkan pada papan bull.



Disalin dari :

John Foxe, Foxe's Book of Martyrs, Kisah Para Martir tahun 35-2001, Andi, 2001.
http://www.hrionline.ac.uk/johnfoxe/intro.html
Online Version : http://www.ccel.org/f/foxe/martyrs/home.html
Atau di http://www.the-tribulation-network.com/ ... rs_toc.htm


Top
 Profile  
 
 Post subject:
PostPosted: Tue Jun 12, 2007 6:19 pm 
Offline
Merdeka dlm Kristus
Merdeka dlm Kristus
User avatar

Joined: Fri Jun 09, 2006 5:20 pm
Posts: 8003
KISAH PARA MARTIR



VII. Penganiayaan & Kemartiran John Huss (1415)



John Huss dilahirkan di Hussenitz; Bohemia, pad a 1369. fa belajar teologi di Universitas Prague, ditahbiskan sebagai imam, dan diangkat sebagai pengkhotbah di kapel Bethlehem di Prague pad a 1402. Pada 1409, Huss dijadikan "rektor Universitas itu.

Huss sangat dipengaruhi oleh tulisan-tulisan Wycliffe, terutama penolakannya ter¬hadap dasar Alkitabiah otoritas paus atas gereja; penekanannya bahwa Alkitab merupakan otoritas yang tertinggi dalam semua masalah gereja; penekanannya pada reformasi ekstensif dalam hal kekayaan, korupsi, dan penyelewengan Gereja Roma; penyangkalannya terhadap doktrin transubstansi gereja, yang adalah doktrin yang mengatakan bahwa roti komuni dan anggur menjadi tubuh dan darah Tuhan Yesus Kristus yang aktual ketika imam berdoa atasnya meskipun penampilannya masih tetap sama; dan argumennya bahwa orang-orang Kristen harus memiliki Alkitab dalam bahasa mereka sendiri sehingga mereka bisa membaca sendiri. Pada saat itu semua Alkitab memakai bahasa Latin dan hanya digunakan oleh imam; beberapa Alkitab yang digunakan untuk kebaktian dirantai di mimbar sehingga tidak bisa dikeluarkan dari bangunan itu untuk digunakan oleh orang awam.

Huss tidak hanya percaya pada doktrin Wycliffe, tetapi mulai mengajarkannya dari mimbar gerejanya dan di universitas. Dengan melakukannya, tidak ada jalan untuk menghindar dari perhatian Paus dan para pendukungnya, yang ditentang oleh Huss dengan keras dan kuat.

Uskup Agung Gereja Roma di Prague, menyadari bahwa kaum reformis, seperti julukan mereka pada saat ini, makin hari makin meningkat jumlahnya. Oleh karena itu mereka mengeluarkan keputusan untuk menekan penyebaran tulisan Wycliffe yang lebih luas. Namun, hal ini memiliki dampak yang berbeda dari hal yang ia harapkan sebab justru mendorong para pendukung Wycliffe dan Huss untuk meningkatkan usaha mereka sampai setiap orang di universitas bersatu untuk menyebarkan ajaran itu sejauh mungkin.

Oleh karena ia sangat setuju dengan doktrin Wycliffe, Huss menentang keputusan Uskup Agung secara pribadi dan dari mimbar. Kemudian Uskup Agung mendapatkan dokumen resmi dari Paus dan memberikan kuasa kepadanya untuk menghentikan setiap orang yang menerbitkan doktrin Wycliffe di wilayahnya. Setelah menerima bulla Paus, Uskup Agung segera mengutuk tulisan Wycliffe dan memerintahkan setiap orang yang memiliki tulisan semacam itu untuk menyerahkan kepadanya. Ketika empat doktor ilmu ketuhanan terse but tidak mau melakukannya, ia mengeluarkan keputusan bahwa mereka dilarang untuk berkhotbah di jemaat mana pun. Huss dan keempat anggota universitas tersebut memprotes keputusan itu dan memohon banding kepada Uskup Agung.

Ketika Paus mendengar hal ini, ia menugaskan Kardinal Colonna untuk memanggil John Huss ke Roma dan menjawab tuduhan bahwa ia mengkhotbahkan hal yang menyimpang dan kebidatan. Atas permintaan Huss, Raja Winceslaus dan istrinya, beberapa bangsawan tertentu, serta para pemimpin universitas, meminta agar Paus membatalkan kemunculan pribadi Huss di Roma, dan agar Paus tidak mengizinkan seorang pun di Bohemia untuk dituduh bidat serta untuk mengizinkan semua imam di Bohemia untuk memberitakan Injil dengan bebas di gereja mereka masing-masing.

Tiga wakil Dr. Huss muncul mewakilinya di depan Kardinal Collona untuk menjelaskan mengapa ia tidak bisa hadir dan berkata bahwa mereka bisa menjawab semua pertanyaan untuk mewakilinya. Namun, Kardinal menyatakan bahwa Huss bandel dan tidak taat, lalu segera mencabut hak-hak keanggotaan gerejanya lebih lanjut dengan mengucilkannya. Wakil Huss memohon kepada Paus, yang menugaskan empat Kardinal untuk meninjau proses itu. Kardinal itu bukan hanya meneguhkan hukuman Huss, melainkan juga memperluas pengucilan mencakup semua ternan dan pengikut Huss, termasuk keempat wakilnya itu.

Huss memohon banding atas hukuman itu, tetapi tidak ada gunanya, dan karena ia tidak bisa lagi berkhotbah di Kapel Bethlehem di Prague, ia pensiun dan kembali ke kota asalnya di Hussenitz, tempat ia melanjutkan mengajarkan doktrinnya yang baru dari mimbar dan dalam tulisan. Selama waktu itu ia menulis banyak surat dan khotbah yang panjang saat ia menekankan bahwa tidak ada seorang pun yang memiliki otoritas untuk melarang seseorang untuk membaca buku-buku yang ditulis reformator seperti Wycliffe. Ia juga menulis buku-buku untuk menentang paus, kardinal, dan imam yang rusak secara moral. Argumen Huss secara Alkitabiah sehat dan kuat serta meyakinkan banyak orang bahwa ia benar.

Pada bulan November 1414, konsili diadakan di Constance, Jerman, dengan tujuan untuk mengakhiri skisma di Gereja Roma yang telah mengakibatkan munculnya tiga paus yang saling bersaing. Konsili itu diadakan bersama oleh orang yang mengaku sebagai paus resmi Yohanes XXIII karena desakan Kaisar Roma yang Kudus Sigismund. Selama proses, konsili menyatakan dirinya sendiri lebih unggul daripada keputusan paus dan menyingkirkan dua paus, Yohanes XXIII dan Benediktus XIII lalu meminta paus ketiga, Paus Gregorius XII, melepaskan jabatannya. Mereka kemudian memilih paus yang baru, Martin V. Sebelum mereka menangguhkan konsili pada 1418, konsili itu juga menyatakan bahwa konsili umum, yang memiliki kekuasaan lebih tinggi daripada paus, akan bertemu secara regular untuk menentukan kebijakan dan doktrin gereja. Namun, ketika Konsili Basel diadakan pada 1431-37, Paus menyatakan konsili itu bidat dan meneguhkan kembali keunggulan Gereja Roma mengatasi konsili semacam itu. Akhirnya, usaha konsili untuk mengadakan reformasi pada Gereja Roma tidak banyak hasilnya; moral yang rusak dan korupsi terus berlanjut.

John Huss telah diundang untuk menghadiri Konsili Constance dan dijamin akan mendapat perlakuan yang baik oleh Kaisar Sigismund. Meskipun demikian, tuduhan bidat tetap diberikan kepadanya dan disampaikan kepada Paus serta anggota konsili. Segera setelah Huss tiba di Constance, sekitar bulan Januari 1415, ia ditangkap serta dikurung di ruangan istana. Ketika teman-teman Huss menunjukkan kepada konsili bahwa itu merupakan pelanggaran hukum serta sumpah Kaisar yang menjaminnya aman, Paus menjawab bahwa secara pribadi ia tidak pernah memberikan jaminan keamanan serta ia tidak terikat dengan apa pun yang telah dikatakan Kaisar. Ketika imbauan diberikan kepada Kaisar Sigismund berdasarkan sumpahnya bahwa ia menjamin keamanan Huss, ia menolak untuk ikut campur untuk melindungi Huss. Hal itu belakangan menimbulkan kedukaan yang lebih besar kepada Kaisar ketika ia menjadi raja Bohemian pada 1419 dan terlibat dalam Perang Huss yang menghancurkan.

Oleh karen a tidak ada penyidik Gereja Roma untuk memeriksa Huss, konsili itu sendiri menjalankan fungsi tersebut. Dalam kebodohan mereka, mereka pertama-tama mencela John Wycliffe yang telah mati pada 1384 dan memerintahkan agar mayatnya digali, dibakar menjadi abu, dan abunya dibuang ke Sungai Rhine.

Ketika Huss dibawa ke hadapan mereka, mereka membaca 45 artike1 yang menentangnya, yang kebanyakan diambil dari tulisan-tulisannya dan sebagian besar darinya sudah diputarbalikkan untuk membuktikan tuduhan mereka. Terhadap tuduhan itu, Huss menjawab: "Saya memohon kepada Paus, yang te1ah meninggal sebelum permohonan banding saya diputuskan, jadi pada saat itu saya memohon banding kepada penggantinya, Paus Yohanes XXIII. N amun, karena saya tidak diizinkan untuk membela kasus saya selama lebih dari dua tahun, saya memohon pada hakim agung Yesus Kristus."

Image
Pengadilan terhadap John Huss


Ketika John Huss selesai berbicara, para penyidiknya mendesak untuk mengetahui apakah ia telah menerima "absolusi dari Paus atau tidak. Ia menjawab, "Tidak."
Kemudian konsili bertanya apakah sah memohon banding kepada Kristus atau tidak. Terhadap pertanyaan itu, ia menjawab, "Dengan tulus saya berkata di depan kamu semua bahwa tidak ada permohonan banding yang lebih adil atau efektif daripada permohonan yang dilakukan kepada Kristus. Sebab hukum mengatakan bahwa memohon banding berarti meminta kepada hakim yang lebih tinggi untuk membenarkan kesalahan yang dilakukan kepadamu oleh hakim yang lebih rendah. Saya bertanya kepadamu, siapa hakim yang lebih tinggi daripada Kristus? Siapa yang bisa menghakimi mereka dengan benar dan sesuai hukum, atau yang lebih adil serta tidak pandang bulu? Tidak ada kebohongan dalam Kristus dan Dia tidak bisa dibohongi, jadi siapa yang bisa membantu orang yang malang dan tertindas lebih baik daripada Dia?" Sementara Huss berbicara ia ditertawakan dan diejek oleh semua anggota konsili,yang kemudian menjadi sangat marah mendengar kata-katanya dan memutuskan bahwa ia harus dibakar.

Tujuh orang maju ke depan dan memerintahkan kepada Huss untuk menaruh pakaian imamnya dan ia lakukan. Mereka kemudian mulai menghina dan mengejeknya pada saat mereka melepaskan pakaian imam darinya satu demi satu. Pada satu sisi mereka berdebat bagaimana mereka seharusnya menanggalkan mahkota yang diukir di kepalanya, Huss memberi komentar, "Aku heran sekalipun kamu semua memiliki pikiran yang kejam, kamu tidak bisa mencapai kesepakatan tentang bagaimana me1akukan kekejaman ini."

Uskup memutuskan bahwa mereka akan memotong mahkota di kepalanya dengan gunting besar, yang kemudian mereka lakukan. Kemudian pada kepalanya yang berdarah mereka menempatkan topi kertas Uskup yang memiliki gambar roh-roh jahat dan kata-kata, "biang ke1adi bidat." Ketika Huss melihat itu, ia berkata, "Demi diriku, Tuhan Yesus Kristus memakai mahkota duri, jadi demi Dia mengapa aku tidak mengenakan mahkota terang ini meskipun ini merupakan hal yang memalukan."

Ketika Uskup mengenakan penutup kepala dari kertas di kepala Huss, ia berkata, "Sekarang kami menyerahkan jiwamu kepada neraka."

Huss mengangkat matanya ke surga dan berkata, "Namun, aku menyerahkan ke dalam tangan-Mu, O Tuhan Yesus Kristus, rohku yang telah Engkau tebus."

Huss kemudian dituntun melewati api unggun tempat mereka membakar buku-bukunya dan diikat di tiang dengan rantai. Ketika pelaksana eksekusi melingkarkan rantai ke sekeliling tubuhnya, Huss tersenyum dan berkata, "Tuhanku Yesus Kristus diikat dengan rantai yang lebih kuat daripada ini demi aku, jadi mengapa aku harus malu dibelenggu dengan rantai yang berkarat ini?"

Ikatan kayu ditumpuk sampai ke lehernya kemudian Duke of Bavaria berusaha membuatnya menyangkal ajarannya. Huss menjawab, "Tidak, aku tidak pernah mengkhotbahkan doktrin yang jahat dan hal yang kuajarkan dengan bibirku aku meteraikan dengan darahku." Ketika berkas kayu api dinyalakan dan nyala api menyelubunginya, Huss menyanyikan himne begitu keras dan penuh sukacita sehingga suaranya bisa terdengar mengatasi bunyi kayu yang terbakar dan suara orang banyak yang menonton ia dibakar. Namun, segera suaranya berhenti ketika nyala api itu mencapai tenggorokan dan wajahnya, dan ia tertelungkup ke depan bersandar pada rantainya.

Image
John Huss dibakar hidup-hidup


Dengan kebodohan lebih lanjut para uskup dengan teliti mengumpulkan abu Huss dan membuangnya ke Sungai Rhine supaya tidak ada sisa Huss yang masih tetap ada di bumi. Namun, mereka tidak bisa menghapuskan kenangan akan ia atau ajarannya dari pikiran para pendukungnya dengan siksaan, api atau air. Melalui mereka, kenangan akan ia dan ajarannya akan terus dihormati serta tersebar lebar dan luas. Setelah mati, Huss memberikan ancaman lebih besar pada Gereja Roma daripada saat hidup.

Melalui kematiannya lahir kelompok Huss yang merupakan pembaru agama di Ceko yang mengikuti ajarannya. Mereka membentuk inti gerakan nasional di Bohemia dan Moravia setelah kematiannya pada 6 Juli 1415. Hukuman Huss atas kebidatan pada Konsili Constance dan eksekusinya meskipun telah dijamin aman oleh Kaisar Romawi yang Kudus Sigismund, dipandang oleh rakyat Ceko sebagai penghinaan nasional. Itu merupakan penghinaan yang tidak pernah dilupakan banyak orang dan hal itu menyebabkan terjadinya Perang Huss.





Disalin dari :

John Foxe, Foxe's Book of Martyrs, Kisah Para Martir tahun 35-2001, Andi, 2001.
http://www.hrionline.ac.uk/johnfoxe/intro.html
Online Version : http://www.ccel.org/f/foxe/martyrs/home.html
Atau di http://www.the-tribulation-network.com/ ... rs_toc.htm


Top
 Profile  
 
 Post subject:
PostPosted: Sun Jun 17, 2007 4:39 pm 
Offline
Merdeka dlm Kristus
Merdeka dlm Kristus
User avatar

Joined: Fri Jun 09, 2006 5:20 pm
Posts: 8003
KISAH PARA MARTIR



VIII. Penganiayaan & Kemartiran Jerome dari Prague (1416)



Jerome dari Prague dilahirkan pada 1370. Ia adalah pembaru gereja Bohemia dan ahli Alkitab yang sering pergi berkeliling. fa belajar di beberapa universitas dan seminari di berbagai kota: Prague, Paris, Heidelberg, Cologne, dan Oxford; dan selama itu ia belajar meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris. Di Oxford ia mulai mengenal tulisan john Wycliffe, dan di sana ia menerjemahkan banyak buku John dari bahasa Inggris ke bahasa Ceko. Buku-bukunya beredar di seluruh Bohemia, dan dari sini John Huss belajar doktrin Wycliffe.

Ketika Jerome kembali ke Bohemia, ia menyadari bahwa buku-bukunya tersebar luas di kota dan universitas serta John Huss telah menjadi promotor utama buku dan ajaran Wycliffe. Jadi, ia segera berkenalan dengan Huss; dan sejak saat itu, mereka bekerja bersama-sama dalam usaha mereka.

Sete1ah Huss dikhianati dan ditangkap di Konsili Constance, Jerome pergi ke Constance dan tiba di sana pada tanggal 4 April 1415, sekitar tiga bulan sebelum Huss dibakar. Ia masuk kota dengan diam-diam karena takut ditangkap dan berkonsultasi dengan beberapa pemimpin yang juga percaya terhadap ajaran Wycliffe. Mereka dengan mudah meyakinkannya bahwa ia tidak bisa berbuat apa-apa bagi Huss karena konsili telah mengambil keputusan yang tidak dapat diganggu gugat untuk mengutuk dan membakar Huss yang dianggap sebagai bidat. Kemudian Jerome pergi ke Iberling, sebuah kota kerajaan yang berada di bawah perlindungan Kaisar dan mengirim surat kepada Kaisar Sigismund yang menyatakan bahwa ia ingin hadir di depan konsili demi Huss jika kaisar mau memberikan jaminan keamanan kepadanya -, tetapi ditolak. Ia kemudian menulis surat kcpada Konsili Constance tentang masalah yang sarna, tetapi permintaan untuk hadir demi Huss maupun jaminan keamanan ditolak.

Kemudian Jerome kembali ke Bohemia dan membawa beberapa sertifikat yang ditandatangani oleh bangsawan di Constance dan Iberling, yang menyatakan bahwa ia telah melakukan scmua yang bisa ia lakukan untuk mclakukan dengar pendapat demi Huss. Namun, ia tidak pernah kembali ke Bohemia. Di Kota Hirshaw,Jerman, ia secara illegal ditangkap oleh petugas yang diberi perintah Duke of Sultsbach, yang merasa yakin bahwa ia akan menerima ucapan terima kasih dari Konsili Constance untuk pelayanan yang sangat bcrkenan kepad a mereka itu. Konsili diberi tahu bahwa Jerome ada dalam penjagaan dan mereka memintanya dibawa kepada mereka segera. Seorang pangeran Jerman yang berada di punggung kuda yang ditugasi untuk menjaga Jerome bertemu mereka di jalan dengan hadirin yang banyak. Ia membe1enggu kaki Jerome dan rantai yang panjang dilekatkan di sekeliling lehernya. Ia kemudian dengan penuh kemenangan dan dengan gegap gempita menuntun Jerome kembali ke Constance, saat Jerome dimasukkan ke ruang bawah tanah yang kotor untuk menunggu kesenangan para penyidiknya.

Perlakuan terhadap Jerome sangat mirip dengan yang dilakukan kepada Huss, kecuali bahwa ia dikurung jauh lebih lama dan sering kali dipindah ke penjara yang berbeda. Hampir satu tahun setelah penangkapannya, ia dibawa ke depan konsili. Di sana ia meminta untuk membela kasusnya sendiri, tetapi ditolak. Oleh karena itu ia meneriakkan kata-kata ini:

Kekejaman seperti apakah ini? Selama 340 hari aku te1ah dikurung di berbagai penjara. Tidak ada penderitaan atau kekurangan yang tidak aku alami. Kamu mengizinkan semua musuhku menuduh aku seperti yang mereka harapkan, dan kamu telah menolak memberikan kesempatan yang terkecil sekalipun kepadaku untuk membela diri sendiri. Kamu tidak memberikan waktu satu jam pun bagiku untuk mempersiapkan pemeriksaanku.

Kamu telah menelan pernyataan yang palingjahat terhadapku. Kamu telah menuduh aku sebagai bidat tanpa mengetahui doktrinku; sebagai musuh iman tanpa mengetahui apakah iman yang aku akui; sebagai penganiaya imam sebelum kamu mendapat kesempatan untuk mengetahui pandanganku tentang masalah ini.

Kamu adalah konsili umum, dan dalam kamu terkandung semua yang bisa diserap oleh dunia ini: hikmat, kekhusyukan, kekudusan; tetapi kamu masih manusia, dan manusia sering kali dikelabui oleh kata-kata dan penampilan. Makin tinggi hikmatmu, kamu seharusnya makin berhati-hati agar tidak tergelincir dalam kebodohan.

Hal yang aku mohon adalah membela kasusku, demi kepentingan manusia, demi kepentingan orang-orang Kristen. Itu merupakan kepentingan yang akan memengaruhi hak-hak orang pada generasi yang akan datang, tidak peduli bagaimana proses pemeriksaan yang dikenakan kepadaku.

Ledakan kemarahan Jerome tidak memengaruhi konsili; dan ketika ia selesai, mereka membacakan lima tuduhan terhadapnya, yang bisa diringkas di bawah lima judul:
1. Bahwa ia menghina keagungan paus.
2. Bahwa ia menentang paus.
3. Bahwa ia adalah musuh para kardinal.
4. Bahwa ia adalah penganiaya para uskup.
5. Bahwa ia adalah pembenci agama Kristen.



Jerome menyangkal semua tuduhan itu dan dimasukkan kembali ke penjara. Di sana ia berulang kali digantung di tumitnya selama selang waktu 11 hari. Ketika dibawa kembali ke konsili dan diancam dengan siksaan yang lebih hebat, Jerome sepakat bahwa tulisan John Wycliffe salah serta John Huss te1ah dikutuk dan dibakar dengan adil sebagai bidat. Ia dikembalikan ke penjara, tetapi tidak lagi disiksa dan mendapat perlakuan yang lebih baik. Namun tidak lama kemudian, tampak je1as bahwa Jerome tidak sungguh-sungguh sepakat dengan konsili. Ia menarik kembali penyangkalannya terhadap Wyc1iffe dan Huss serta 107 artikel baru tentang kebidatan ditulis tentangnya.

Meskipun ada banyak orang fanatik yang tidak ingin Jerome diberikan kesempatan untuk berbicara karena mereka takut gaya bicaranya yang persuasif akan mengubah pikiran orang-orang yang penuh syak wasangka sekalipun, konsili mengizinkannya untuk membela diri sendiri. Dalam pembelaannya, Jerome membuat perbedaan yang sangat bagus antara bukti yang didasarkan pada fakta dan bukti yang hanya didukung dengan kebohongan dan kebencian. Ia membeberkan perincian khotbah dan sikap hidupnya kepada konsili lalu mengatakan bahwa orang kudus yang paling besar dan paling suci pun dikenal memiliki perbedaan dalam pendapat mereka, dan secara terbuka membahasnya sehingga mereka bisa menemukan kebenaran, bukannya menyembunyikannya. Ia berbicara dengan menghina orang-orang yang berusaha membuatnya menarik kembali kepercayaan dan ajarannya, membela doktrin Wycliffe, berbicara meninggikan Huss, serta berkata bahwa ia bersedia untuk mengikuti martir kudus itu sampai mati. Namun seperti sebelumnya, konsili tidak memerhatikan kata-katanya.

Seperti Huss, ia dikutuk dan dihukum dengan cara dibakar di tiang sebagai bidat. Oleh karena ia bukan imam, ia tidak hams mengalami penghinaan seperti dialami Huss. Konsili mernberi waktu kepadanya dua hari untuk menyangkal keyakinannya. Selama dua hari itu Kardinal Florence melakukan usaha sebaik mungkin untuk memenangkannya lagi. Namun, kata-katanya tidak memiliki dampak yang lebih besar pada Jerome daripada kata-kata Jerome pada konsili.

Dalam perjalanan menuju tiang pembakaran,Jerome menyanyikan beberapa himne; dan ketika ia dibawa ke tempat yang persis sarna seperti saat Huss dibakar, ia bertelut dan berdoa dengan tekun. Kemudian ia memeluk tiang itu sebelum dirantai dan ketika pelaksana hukuman pergi ke belakangnya untuk menyalakan kayu api, ia berkata kepadanya, "Datanglah ke sini ke depanku dan nyalakan api sehingga aku bisa melihatnya. jika aku takut terhadapnya, aku tidak akan pergi ke tempat ini."
Api itu dinyalakan dan karena kayu api itu sangat kering, kayu itu menyala dengan cepat menyelubunginya. Jerome menyanyi pujian untuk beberapa saat, tetapi segera dibungkam oleh api yang membakar. Kata-kata terakhirnya yang bisa terdengar oleh para saksi yang ada di sana, "Jiwaku yang ada dalam nyala api ini kuserahkan kepada-Mu Kristus." Hari kemartirannya adalah 30 Mei 1416.

Meskipun para penyidik Inkuisisi Gereja Roma berharap hal yang sebaliknya, nyala api kemartiran justru menyebarkan api Injil yang sejati di seluruh dunia yang beradab. Jerome telah menerjemahkan tulisan-tulisan Wycliffe dari bahasa Inggris ke Ceko dan karena itu menanamkan benih kebenaran yang tidak akan pernah berhenti bertumbuh. Allah segera membangkitkan orang lain yang akan menerjemahkan Perjanjian Bam dari bahasa Latin, yang membuat pengetahuan akan Alkitab tetap tersembunyi dari rakyat bias a, ke dalam bahasa Inggris. Dalam Wahyu 2:12, Kristus yang sudah bangkit menulis kepada gereja di Pergamus, "Bertobatlah; jika tidak Aku akan datang kepadamu segera dan akan memerangi mereka dengan pedang dari mulut-Ku." Nah, firman Allah, yang adalah pedang Roh (Efesus 6:17), akan datang untuk menentang gereja yang tidak mau bertobat.


Image




Disalin dari :

John Foxe, Foxe's Book of Martyrs, Kisah Para Martir tahun 35-2001, Andi, 2001.
http://www.hrionline.ac.uk/johnfoxe/intro.html
Online Version : http://www.ccel.org/f/foxe/martyrs/home.html
Atau di http://www.the-tribulation-network.com/ ... rs_toc.htm


Top
 Profile  
 
PostPosted: Wed Jun 27, 2007 6:05 pm 
Offline
Merdeka dlm Kristus
Merdeka dlm Kristus
User avatar

Joined: Fri Jun 09, 2006 5:20 pm
Posts: 8003
KISAH PARA MARTIR



IX. Penganiayaan di Inggris (1401-1541)




Selama pemerintahan Raja Edward III (1327-1377), gereja di Inggris mengalami kemunduran karena campur tangan manusia mengalahkan kuasa Roh Kudus. Cahaya Injil Kristus yang sejati dengan jelas telah dipadamkan oleh kegelapan doktrin manusia, upacara yang membebani, dan berbagai ritual. Pada saat yang sama, para pengikut Wyclijfe, para pembaru yang disebut Lollard, telah menjadi sangat banyak sehingga para imam merasa terganggu; dan meskipun para imam menganiaya mereka dengan cara yang licik, para imam itu tidak berkuasa untuk membunuh mereka.



Setelah perebutan kekuasaan di takhta Inggris oleh Henry IV pada 1399, kaum Lollard mengalami penganiayaan yang makin meningkat. Segera sesudah itu, para pejabat gereja membujuk raja untuk memperkenalkan rancangan undang-undang ke parlemen untuk mengutuk Lollard yang masih bersikeras pada keyakinan mereka yang baru dan menyerahkan mereka kepada penguasa sekuler untuk dibakar sebagai bidat. Meskipun mendapat perlawanan yang kuat dari Lollard di DPR, undang-undang De haeretico comburendo (Tentang Pembakaran Bidat) dikeluarkan Parle men pada 1401, dan segera dijalankan. Undang-undang yang disahkan untuk membakar orang-orang karena keyakinan keagamaan mereka dijalankan untuk pertama kalinya di Inggris.

Martir pertama yang mati di bawah undang-undang baru ini adalah imam bernama William Santree [atau Santee] - ia dibakar di "Smithfield.

Segera setelah itu, Uskup Agung Canterbury, Thomas Arundel, dan uskup-uskupnya mulai bergerak menentang Sir John Oldcastle (Lord Cobham), pengikut Wycliffe yang popular dan ternan pribadi Henry IV, yang mereka tuduh mengutus orang-orang lain yang tidak diberi hak oleh para uskup untuk berkhotbah dan mendukung ajaran sesat menentang sakramen gereja, patung, perjalanan ziarah, dan paus. Namun, sebelum bisa menuduh orang itu, mereka tahu mereka harus mendapatkan bantuan raja. Raja mendengarkan mereka dengan sopan kemudian menyuruh mereka berurusan dengan Sir John dengan hormat dan memulihkan posisinya di gereja melalui kelembutan. Ia juga menawarkan untuk perdebatan dengan Sir John demi mereka. Segera setelah itu, ia mengutus orang kepada Sir John dan mengingatkannya untuk kembali ke induk gereja kudus, dan seperti anak taat, mengakui bahwa ia pantas mendapat hukuman karena ia telah bersalah.

Sir John menjawab:
Raja yang paling layak, engkau tahu saya selalu siap dan bersedia taat karena saya tahu engkau adalah raja Kristen dan hamba Allah yang diurapi serta engkau memanggul pedang untuk menghukum orang yang berbuat jahat dan melindungi orang yang benar. Di sebe1ah Allah yang kekal, saya berutang ketaatan kepadamu, dan saya siap, seperti yang sudah-sudah agar menyerahkan semua yang saya miliki baik uang maupun harta benda untuk melakukan hal yang engkau perintahkan kepada saya dalam Tuhan. Namun, mengenai pemimpin Gereja Roma dan pejabat gerejanya, saya tidak berutang kehadiran maupun pelayanan kepada mereka karena saya tahu me1alui Alkitab bahwa ia adalah antikris, anak kebinasaan, musuh Allah seeara terbuka dan musuh yang berdiri di tempat yang kudus yang dibicarakan Daniel.

Ketika raja mendengar ini, ia tidak memberi jawaban dan meninggalkan ruangan.

Uskup Agung sekali lagi mendekati raja berkenaan dengan Sir John, lalu ia diberi kuasa untuk menuduhnya, memeriksanya, dan menghukumnya sesuai dengan keputusan mereka yang jahat: Hukum Gereja yang Kudus. Namun, ketika Sir John tidak muncul di depan mereka sesuai permintaan mereka, Uskup Agung mengutuknya karena penolakannya yang merendahkan terhadap otoritas. Kemudian ketika diberi tahu bahwa Sir John mengejeknya, menghina segala sesuatu yang ia kerjakan; mempertahankan pendapatnya yang sama; memandang kekuasaan gereja, keagungan uskup dan ordo keimaman dengan muak; ia marah secara terbuka dan mengucilkannya.

Sebagai balasan, Sir John Oldcastle menulis pengakuan iman secara pribadi dan membawanya kepada temannya, Henry IV, yang ia harapkan akan menerimanya dengan gembira. Namun sebaliknya, raja menolaknya dan memerintahkan agar hal itu diberikan kepada Uskup Agung dan sidang uskup yang akan menghakiminya. Ketika Sir John tampil di depan sidang dan di hadapan raja, ia meminta agar seratus ksatria dikumpulkan untuk mendengarkan kasusnya dan menilai ia sebab ia tahu bahwa mereka akan membersihkannya dari semua kebidatan. Untuk membersihkan dirinya sendiri, ia bahkan menawarkan untuk berperang sampai mati melawan orang yang tidak setuju dengan imannya, sesuai dengan Hukum Kekuasaan. Akhirnya, ia dengan lembut menyatakan bahwa ia tidak akan menolak koreksi apa pun yang sesuai dengan firm an Allah, tetapi akan menaatinya dengan lemah lembut. Ketika ia selesai, raja membawanya ke ruangan pribadinya, dan saat itulah Sir John pertama kali memberi tahu raja bahwa ia telah mcmahon kepada Paus kemudian menunjukkan kepadanya hal yang telah ia tulis. Raja dengan marah memerintahkan ia untuk menunggu keputusan Paus, dan jika ia harus menyerah kepada Uskup Agung, Sir John hams melakukannya, dan ia jangan naik banding lagi. Semua itu ditolak Sir John, dan Raja memerintahkan agar ia ditangkap dan dipenjarakan di Menara London.

Oleh karena popularitas dan kehormatan Sir John Oldcastle yang besar, Uskup Agung memproses pengadilannya dengan lambat selama beberapa minggu dari September sampai Desember, tetapi hukumannya telah diputuskan terlebih dahulu, dan kutukan atas kebidatan John serta hukuman mati yang akan ia jalani dengan cara digantung dan dibakar tidak mengejutkan seorang pun.

Dalam pembelaannya, Sir John menulis ini:

Tentang patung, saya tahu bahwa patung bukanlah masalah iman, tetapi dimaksudkan demikian karena iman kepada Kristus ditolerir oleh gereja untuk mewakili dan memunculkan dalam pikiran penderitaan Tuhan kita Yesus Kristus serta kemartiran dan kehidupan orang kudus lain yang baik. Namun, siapa pun yang memberikan penyembahan yang seharusnya diberikan kepada Allah kepada patung yang mati, atau meletakkan harapan, dan kepercayaan untuk mendapatkan pertolongan darinya seperti yang seharusnya ia lakukan kepada Allah semata, atau memiliki rasa cinta yang lebih besar kepada mereka daripada kepada Allah, ia melakukan dosa.

Selain itu, saya tahu sepenuhnya, bahwa setiap orang di bumi ini adalah peziarah menuju kebahagiaan atau penderitaan, dan orang yang tidak tahu perintah Allah yang kudus, dan melakukannya dalam hidupnya di sini meskipun ia mungkin menjalani ziarah ke seluruh dunia dan mati ketika melakukannya, ia akan dihukum; tetapi orang yang tahu perintah Allah yang kudus dan melakukannya; ia akan diselamatkan meskipun ia dalam hidupnya tidak pernah me1akukan ziarah, seperti dilakukan orang-orang sekarang, ke Canterbury, atau ke Roma, atau ke tempat lainnya.


Pada hari yang ditentukan untuk eksekusinya, Sir John Oldcastle dibawa keluar dari Menara London dengan tangan diikat di be1akang tubuhnya. Ia tersenyum dengan gembira kepada orang-orang di sekitarnya. Kemudian ia dibaringkan di atas api seolah-olah ia adalah pengkhianat kerajaan yang mengerikan dan diseret ke lapangan St. Gile. Ketika mereka tiba di tempat hukumannya dan ikatannya dilepaskan, Sir John berlutut dan memohon kepada Allah agar mengampuni musuh-musuhnya. Kemudian ia berdiri dan menasihati orang-orang yang datang ke sana untuk menaati hukum Allah yang tertulis dalam Alkitab dan untuk berhati-hati terhadap guru-guru yang kata-kata dan hidupnya bertentangan dengan Kristus. Kemudian perutnya diikatkan erat dengan rantai dan ia diangkat ke udara dan api mulai dinyalakan di bawahnya. Ketika api mulai menjilatnya, ia memuji Allah sampai ia tidak bisa memuji Dia lagi. Orang banyak yang menyaksikan ia mencucurkan air mata dan berduka-cita sebab orang yang baik dan saleh itu telah mati. Hal itu terjadi pada 1417.


Image

Pad a Agustus 1473, Thomas Granter ditangkap di London dan dituduh menyatakan secara terbuka bahwa ia percaya terhadap ajaran Wycliffe, yang menyebabkan ia dikutuk sebagai bidat yang bandel. Pada hari eksekusi, Thomas dibawa ke rumah sheriff dan ia diberi makanan. Sambil makan, ia berkata kepada orang-orang di sana, "Saya sekarang makan makanan yang enak sebab saya harus menghadapi konflik yang aneh sebelum saya makan lagi." Ketika ia selesai makan, ia mengucap syukur kepada Allah atas kelimpahan pemeliharaan-Nya yang ajaib kemudian meminta agar ia segera dibawa ke tempat eksekusi sehingga ia bisa memberikan kesaksian tentang kebenaran prinsip-prinsip yang telah ia nyatakan. Kemudian ia dibawa ke bukit Menara dan dirantai di tiang. Di sana ia dibakar hidup-hidup dengan masih memberitakan kebenaran sampai napas terakhirnya.


Pada 1499 di Norwich, di timur laut London, seorang yang saleh bernama Badram dituduh oleh beberapa imam bahwa ia berpegang pada doktrin Wycliffe dan dibawa ke depan Uskup Norwich. Badram mengaku bahwa ia memercayai segala sesuatu yang mereka katakan. Ia dikutuk sebagai bidat yang bandel, surat perintah untuk eksekusi diberikan kepadanya dan ia dibakar di tiang, tempat ia menanggung penderitaannya dengan kesetiaan yang besar.


Pada 1506, seorang yang saleh bernama William Tilfrey dibakar hidup-hidup di Amersham, di wilayah yang tertutup yang disebut Stoneyprat. Pelaksana hukumannya memaksa anak perempuannya yang sudah menikah,Joan Clarke, untuk menyalakan api di sekeliling ayahnya dan melihat ia terbakar. Pada tahun yang sarna, Uskup Lincoln di Inggris Timur mengutuk imam bernama Father Roberts karena menjadi pengikut Lollard dan membakarnya hidup-hidup di Buckingham.


Pada tahun 1507, Thomas Norris, seorang laki-laki sederhana yang miskin dan tidak berbahaya, bercakap-cakap dengan imam di gerejanya tentang beberapa pertanyaan yang mengusiknya ten tang agama. Selama percakapan, imam memutuskan dari pertanyaan yang diajukan oleh Thomas bahwa ia adalah pengikut Lollard dan melaporkannya kepada Uskup. Thomas ditangkap, dikutuk, dan dibakar hidup-hidup,


Pada 1508 di Salisbury di Inggris selatan, Lawrence Guale dipenjarakan selama dua tahun kemudian dibakar hidup-hidup karena menyangkal bahwa roti dan anggur pada saat kebaktian berubah menjadi tubuh dan darah Yesus yang nyata ketika imam berdoa atasnya. Tampaknya Lawrence memiliki toko di Salisbury, dan suatu hari menjamu beberapa pengikut Lollard di rumahnya. Seseorang melaporkannya kepada Uskup dan Lawrence ditangkap lalu "diperiksa;" ia berpaut pada kepercayaannya dan dikutuk sebagai bidat.


Pada tahun yang sama di Chippen Sudburne, seorang perempuan yang saleh dibakar hidup-hidup di tiang oleh rektor yang bernama Dr. Whittenham, yang memeriksanya sebagai bidat dan mengutuknya. Ketika para pelaksana hukumannya dan yang lain meninggalkan tempat ia dibakar, seekor sapi jantan terlepas dari rumah penjual daging dan menanduk tubuh Dr. Whittenham. Sapi jantan itu membawa usus Whittenham di sekeliling tanduknya untuk beberapa saat, tetapi tidak berbuat apa-apa pada orang-orang lain di kerumunan orang banyak itu.


Pada 18 Oktober 1511, William Succling dan John Bannister, dibakar hidup-hidup di Smithfiled. Mereka sebelumnya telah menyangkal iman mereka kepada Kristus, tetapi kembali lagi pada pengakuan iman yang sejati.


Selama pemerintahan Henry VII (1485-1509), John Brown menyangkal kesaksiannya tentang Kristus karena takut disiksa dan sebagai hukuman ia harus membawa kayu api ke sekeliling Katedral St. Paul di London. Pada 1517, ia kembali pada pengakuan imannya kepada Kristus dan dikutuk oleh Uskup Agung Canterbury, Dr. Wonhaman dan dibakar hidup-hidup. Sebelum merantainya di tiang, Dr. Wonhaman dan Yester, Uskup Rochester, berusaha membuatnya menyangkal kembali dengan membakar kakinya dengan api sampai dagingnya terlepas dan terlihat tulang-tulangnya. Namun, kali ini John Brown berpaut pada kebenaran dalam penderitaannya dan mati dengan penuh kemuliaan bagi Kristus dan kebenaran firm an Allah.


Pada 25 Oktober 1518, John Stilincen ditangkap, dibawa ke depan Uskup London, Richard Fitz-James, dan menghukum ia sebagai bidat. John sebelumnya pernah menyangkal imannya kepada Kristus karena takut disiksa, tetapi ketika ia dirantai di tiang di Smithfield di depan kerumunan orang banyak, ia menyatakan bahwa ia adalah pengikut ajaran Wycliffe; dan meskipun ia sebelumnya sudah menjadi lemah dan menyangkal imannya, sekarang ia siap untuk mati demi kebenaran firman Allah.


Pada 1519 Robert Celin dan Thomas Matthew dibakar di London. Robert telah berbicara menentang ritual gereja dan ziarah.


Pada 1532, Thomas Harding dan istrinya dituduh bidat karena mereka menyangkal bahwa roti dan anggur berubah menjadi tubuh dan darah Kristus yang aktual ketika imam berdoa atasnya pada saat kebaktian. Untuk itu, Uskup Lincoln, di Inggris Timur, menghukum mereka dengan cara dibakar hidup-hidup di tiang. Mereka dibawa ke Cresham di Pell dekat Botely dan dirantai di tiang. Kayu api ditumpuk di sekeliling mereka dan dinyalakan. Ketika api berkobar, satu di antara pengamat Gereja Romayang marah memukul kepala Thomas dengan sepotong kayu api yang tebal begitu keras sehingga kepalanya terbelah terbuka dan otaknya terlempar ke dalam api. Imam-imam yang hadir pada saat pembakaran memberi tahu orang-orang bahwa siapa pun yang membawa kayu api untuk membakar bidat akan diberi surat pengampunan dosa yang akan mengizinkan mereka berbuat dosa selama 40 hari.


Menjelang akhir tahun itu, Worham, Uskup Agung Canterbury, menangkap seorang laki-laki bernama Hitten, yang adalah imam di Maidstone di Inggris tenggara. Hitten disiksa di penjara selama beberapa bulan dan sering diperiksa oleh Worham dan Uskup Rochester, Fisher, dalam usaha untuk membuatnya menyangkal kepercayaan 'reformed'nya. Oleh karena gagal, mereka akhirnya memutuskan untuk mengakhiri penderitaannya, serta mengutuknya sebagai bidat, dan membakarnya hidup-hidup di depan gereja yang ia gembalakan sebagai peringatan bagi jemaat.

Orang sederhana, suami dan istri, imam jemaat, atau profesor di universitas tidak ada yang aman dari kemarahan pejabat gereja terhadap orang-orang yang menyangkal tradisi dan doktrin Paus. Thomas Bilney, profesor hukum di Universitas Cambridge, ditangkap sebagai bidat dan dibawa ke depan sidang uskup yang diadakan oleh Uskup London. Mereka mengancamnya berulang-ulang dengan siksaan dan hukuman bakar, dan menakut-nakutinya supaya ia menyangkal keyakinannya. Namun, segera setelah itu ia bertobat dengan dukacita yang mendalam. Dengan melakukannya, ia dibawa kembali ke depan sidang dan dihukum mati dengan cara dibakar sebagai "bidat yang keras kepala." Sebelum Bilney dibakar, ia menyatakan bahwa ia benar-benar percaya kepada pendapat Martin Luther. Ketika dirantai di tiang, ia tersenyum kepada semua orang yang ada di sana dan berkata, "Saya telah mengalami banyak badai dalam dunia ini, tetapi kapal saya akan segera mendarat di surga."Pada saat api berkobar di sekelilingnya ia berdiri tanpa bergerak dan berseru, "Yesus, aku percaya!" Kemudian ia pergi bertemu Dia yang ia percayai.

Meskipun para pejabat gereja bersikap sangat kejam terhadap bidat, mereka terutama melakukannya terhadap orang-orang yang sebelumnya imam, tetapi kemudian menentang tradisi dan doktrin buatan manusia. Di Barnes, di Surrey di Inggris selatan, seorang rahib bernama Richard Byfield ber tobat pada iman yang sejati ketika membaca terjemahan bahasa Inggris Perjanjian Baru Tyndale. Akibatnya ia juga menjadi percaya sepenuhnya terhadap pendapat Martin Luther. Ketika hal ini diketahui, ia ditangkap dan dicap sebagai bidat dan dimasukkan ke dalam penjara. Oleh karena ia adalah klerik[1] Roma yang bertobat, ia disiksa tanpa belas kasihan oleh para penuduhnya. Untuk membuatnya menyangkal imannya, ia sering dikurung dalam ruangan bawah tanah yang paling buruk di penjara, sebuah temp at yang membuat ia hampir tercekik karena bau busuk kotoran manusia dan air menggenang yang hampir menutupi lantai yang kotor itu. Tikus dan kecoak adalah satu-satunya temannya. Kadang-kadang sipir penjara masuk ke dalam selnya dan mengikat tangannya di belakang punggungnya sampai pundaknya hampir terlepas dan meninggalkannya dalam posisi seperti itu selama berhari-hari tanpa makanan atau buang kotoran. Pada waktu lainnya mereka membawanya ke tempat pencambukan dan mencambuknya sampai hanya tersisa sedikit daging di punggungnya. Namun, ia masih tetap menolak untuk menyangkal iman kepada Kristus yang baru saja ia temukan. Jadi, ia dibawa ke Menara Lollard di Lambeth Palace, tempat Uskup Agung memerintahkan ia untuk dirantai lehernya di dinding dan dipukuli dengan kejam sehari sekali oleh pelayan-pelayannya. Akhirnya, sebagai tindakan belas kasihan, ia dikutuk, direndahkan seperti yang dialami Huss, dan dibakar di Smithfield, yang berada di utara Katedral St. Paul di London.


Pada tahun yang hampir sama, sekitar 1535, John Tewkesbury ditangkap karena membawa terjemahan bahasa Inggris Perjanjian Baru Tyndale dan karena itu melakukan pelanggaran terhadap "Induk gereja yang kudus." Ketika diperhadapkan pada ancaman penyiksaan dan pembakaran, ia pertama-tama berkata bahwa ia tidak percaya apa pun yang telah ia baca yang bertentangan dengan doktrin Gereja Roma, tetapi kemudian ia bertobat dan mengaku bahwa ia percaya Alkitab yang sudah diterjemahkan itu benar dan doktrin Paus salah. Untuk itu, ia segera dibawa ke depan Uskup London dan dihukum sebagai "bidat yang bandel." Selama ia dipenjara sebelum dieksekusi, ia disiksa begitu kejam sehingga ia sudah sekarat ketika mereka membawanya ke tiang di Smithfield. Di sana ia menyatakan dengan suara keras kejijikannya yang sepenuhnya pada doktrin Paus serta menyatakan keyakinannya yang kuat bahwa yang ia lakukan benar dalam pemandangan Allah.


Pada 1536 di Bradford-in-Wiltshire di Inggris tengah selatan, seorang dari desa yang tidak berbahaya, yang bernama Traxnal dibakar hidup-hidup karena ia tidak mau mengakui bahwa roti dan anggur sungguh-sungguh berubah menjadi tubuh dan darah Kristus selama kebaktian, dan tidak setuju bahwa Paus memiliki kekuasaan tertinggi atas hati nurani laki-laki dan perempuan.


Suatu ketika pada tahun 1538, Nicholas Peke dibakar sebagai bidat di Norwich di Inggris timur karena alasan yang sama seperti ketika Traxnal dihukum. Tiga pejabat Gereja Roma, Dr. Reading, Dr. Hearne, dan Dr. Spragwell memimpin acara pembakarannya. Ketika Nicholas sudah terbakar hangus sampai kulitnya berubah menjadi hitam seperti asp al, Dr. Spragwell memukulnya pada bahu kanannya dengan tongkat putih yang panjang dan berkata kepadanya, "Peke, sangkallah imanmu dan percayalah pada sakramen." Peke menjawab, "Aku memandang rendah permintaanmu dan juga kamu." Kemudian ia membungkuk, bersandar pada rantainya, dan meludahkan darah ke Dr. Spagwell yang menunjukkan sikap kejijikan dan penderitaannya. Kemudian Dr. Reading memberi tahu Nicholas bahwa ia akan memberikan surat pengampunan dosa selama 40 hari kepadanya jika ia mau menarik kembali pendapatnya, tetapi Nicholas tidak memerhatikan kebodohan Reading dan bersukacita bahwa Kristus telah memandangnya layak untuk menderita demi namaNya.


Orang lain yang dibakar selama pemerintahan Henry VIII adalah rahib tua bernama William Letton di desa Suffolk di Inggris timur. William telah berbicara menentang patung-patung yang dibawa dalam kebaktian gereja.


Pada tanggal 28 Juli 1540, Thomas Cromwell yang terkenal, Earl of Essex, dan politikus yang terkenal yang mengusulkan ROO (Hukum Supremasi) bahwa pada 1534 Raja Henry VIII menyatakan dirinya sendiri sebagai kepala gereja yang tertinggi, dieksekusi dengan dipenggal kepalanya. Kejatuhannya terjadi dengan cara demikian.

Cromwell telah mendorong raja untuk menikahi Anna dari Cleves untuk men dapatkan persekutuan dengan saudaranya, pemimpin Protestan di jerrnan timur. Henry dari awal membenci istrinya yang keempat dan persekutuan dengan Protestan merupakan hal yang tidak ia sukai karena ia ingin memelihara prinsip-prinsip iman Gereja Roma. Meskipun Cromwell dijadikan Earl of Essex dan Lord Chamberlain[2] yang agung pada April 1540, musuh-musuhnya membujuk Henry pada bulan Juni bahwa Cromwell adalah pengkhianat, baik terhadap agamanya maupun raja. Ia ditangkap pada 10 Juni, dihukum tanpa didengar pendapatnya dan dipenggal kepalanya pada 28 Juli 1540. Sebelum ia dipenggal, ia diperlakukan dengan kejam. Kemudian ia menyampaikan pidato yang pendek kepada orang-orang dan menyerahkan dirinya, dengan rendah hati, untuk dikapak.

Meskipun tuduhan terhadap Thomas Cromwell tidak berkaitan dengan agama, bangsawan ini bisa ditempatkan sebagai martir sebab bukan karena semangatnya untuk melepaskan Inggris dari Gereja Roma, agar ia mendapat perkenan raja. Ia melakukan lebih banyak hal untuk reformasi di Inggris daripada orang lain, kecuali Dr. Thomas Cranmer, terutama untuk itu ia membuat marah pendukung Paus, dan mereka merencanakan menentangnya dan mendatangkan kehancuran padanya.

Sekitar saat itu, Dr. Robert [atau Cutbert] Barnes,Thomas Gamet, dan William Jerome dibawa ke depan sidang uskup London dan dituduh sebagai bidat. Tiga orang itu dijatuhi hukuman bakar dan dipenjara di Menara London. Tidak lama se sudahnya, tanggal 30 Juli 1540, mereka dibawa ke Smithfield dan dirantai bersama-sama pada satu tiang. Dr. Barnes ditanya, entah di pengadilan oleh Uskup atau di tiang oleh Sheriff London sebab laporannya berbeda, apakah orang-orang kudus yang sudah meninggal berdoa bagi kita, Barnes menjawab, seperti dilaporkan, kepada Sheriff, "Di seluruh Alkitab kita tidak pernah diperintahkan untuk berdoa kepada orang kudus mana pun. Oleh karena itu saya tidak dapat berkhotbah kepadamu bahwa orang-orang kudus harus berdoa kepada mereka sebab jika begitu saya akan berkhotbah kepadamu doktrin dari kepala saya sendiri.Jika orang-orang kudus berdoa untuk kita, saya berharap untuk berdoa bagimu dalam waktu setengah jam ini." Pada saat nyala api berkobar di sekeliling ketiga martir itu, mereka saling menguatkan satu dengan yang lain dengan keberanian yang tak tergoyahkan yang hanya bisa muncul dari iman yang sejati kepada Yesus Kristus.

Tidak lama setelah itu, seorang pedagang bernama Thomas Sommers dan tiga orang laki-laki lain ditangkap karena membaca beberapa buku Martin Luther. Hukuman untuk mereka adalah membawa buku-buku itu untuk dibakar di pusat pasar di Cheapside[3] dan di sana melemparkan buku-buku itu ke dalam api. Ketiga laki-laki lain itu melemparkan buku mereka ke api, tetapi Thomas melemparkan buku-bukunya melewati api itu sehingga buku-buku itu tidak terbakar. Untuk itu ia dikirimkan kembali ke Menara London tempat ia dilempari batu sampai mati.


Selama waktu itu, Dr. Longland, Uskup Lincoln di lnggris Timur, menjadi sangat marah terhadap kebidatan sehingga ia membakar Thomas Bainard di tiang hanya karena ia mengucapkan Doa Bapa Kami dalam bahasa lnggris, dan James Moreton karena membawa surat Yakobus dalam bahasa lnggris. Ia kemudian mengirim seorang imam, Anthony Parsons, seorang laki-laki bernama Eastwood, dan orang lain, ke Windsor di lnggris tengah selatan untuk diperiksa oleh Uskup Salisbury, yang kekejamannya hanya dilampaui Bonner sebagai pe1aksana hukuman. Uskup tidak memboroskan waktu dalam pemeriksaan mereka dan menghukum ketiga orang itu dengan cara dibakar.

Ketika mereka dirantai di tiang, Parsons meminta air minum dan ketika ia menerima air itu, ia mengangkat cawan itu kepada kedua temannya dan berkata, "Bersukacitalah saudaraku dan angkat hatimu kepada Allah sebab setelah sarapan yang tergesa-gesa ini kita akan mendapat makan malam yang menyenangkan dalam kerajaan Kristus Tuhan dan Penebus kita." Ketika Eastwood mendengar kata-kata Parsons, ia mengangkat matanya ke surga dan memohon kepada Tuhan untuk menerima rohnya segera.

Pelaksana hukuman telah menumpuk kayu api dan jerami di sekeliling tiang, dan Parsons menarik jerami ke dekatnya, memegangnya ke dekat dadanya, dan berkata kepada orang-orang yang berkumpul untuk melihat pembakaran itu, "lni adalah senjata Allah dan sekarang saya sebagai prajurit Kristus mempersiapkan diri untuk peperangan. Saya tidak mencari belas kasihan, melainkan anugerah Kristus. Dialah satu-satunya Juruse1amat saya, dan saya memercayakan kese1amatan saya kepada-Nya." Kemudian api dinyalakan dan tubuh mereka terbakar, tetapi tidak ada apa pun yang bisa merusak jiwa mereka yang berharga dan tidak binasa. Kesetiaan mereka menang atas kekejaman, dan penderitaan mereka menjaga nama mereka tetap ada dalam hati orang-orang yang mengasihi para martir.

Jadi, para pengikut Kristus yang saleh di Inggris dianiaya dengan segala macam kekejaman dengan cara yang licik yang bisa dirancang manusia. Sebab di parlemen yang seharusnya memberikan perlindungan kepada warga negara Inggris yang baik, Raja Henry VIII telah membuat peraturan yang paling kejam dan menghujat Allah: "Siapa pun yang membawa Alkitab dalam 'pemahaman Wycliffe' [bahasa ibu, Inggris], akan kehilangan tanah, ternak, harta benda, tubuh, dan kehidupan dari diri mereka sendiri dan ahli waris mereka untuk selama-lamanya; dan ia dihukum sebagai bidat kepada Allah, musuh kerajaan dan pengkhian at total kepada Inggris." Itulah pahala manusia bagi orang percaya sejati kepada Kristus, tetapi pahala Tuhan bagi mereka adalah mahkota kebenaran untuk selama-lamanya.


[1] Klerik, Anggota Pendeta.

[2] Chamberlain, Petugas yang mengelola rumah-tangga orang yang berkuasa/ bangsawan; penatalayan utama – petugas tingkat tinggi di berbagai istana raja.

[3] Cheapside, sebuah jalan raya dan wilayah di kota London, Inggris. Tempat ini merupakan pasar pusat pada abad pertengahan di London, tempat mermaid Tavern, tempat pertemuan untuk penyair dan penulis drama Elizabethan.




Disalin dari :

John Foxe, Foxe's Book of Martyrs, Kisah Para Martir tahun 35-2001, Andi, 2001.
http://www.hrionline.ac.uk/johnfoxe/intro.html
Online Version : http://www.ccel.org/f/foxe/martyrs/home.html
Atau di http://www.the-tribulation-network.com/ ... rs_toc.htm


Top
 Profile  
 
 


Merdeka dlm Kristus
User avatar
KISAH PARA MARTIR



X. Penganiayaan di Skotlandia (1527-1558)



Ajaran dan kontroversi Martin Luther dengan Gereja Roma memiliki dampak yang sangat luas di seluruh Eropa, Inggris Raya, dan di banyak tempat lainnya. Hal itu menggelitik hati banyak orang dan mendorong mereka untuk menyelidiki kebenaran firman Allah. Diantara mereka terdapat orang Skotlandia bernama Patrick Hamilton. Untuk mempelajari kebenaran Alkitab, ia dan ketiga temannya belajar di Universitas Marburg di Jerman Tengah Barat, utara Franlifurt. Ini merupakan universitas Kristen pertama di Eropa dan didirikan oleh Pangeran Philip dari Hesse, yang pada saat itu menjadi penguasa (landgrave)[1] yang berusia 23 tahun. Sementara di sana, Patrick dan teman-temannya menjadi teman Martin Luther dan Philiph Melanchthon, teolog Jerman yangpada 1521 menulis Loci Communes, makalah ekstensif pertama tentang doktrin Kristen. Tulisan dan ajaran Luther dan Melanchthon meyakinkan Hamilton dan teman-temannya untuk meninggalkan Gereja Roma dan bertobat pada keyakinan Protestan.


Sekarang setelah dibakar dengan pengetahuan tentang iman dan kesalehan yang sejati, Patrick Hamilton merasa antusias untuk kembali ke Skotlandia dan mengajar penduduk di negaranya tentang jalan Allah dan Kristus yang benar seperti dinyatakan dengan jelas dalam Alkitab. Ia membawa ketiga temannya kembali ke negaranya tanpa menunda-nunda. Ia mulai mengajar apa pun yang bisa ia lakukan. Namun James Beaton, Uskup Agung St. Andrews, yang ada di kepausan Roma yang tidak mau berubah, segera mendengar ajaran Hamilton dan memanggilnya untuk muncul di hadapannya. Hamilton datang tanpa menunda-nunda dan berpikir ini merupakan kesempatan untuk berdebat dengan doktrin Gereja Roma. N amun, setelah pemeriksaan yang hanya berlangsung singkat, Uskup Agung memerintahkan ia agar ditangkap dan dikurung di bagian kuil St. Andrews yang paling menjijikkan sampai keesokan harinya, ketika ia dibawa ke depan sidang uskup untuk diperiksa lebih lanjut sebagai bidat.

Tuduhan yang dikenakan padanya adalah ia secara umum tidak menyetujui ziarah, api penyucian, doa -doa kepada orang kudus, doa-doa kepada orang mati, kebaktian dan telah menyangkal ketidakmungkinan Paus untuk berbuat salah. Untuk itu ia segera dijatuhi hukuman dibakar hidup-hidup dan dengan perintah Uskup Agung yang fanatik hukuman itu dilaksanakan sore hari itu juga.

Ketika Hamilton dibawa ke tempat pembakaran hanya satu hari setelah ia bersedia bertemu dengan Uskup Agung, kerumunan orang banyak yang berkumpul tidak percaya bahwa mereka sungguh-sungguh akan membakarnya. Mereka berpikir bahwa itu merupakan bagian dari pemeriksaannya dan dimaksudkan untuk menakut-nakuti ia agar mencabut kembali ajarannya dan kembali ke doktrin Gereja Roma. Namun, mereka segera tahu bahwa mereka salah.

Ketika mereka membawa Hamilton ke tiang, ia berlutut dan berdoa dengan tekun untuk beberapa saat. Ketika ia selesai, ia dibelenggu di tiang dan kayu api ditumpuk di sekelilingnya. Kemudian satu diantara kantong bubuk mesiu diletakkan di ketiaknya masing-masing dan dinyalakan pertama kali, tetapi bubuk itu tidak meledak dan hanya menghanguskan tangan dan mukanya tanpa melukainya atau membuat api itu menyala. Jadi, lebih banyak bubuk mesiu dan beberapa kayu kering ditambahkan dan diletakkan di atas kayu api itu, dan dinyalakan. Bubuk mesiu tidak meledak, tetapi hanya menyala dan api segera berkobar. Ketika api mulai menyelubungi tubuh Hamilton, ia berseru, "Tuhan Yesus, terimalah rohku! Berapa lama kegelapan akan menutupi wilayah ini? Dan berapa lama Engkau mengizinkan tirani orang-orang ini?" Namun, tampak jelas kayu api itu sendiri berwarna hijau dan setelah api semula padam, nyala api itu membakar dengan perlahan dan menyebabkan penderitaan yang hebat padanya. Namun, ia menanggung penderitaannya dengan keberanian Kristen yang begitu besar sehingga jelas bagi semua orang percaya yang benar yang menyaksikan bahwa kasih karunia Allah menyertainya dengan limpah dalam kemartirannya. Hal itu terjadi pada 1527.

Image
Patrick Hamilton's initials on Andrews, Edinburgh, Scotland.
http://en.wikipedia.org/wiki/Patrick_Hamilton_(martyr)


Pada 1529, seorang rahib Benediktus bernama Henry Forest mulai berkhotbah bahwa Patrick Hamilton adalah martir dan banyak hal yang ia ajarkan itu benar. Ketika Uskup Agung James Beaton diberi tahu tentang hal ini, ia menyuruh Forest ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara. Kemudian ia mengirim seorang biarawan untuk mendengar pengakuan Forest karena tahu bahwa rahib yang baik itu akan berbicara dengan bebas karena ia berpikir pengakuannya akan dirahasiakan sebagaimana mestinya. Namun, Uskup Agung memerintahkan biarawan itu untuk melaporkan kepadanya semua yang dinyatakan Forest. Biarawan tersebut melakukannya seperti Yudas Iskariot yang licik. Dalam pengakuannya, Henry Forest memberi tahu biarawan itu bahwa menurutnya Patrick Hamilton orang yang baik dan ajarannya bisa didukung oleh Alkitab. Hal ini digunakan oleh Uskup Agung sebagai bukti untuk menentang Forest dan ia dijatuhi hukuman dengan cara dibakar hidup-hidup sebagai bidat.

Oleh karena Henry Forest orang yang saleh dan terkenal, Uskup Agung bertanya kepada sidang bagaimana cara pelaksanaan eksekusinya supaya orang-orang tidak terlalu terpengaruh. John Lindsay, satu di antara pembantu Uskup Agung, menyarankan agar mereka mengeksekusi Forest di tempat tersembunyi seperti gedung bawah tanah. Ia berkata, "Sebab asap pembakaran Patrick Hamilton akan menulari semua orang yang terkena asap itu." Uskup Agung setuju dengannya lalu menyuruh Forest dibawa ke gedung bawah tanah lalu di sana mencekiknya dengan bantal yang tebal di atas wajahnya.


Pada 1534, David Stratton [atau Straiton] lalu Norman Gourlay [atau Guley] dengan gembira menyerahkan hidup mereka untuk kebenaran Injil. Gourlay ditangkap karena mengatakan bahwa pemimpin Gereja Roma adalah antikris juga ia tidak memiliki wewenang di Skotlandia. Stratton ditangkap berdasarkan tuduhan yang sarna; ia telah berkata bahwa tidak ada api penyucian, hanya penderitaan Kristus lalu kesusahan besar di dunia ini. Stratton adalah nelayan serta ada tuduhan ini terhadapnya: ketika Matser Robert Lawson, pendeta [imam] Eglesgrig, meminta persepuluhan dari ikannya, Stratton mengulurkan ikan itu kepadanya dari kapallalu beberapa ikan jatuh ke dalam air lalu berenang pergi. Kemudian imam itu menuduh Stratton bidat karena tindakannya itu. Imam itu berkata bahwa Stratton mengatakan bahwa persepuluhan itu jangan diberikan kepada gereja.

Gourlay dan Stratton ditangkap lalu dikutuk sebagai bidat oleh Uskup Rose. Mereka dibakar di daerah berumput luas antara Edinburgh lalu Leith sebab Uskup Agung ingin penduduk di sekitar Fife melihat api itu, dipenuhi kengerian, dan rasa takut saat membayangkan bahwa jika mereka memegang keyakinan seperti Gourlay dan Stratton, mereka dibakar juga. N amun, tidak ada rasa takut yang ditunjukkan di tiang penghukuman. Kedua orang terhukum itu dengan gembira menyerahkan nyawa mereka kepada Allah yang telah memberikan itu kepada mereka karena mengetahui bahwa melalui kasih karunia Penebus mereka yang agung, mereka akan mendapatkan kebangkitan yang mulia dalam kehidupan yang kekal.


Pada 1538, Dean Thomas Ferret, imam di Dolor dan kanon di St. Colm's Inche, berkhotbah setiap Minggu pagi kepada jemaatnya dari Perjanjian Baru. Hal ini jarang terlihat di Skotlandia karena biasanya hanya biarawan hitam atau biarawan abu-abu yang berkhotbah dan hampir tidak pernah dari Alkitab. Oleh karena itu para biarawan menjadi iri hati dan menuduhnya di hadapan Uskup Dunkeld sebagai bidat dan seorang yang mengajarkan rahasia Alkitab kepada jemaat dalam bahasa rakyat jelata, yang bisa dipahami mereka. Selain itu, ia tidak mengambil sapi dan kain halus yang dibawa rakyat untuk membayar atas khotbahnya dan itu akan membuat rakyat berpikir bahwa biarawan lain harus melakukan hal yang sama.

Uskup memanggil Thomas Ferret untuk diperiksa. Saat pemeriksaan Uskup memberi tahu bahwa ia harus menerima sapi dan kain itu sebab biayanya terlalu tinggi untuk berkhotbah setiap hari Minggu tanpa dibayar, dan jika ia tidak mau menerima sapi dan kain itu, orang-orang akan menaruh syak terhadap pengurus gereja. Selain itu, ia seharusnya berkhotbah dari surat kiriman yang baik dan Injil yang baik yang mengungkapkan kebebasan induk gereja yang kudus.

Dean Ferret berkata bahwa khotbah pada hari Minggu saja tidak cukup, tetapi ia akan menerima sapi dan kain dari jemaatnya yang miskin, dan segala sesuatu yang akan diberikan oleh mereka, dan sebagai ganti ia akan memberikan segala sesuatu yang ia miliki kepada mereka; dan demikianlah ia dan Uskup mencapai kesepakatan dalam hal itu. Selain itu, jika Uskup bisa menunjukkan kepadanya mana surat kiriman yang baik dan Injil yang baik, dan mana surat kiriman yang jahat dan Injil yang jahat, ia akan mengkhotbahkan yang baik dan menyingkirkan yang jahat.

Mendengar itu Uskup berkata dengan marah, "Saya bersyukur kepada Allah bahwa saya tidak pernah tahu seperti apakah Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru itu. Saya tidak mau tahu yang lain selain buku kebaktian saya dan pontifikal saya. Pergilah sana dan singkirkan segala khayalanmu sebab jika kamu terus memegang pendapatmu yang salah, kamu akan menyesal dan mereka tidak akan bisa mengubah dampaknya."

Ferret menjawab, "Saya yakin yang saya lakukan benar di hadapan Allah dan karena itu saya tidak khawatir dengan konsekuensinya." Kemudian ia pergi.

Tidak lama sesudahnya, Kardinal St. Andrews dan Uskup Dunkeld memanggil Dean Thomas Forret, biarawan Keillor dan Beveridge, imam bernama Duncan Simpson, orang awam bernama Robert Forrester dan beberapa orang lain. Pada saat kemunculan mereka di depan sidang uskup, mereka semua dituduh sebagai bidat dan tidak diberi kesempatan untuk membela diri atau menyangkal jika mereka menghendaki sebab mereka dituduh sebagai bidat utama dan guru-guru bidat. Se1ain itu, hal inilah yang dianggap memberatkan kasus mereka - kebanyakan mereka menghadiri pernikahan imam, pastor Tulibothy di samping Stirling dan makan makanan (yang dinyatakan sebagai angsa) di Lent di pesta pernikahan itu. Jadi, mereka semua dibawa ke Castle Hill di Edinburgh dan dibakar hidup-hidup.

Image


Pada tahun 1543, George Wishart, reformator agama dari Skotlandia, yang mempertobatkan John Knox ketika Knox masih menjadi imam Gereja Roma, mengajar di Universitas Cambridge. Ia memiliki postur tinggi, berpakaian sederhana, murah hati kepada orang miskin dan ketat terhadap diri sendiri, yang senang mengajar, dan mengasihi Allah melampaui segala sesuatu. Ia hanya makan dua kali sehari, berpuasa satu kali setiap empat hari, tidur di atas tikar jerami dan seprai kain terpal baru yang kasar, yang ia berikan kepada orang lain ketika ia menggantinya. Oleh karena ia sangat serius dalam mengajarkan Alkitab, beberapa orang berpikir bahwa ia seorang yang keras, bahkan beberapa orang tidak suka terhadap hal yang ia ajarkan sehingga berusaha membunuhnya. Namun Tuhan membelanya, dan biasanya setelah ia bercakap-cakap dengan mereka tentang kebencian mereka dan menasihati mereka untuk memilih jalan yang lebih baik, mereka merasa senang kepadanya dan dengan diri mereka sendiri. Namun, ada sekelompok orang yang tidak senang dengannya, yaitu para pejabat gereja dan mereka segera mencari jalan untuk menyingkirkannya.

Pada 1544, Wishart semakin besar keinginannya untuk memberitakan Injil yang benar di negaranya sendiri, jadi ia meninggalkan Cambridge dan kembali ke Skotlandia. Di sana ia pertama-tama menyampaikan khotbahnya di Firth of Tay[2] . Di situ ia mengajar tentang arti surat Paulus kepada jemaat di Roma dan pembenaran oleh iman seperti ditemukan kembali oleh Martin Luther sekitar 30 sebe1umnya. Dan ia melakukannya dengan keanggunan serta kebebasan yang sedemikian rupa sehingga para pengikut paus merasa khawatir.

Selama dua tahun berikutnya Wishart menempuh perjalanan ke seluruh Skotlandia serta hampir kehilangan nyawanya beberapa kali karena para pejabat gereja berusaha membungkamnya. Suatu kali ketika ia berada di Skotlandia barat ia mendengar bahwa di Dundee telah terjadi bencana serta ia segera bergegas ke sana untuk melayani orang yang sakit tubuh serta jiwanya. Ia tentu saja diterima dengan sukacita.

Sebelum ia meninggalkan Dundee untuk kembali ke Montrose, seorang imam Roma bernama John Weighton dihasut oleh David Beaton, Uskup Agung serta Kardinal Skotlandia agar membunuhnya. Menurut cerita, Weighton menyembunyikan belati di bawah bajunya serta menunggu Wishart di bagian bawah tangga mimbar ketika ia turun sete1ah selesai berkhotbah tentang kesembuhan jiwa serta tubuh. Namun, Wishart melihat imam itu telah menantikannya dengan tang an dalam jubahnya dan berkata kepadanya, "Sobatku, apa yang kamu inginkan?" sembari memegang belati itu dan merebutnya dari imam itu ketika ia berusaha menariknya dari jubahnya. Imam yang sekarang ketakutan itu berlutut serta mengakui maksudnya dan memohon pengampunan Wishart. Beberapa orang sakit yang tidur di luar pagar yang memisahkan mereka dari orang-orang yang sehat, melihat dan mendengar hal yang terjadi serta meminta agar pengkhianat itu diserahkan kepada mereka. Dalam kemarahan mereka, mereka menerobos pagar dan akan membawa imam itu, tetapi Wishart memegang tangan imam itu dan berkata, "Siapa pun yang melukainya berarti melukai aku sebab ia belum melukai aku, sebaliknya ia melakukan banyak kebaikan kepadaku dengan mengajar agar aku lebih berhati-hati pada masa yang akan datang." Dengan tindakannya itu ia menenangkan orang-orang dan menyelamatkan nyawa imam yang jahat yang mencoba membunuhnya itu.

Segera setelah Wishart kembali ke Montrose, Kardinal Beaton mendapat surat palsu yang dikirimkan kepadanya seolah-olah dari ternan yang sudah ia kenal baik yang memiliki tanah dan harta milik Kennier dan meminta kepadanya untuk segera datang karena ia sedang sakit parah. Sepanjang jalan menuju tempat itu, yang berjarak 0,8 km dari Montrose, Beaton menyembunyikan 60 orang bersenjata untuk membunuh Wishart. Namun, ketika Wishart dan beberapa ternan dekatnya mendekati wilayah itu, ia tiba-tiba mendapat firasat bahwa ada hal yang tidak enak dan sebaiknya ia tidak melanjutkan perjalanan. Kepada teman-temannya ia berkata, ''Allah melarangku untuk meneruskan perjalanan ini, Ada pengkhianat di depan. Beberapa orang darimu tolong meneruskan perjalanan dengan hati-hati dan tolong beri tahu aku hal yang kamu temukan." Ketika mereka menemukan penyergapan yang dirancang kardinal itu, mereka segera kembali dengan cepat kepada Wishart dan mengabarkannya. Wishart berkata, ''Aku tahu hidupku akan berakhir di tangan orang-orang yang haus darah itu, tetapi tidak dengan cara disergap tiba-tiba."

Tidak lama sesudahnya, pada 1546, Kardinal Beaton diberi tahu bahwa Wishart tinggal bersama Mr. Cockburn dari Ormiston, di Lothian Timur di Skotlandia Selatan dan meminta kepada gubernur di wilayah itu untuk membawa Wishart ke dalam tahanan. Gubernur melakukannya meskipun bertentangan dengan kemauannya. Kemudian Wishart dibawa ke Edinburgh dan dipenjarakan di puri St. Andrews.

Dari sana, ia keesokan harinya dipanggil untuk muncul di hadapan Kardinal St. Andrews dan sidang uskup dengan tuduhan mengajarkan doktrin bidat yang menghasut. Keesokan harinya, kardinal memerintahkan seratus orang pelayannya berpakaian perang seolah-olah mereka sedang mempersiapkan diri menghadapi perang, bukan mengiringi seorang yang sedang diperiksa karena memberitakan firman Allah yang benar. Dari St. Andrews mereka membawa George Wishart ke Gereja Abbey dengan barisan perang karena takut orang-orang yang mengagumi dan mengasihi Wishart akan berusaha merebutnya dari mereka, atau mungkin ia akan berusaha me lepaskan diri, tetapi ia mengikuti mereka dengan sukarela ke biara gereja. Di pintu ia berhenti sebentar untuk melemparkan dompetnya kepada orang miskin yang sakit yang terbaring di tangga .

Ketika ia masuk ke dalam gereja dan berdiri di depan kardinal, wakil kepala biara Abbey, yang bernama Dane John Winryme, pergi ke mimbar dan menyampaikan khotbah tentang bidat. Ketika ia selesai, imam yang diberi makan cukup, yang bernama John Lander membaca gulungan yang panjang berisi 18 tuduhan bidat terhadap Wishart. Tuduhan itu dipenuhi kutukan, penghujatan, dan ancaman, yang dibawa Lander dengan kemarahan yang makin meningkat sampai keringat bercucuran turun di wajahnya dan mulutnya berbusa saat memuntahkan kata-katanya. Ketika ia selesai, ia berteriak pada Wishart, ''Apa jawabanmu terhadap tuduhan ini, hai kamu pembelot, kamu pengkhianat, kamu pencuri! Kami telah membuktikan dengan saksi yang cukup menentang kamu!"

Wishart pertama berlutut dan berdoa kemudian dengan lembut, dan dengan sikap seperti Kristus, berkata, "Yang benar hanyalah bahwa kamu yang menghakimi aku harus mengetahui apakah kata-kata dan doktrinku yang sebenarnya serta hal yang aku ajarkan sehingga aku tidak mati dengan tidak adil dengan menimbulkan risiko yang besar bagi jiwamu. Oleh karena itu, bagi kemuliaan dan kehormatan Allah, bagi kesejahteraanmu sendiri dan untuk perlindungan hidupku, aku dengan sungguh-sungguh memohon kamu para hakim untuk mendengarkan aku, dan aku akan memberitahukan doktrinku tanpa mengubahnya."

Mendengar itu, imam yang memberikan tuduhan, Lander, berteriak, "Kamu bidat, pembelot, pengkhianat, dan pencuri! Kamu tidak berhak untuk berkhotbah. Kamu telah mengambil otoritas ke dalam tanganmu sendiri tanpa otoritas dari gereja."

Wishart menyadari hal yang ingin mereka lakukan dan membuat beberapa permohonan, tetapi tidak ada gunanya. Mereka memandang ia bersalah sebagai bidat berdasarkan 18 tuduhan itu semuanya dan memutuskan untuk menghukum mati ia dengan menggantung dan membakarnya.

Pada pagi hari eksekusinya, kardinal mengutus dua biarawan kepadanya di penjara. Mereka mengenakan jubah lenan hitam padanya dan mengikat beberapa kantong bub uk mesiu di berbagai bagian tubuhnya. Kemudian mereka mengikat tangannya ke belakang punggungnya, memasang rantai besi di sekeliling pinggangnya dan membawanya ke tiang dengan tali di sekeliling lehernya. Untuk mencegah ternan dan pengagum Wishart yang banyak agar tidak menghalangi eksekusi itu, Kardinal Beaton menyuruh para penembaknya berdiri siap dengan senapan mereka sampai Wishart dibakar dan mati. Dalam perjalanan ke tiang satu biarawan itu berkata kepadanya, "Master George, berdoalah kepada Bunda kita, supaya ia mau menjadi perantara bagimu dengan anaknya." Wishart menjawab, "Berhentilah berbicara! Jangan mencobai aku, saudara-saudaraku. Api ini sudah cukup mencobai aku."

Di tiang itu ia berlutut dan tiga kali berdoa, "Oh Juruselamat dunia, kasihanilah aku. Bapa surgawi, aku menyerahkan rohku ke dalam tangan-Mu yang kudus." Kemudian ia berdoa untuk para penuduhnya dengan berkata, "Aku memohon kepada-Mu, oh Bapa di surga, ampuni mereka yang telah berbohong terhadap aku. Aku mengampuni mereka dengan sepenuh hatiku. Aku memohon kepada Kristus untuk mengampuni mereka yang tanpa memiliki pengetahuan telah menghukum aku." Kemudian ia berpaling kepada orang-orang yang berkumpul di sana dan berkata, "Demi firman dan Injil yang sejati, yang diberikan kepadaku oleh kasih karunia Allah, aku menderita pada hari ini di tangan manusia; bukan dengan dukacita, tetapi dengan hati yang gembira. Sebab untuk inilah aku diutus, supaya aku menderita dalam nyala api ini demi Kristus. Pandanglah wajahku dari dekat. Kamu tidak akan melihat aku berubah warna sebab aku tidak takut terhadap api yang seram ini. Aku tahu dengan pasti bahwa jiwaku akan makan bersama Kristus juruselamatku malam ini."

Ketika mendengarnya, orang yang menggantung Wishart berlutut di depannya dan berkata, "Tuan, tolong ampuni aku sebab aku tidak bersalah dengan kematianmu." Wishart menjawab, "Datanglah kepadaku." Ketika ia melakukannya, Wishart mencium pipinya dan berkata, "Ini adalah bukti bahwa aku mengampuni kamu, orang yang kukasihi. Lakukan pekerjaanmu."

Kemudian Wishart digantung di tiang gantungan di atas api sampai tubuhnya terbakar menjadi abu. Ketika orang-orang melihat penyiksaan yang luar biasa ini, mereka tidak bisa menahan cucuran air mata mereka untuknya dan menuduh pendukung paus telah membantai anak domba yang tidak bersalah. Segera setelah itu, orang banyak yang marah membunuh kardinal dan menguasai istananya. John Knox bergabung dengan garnisun istana dan mulai mengajarkan Injil. Knox segera menjadi pengkhotbah yang menuntun pada revolusi. Tahun berikutnya, pada bulan Juli 1547, Gereja Roma merebut kembali istana itu dengan bantuan pasukan Prancis dan para pembela dijadikan budak di dapur Prancis. Pada bulan Februari 1549 Knox dilepaskan dan untuk sementara ia berkhotbah di Inggris dan Jerman. Belakangan ia menjadi pendeta jemaat orang Inggris diJeriewa, Swiss; dan di sana ia menjadi muriJljohn Calvin, teolog Swiss kelahiran Prancis, yang telah menjadikan Jenewa sebagai "kota Allah." Setelah ia kembali ke Skotlandia, Knox mendirikan paham Presbiterian[3] di negara itu.

Martir terakhir yang mati di Skotlandia adalah Walter Mill [atau Milne] yang berusia 82 tahun pada tahun 1558. Pada mas a mudanya, Mill telah menjadi pendukung paus, terutama untuk beberapa saat menjadi imam jemaat di Gereja Lunan di Angus. Pada satu di antara masa dalam hidupnya, ia pergi ke Jerman; dan di sana mendengar Injil yang benar. Ketika ia kembali ke Skotlandia, ia menyingkirkan segala sesuatu yang berkaitan dengan Gereja Roma dan mulai mengajarkan doktrin Reformasi; dan meskipun sudah cukup tua, ia menikah. Uskup Skotlandia segera mulai mencurigainya sebagai bidat. Oleh karena menyadari bahwa ia akan dibawa ke penjara dan dituduh, Mill meninggalkan gerejanya dan menyembunyikan dirinya di negara ini untuk sementara. Belakangan ratu mengizinkannya untuk kembali ke sidang jemaatnya dan berkhotbah. Meskipun demikian, tidak lama kemudian ia ditahan oleh dua imam dan dibawa ke puri St. Andrews di Edinburgh.

Pertama Mill diancam dengan siksaan dan hukuman bakar, tetapi ketika hal ini tidak meyakinkannya untuk menyangkal keyakinan dan ajaran Reformasi, ia ditawari posisi sebagai rahib dan jaminan keamanan seumur hidup di Abbey of Dunfermline jika ia mau menyangkal semua hal yang telah ia ajarkan dan setuju bahwa mereka adalah bidat. Namun, ia tetap mempertahankan kebenaran Injil meskipun diancam dan diiming-imingi dengan janji-janji.

Kemudian ia dibawa ke gereja St. Andrews dan ditempatkan ke mimbar untuk dituduh di depan Uskup. Oleh karena usianya yang sudah tua dan perlakuan yang ia alami di penjara, Mill tidak mampu naik ke kursi mimbar tanpa dibantu. Para Uskup berpikir bahwa ia terlalu lemah untuk berbicara cukup keras supaya mereka bisa mendengarnya. N amun ketika ia berbicara, suaranya menggelegar dengan keberanian dan keyakinan sedemikian rupa sehingga orang-orang Kristen yang hadir bersukacita sementara musuh-musuhnya bingung dan malu. Mill berlutut di mimbar dan berdoa sangat lama sehingga Andrew Oliphant, yang telah menjadi imam sejak masa Kardinal Beaton, berkata kepadanya, "Tuan Walter Mill, bangun, dan beri jawaban untuk tuduhan yang diberikan kepadamu; kamu menahan tuan-tuan saya terlalu lama di sini." Setelah ia selesai berdoa, Walter berkata, "Kamu memanggil aku 'Tuan Walter,' panggillah aku 'Walter,'jangan 'Tuan Walter.' Aku telah menjadi ksatria paus terlalu lama. Sekarang katakanlah hal yang mau kamu katakan."

Pemeriksaan berlangsung sesuai rencana, dan pada akhirnya Andrew Oliphant bertanya kepada Mill apakah ia mau menyangkal pendapatnya yang salah. Ia menjawab, ''Aku lebih senang kehilangan 10 ribu nyawa daripada menyerahkan satu butir prinsip surgawi yang aku terima dari penderitaan Penebusku yang mulia." Kemudian Oliphant mengumumkan hukuman baginya dan ia dikirim kembali ke penjara untuk dieksekusi keesokan harinya.

Ketika ia dibawa ke tempat eksekusi, Walter Mill menyatakan sentimen keagamaannya begitu kuat, dan dengan ketajaman pikiran untuk orang seusianya serta dalam kondisi selemah itu, ia membuat semua orang termasuk musuh-musuhnya terheran-heran. Setelah berdoa, ia berkata kepada semua, "Teman-temanku, alasan mengapa aku harus menderita hari ini bukan karena aku melakukan kejahatan apa pun meskipun aku memandang diriku sendiri sebagai orang yang berdosa paling besar di hadapan Allah, tetapi karena pembelaan atas iman kepada Yesus Kristus seperti disampaikan Perjanjian Lama dan Baru kepada kita. Oleh iman itulah banyak martir yang saleh sebelumnya telah menyerahkan diri mereka dengan gembira karena mendapat jaminan kebahagiaan yang kekal. Jadi, hari ini aku memuji Allah karena Dia te1ah memanggilku untuk berada di antara hamba-hamba-Nya dan memeteraikan kebenaran-Nya, yang telah aku terima dari Dia dalam hidupku dan dengan sukarela menyerahkan itu kembali kepadaNya untuk kemuliaan-Nya."

"Oleh karena itu, jika kamu ingin terlepas dari kematian kedua, jangan mau dibujuk oleh ajaran imam-imam, rahib, biarawan, kepala biara, pengurus biara, Uskup, dan orang lainnya. Bergantunglah hanya dengan Yesus Kristus dan kemurahan-Nya sehingga kamu akan dilepaskan dari hukuman dan menerima hidup yang kekal."
Sementara ia berbicara di sana banyak orang menangis dan meratap dengan keras sebab mereka tersentuh melihat keberanian dan keyakinannya, keteguhan imannya, dan kata-katanya yang mengobarkan hati mereka.

Walter Mill kemudian diangkat di tiang hukuman dan kayu api mulai dinyalakan. Ketika api itu mulai membakarnya, ia berseru dengan keras, "Tuhan, kasihanilah aku! Saudara-saudara, berdoalah sementara masih ada waktu!" Dan kemudian ia meninggalkan dunia untuk tinggal bersama Tuhannya, yang untuk- Nya ia bersedia mati.

Ketika Reformasi muncul sepenuhnya di Skotlandia pada 1560, dan Parlemen Skotlandia meneguhkan presbiterianisme sebagai agama nasional, banyak patung yang mahal di Gereja Roma dibakar di tempat Walter Mill menjadi martir.